9 Sep 2010

Posong Sagotrah (2)

ASAL-USUL INDUK TRAH POSONG
DAN IDENTIFIKASI KERABAT DARI KETURUNAN PERTAMA


1.       Maksud

Penulisan silsilah Posong Sagotrah  bermaksud ingin menelusuri alur keturunan langsung mBah Setro Saiman yang diambil dari pelaku sejarah dan sumber lain yang masih ingat dan faham garis keturunan. 

2.       Tujuan

Tujuan utama penulisan silsilah Posong Sagotrah dan khususnya Keturunan I pada Jalur Trah Setro Saiman Posong adalah untuk menelusuri jejak keturunan secara keseluruhan. Diharapkan tulisan ini dapat menjadi bahan penelusuran bagi generasi sekarang dan yang akan datang bilamana suatu saat berkeinginan menjalin kembali tali silaturahmi yang lebih akrab dan lebih indah. Sukur-syukur bisa membangun “Forum atau Lembaga” yang mengurusi tali silaturahmi Posong Sagotrah.  

 3.       Referensi


a)       http://id.wikipedia.org/wiki/babad Giyanti”
b)       Raden Ngabehi Yasadipura, 1885-92, Babad Surakarta ingkang ugi nama Babad Giyanti, Soerakarta : Toef & Kalf
c)       Raden Ngabehi Yasadipura, 1937-39, Babad Giyanti, Batawi-Centrum : Balai Pustaka
d)       Poerbatjaraka, 1952, Kepustakaan Djawa, Amsterdam/Djakarta : Djambatan
e)       W. Van der Nolen, 1997, Twaalf eeuwen Javaanse literatuur, Leiden.


4.       Penuturan Pinisepuh Sekitar Induk Trah


Silsilah Posong Sagotrah ditulis bedasarkan informasi dari berbagai sumber pelaku sejarah dan sumber terpercaya lainnya yang mempunyai nilai-nilai adat dan karakter suatu keturunan. Implikasinya terhadap anak keturunan yang peduli terhadap arti Keluarga Besar atau Brayat adalah bahwa dokumen keturunan merupakan salah satu perangkat untuk menemukan mata rantai sanak saudara dan kerabat yang sudah tercerai berai tidak diketahui serta mengetahui siapa dan dari mana seseorang berasal.

Penulisan silsilah ini tidak ada maksud sedikit pun untuk melakukan dekomunitasi atau pemahaman yang  menjurus kepada kondisi ekslusif keluarga dengan menonjolkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh seseorang bahkan keinginan mengaaku-aku sebagai keturunan Darah Biru. Sebaliknya improvisasi  penulisan juga bukan untuk memojokkan kekurangan seseorang yang mengarah kepada bentuk pembunuhan karakter terhadap anak keturunan seseorang.

Pencantuman Nama Individu, Brayat dan Keluarga Besar dalam tulisan ini adalah sekedar gambaran dari salah satu kelebihan yang dimiliki oleh yang bersangkutan sebagai sample suatu tindakan dengan harapan dapat menjadi pelajaran bagi kita semua sebagai generasi penerus.

Dikisahkan secara turun-temurun dari generasi kepada generasi berikutnya, bahwa peristiwa Perjanjian Gianti yang dilaksanakan antara Pemerintah Penjajah Belanda dengan Kerajaan Mataram Surakarta pada masa pemerintahan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo VII atau Pangeran Samber Nyowo yang dilaksanakan di pedukuhan kecil Giyanti pada tahun 1775 M. Konon, mendengar isi perjanjian yang berisi keberpihakan Pangeran kepada Pemerintah Belanda, maka sebagian pengikut perjanjian yang tidak setuju terhadap sikap Pangeran memilih tidak ikut pulang ke kerajaan dan “mlesit”  di pedukuhan di sekitarnya.

Namun, mlesitnya Sang Laskar Mataram ke daerah Lembah Merbabu yang subur makmur itu dikisahkan hanya sekedar istirahata sejenak menenangkan pikiran untuk sementara, walaupun pada kenyataannya tinggal di Dusun Margowangsan sampai wafat. Yang menarik perhatian publik di sekitarnya adalah tidak diketemukannya barang wasiat miliknya yang menunjukkan seseorang adalah anak keturunannya. Yang ada adalah masyarakat di sekitar Pekuburan seperti Sawangan, Mudal, Maren, Butuh, Kebokuning dan Margowangsan tetap "nguri-uri" melestarikan ritual "Nyadran" setiap menjelang bulan Puasa Romadhon. Mereke yang datang adalah dari semua kelompok agama (Muslim & Kristen) duduk bersama memanjatkan doa (Islam) kepada Tuhan YME dengan menghadap "nasi tumpeng" dan seabreg kue basah. Tidak ketinggalan anak-anak dari Dusun sekitarnya ikut meramaikan acara "nyadranan", menambah ramainya acara ritual. 

Logika mlesitnya para Laskar Mataram pada Perpecahan dalam tubuh Kerajaan Mataram dibenarkan oleh W. van der Molen, 1997 dalam bukunya Twaalf eeuwen Javaanse literatuur dan R. Ng. Yasadipoera , 1892 dalam bukunya Babad Surakarta ingkang ugi nama Babad Gijanti bahwa sepanjang tahun 1746 – 1775 pasca dikabulkannya permintaan Van Imhoff (VOC) kepada Sunan Pakubuwana II untuk menguasai 2/3 pesisir utara Jawa dan keputusan Kerajaan untuk menunjuk Bupati  harus seizing VOC. Tercatat selama 9 tahun mulai dari peristiwa tahun 1746 tersebut diatas sampai Perjanjian Gijanti dan berakhir dengan Perjanjian Salatiga tahun 1775 terjadi Perang Saudara dalam Kerajaan Mataram dan 50 % penduduk Jawa tewas oleh saudaranya sendiri.  


      5. Bukti Petilasan 

Petilasan Para Kerabat dan Laskar Mataram yang "mlesit" dari lingkungan kerajaan adalah :

  1. Pangeran Dirgonegoro dikebumikan di Pekuburan Mudal dekat Sumber Mata Air "Mudal" dengan Nisan cukup besar dan diletakkan pada tatakan Nisan yang cukup tinggi (± 2 M).
  2. Nyai Suntiaking (perempuan) dikebumikan di Pekuburan yang sama dengan P. Dirgonegoro, namun posisi Nisannya terpisah terletak di pojok barat pekuburan dengan bentuk Nisan panjang, di sampingnya ditanam Pohon Kamboja.
  3. Mbah Posong (Pm), Mbah Gadingsari dan Mbah Kuncen, semuanya tidak diketahui namanya berturut-turut dikebumikan di Pekuburan Dusun Posong dan Gadingsari dan  menjadi satu dengan pekuburan masyarakat biasa. 


  1. Induk Trah
Ada petunjuk bahwa Induk Trah Posong adalah satu dari beberapa Laskar Mataram yang mlesit dari lingkungan Kerajaan (mohon periksa Bagan 1 pada tulisan sebelumnya Posong Sagotrah (1). Kisah selanjutnya, bahwa selama mlesit mereka tidak menunjukkan sebagai tokoh kerajaan, tetapi justru menjalani hidup sebagaimana orang awam dengan segala perlikau sebagai masyarakat kecil di pedesaan. Dalam kondisi hidup di pedesaan, hubungan baik dengan lingkungan Kerajaan tetap dipelihara dengan baik dengan melaksanakan ritual ‘sebo” ke Kasunanan di Solo (bukan Mataram Ngayogjokarto Hadiningrat) hingga tahun 1930-an (dikisahkan Mbah Mangun, Bengan Kidul, 1970).  Namun, ritual ini tidak pernah diceriterakan asal-muasal ritual, maksud dan tujuannya, keterkaitannya dengan kerabat Kasunanan. Ritual sebo tidak terrekam,  dan dipelihara sehingga lambat laun acara tersebut tidak dilanjutkan oleh generasi berikutnya.

Ibarat  atau pepatah “legi rembesing madu” atau “jika madu disaring, hasil rembesannya tetap manis juga” kira-kira artinya bahwa  ketokohan yang melekat pada seseorang pada suatu generasi redup pada generasi berikutnya, diyakini pada suatu saat akan muncul  generasi  yang  mewakili ketokohan leluhurnya.

Alkisah, ada 3 (tiga) orang bersaudara yang dikenang sebagai asal-usul “Induk Trah” tinggal di Dukuh Posong, Gadingsari dan Kuncen. Mereka bertiga selalu melakukan kontak komunikasi. Dikisahkan, bahwa alat komunikasi  yang digunakan bilamana suatu saat akan bertemu untuk merencanakan sesuatu, cukup mengetuk “dingklik” tempat untuk duduk berjemur, maka mereka bertiga segera berkumpul untuk membicarakan sesuatu.  Namun, hingga sekarang siapa nama-nama Induk Trah tidak ada yang ingat dan tidak ada bentuk rekaman yang bisa menjadi bahan penelusuran untuk didokumentasikan. Saya pernah sowan kepada Mbah Parto Posong (1970-an), menanyakan siapa nama Mbah Posong yang sering disebut-sebut induk trah, beliau hanya ngendiko “pokoke Mbah Posong, aku ora ngerti”  Yang beliau ingat, bahwa Setro Saiman adalah keturunan pertama yang berdomisili di Margowangsan dan Mbah Parto adalah cucu dari adiknya Setro Saiman “anak enom, anak tuwa”.



  1. Generasi Pertama 

Bilamana ditelusuri, dari tahun 1775 sampai tahun 2000 sudah 225 tahun atau melewati 3 generasi kalau dihitung rata-rata umur generasi 70 tahun.  Generasi pertama, yang tercatat dengan baik adalah jalur Posong yang menurunkan 11 anak. Sedangkan  jalur Gadingsari dan Kuncen tidak banyak diketahui.

Ilustrasi silsilah Induk Trah (Bagan 1) dan Generasi pertama (Bagan 2), bisa dilihat bahwa jumlah dan penyebaran domisili anak keturunannya sudah sulit untuk ditelusuri. Jika pola pembinaan tali silaturahmi seperti halnya arisan, paguyuban dan sejenisnya sudah sulit dilakukan, maka upaya minimal adalah mengembangkan wacana “kunci petunjuk” dari suatu keluarga terhadap keluarga besar.  

Kunci Petunjuk penelusuran ini dimaksudkan untuk mempermudah pengenalan dengan menyebut tokoh keluarga yang lebih dikenal atau ditokohkan oleh masyarakat sekitarnya. Tentunya penyebutan tidak mengesampingkan tokoh lain yang bisa jadi lebih senior atau status sosialnya lebih tinggi. Diharapkan dengan petunjuk kerabat ini, bagi keluarga yang akan menelusuri lebih jauh kepada keluarga dekatnya, dapat mendekati langsung kepada tokoh yang bersangkutan. Sebagai gambaran, seseorang yang sudah jauh baik tempat maupun tali silaturahmi, suatu saat ingin mendekatkan diri kembali kepada sanak saudara dekatnya, namun yang ia kenal hanya nama nenek/kakek atau personal lainnya. Dengan adanya petunjuk penelusuran ini akan mempermudah identifikasi dan meyakinkan langkah pendekatan. 

Tahun 2010, keturunan yang masih bisa diidentifikasi adalah cucu dari Keturunan Pertama yang masih sugeng sudah berusia diatas 70 tahun-an atau buyut pada usia 50 tahun-an.

Berikut Kerabat Trah Jalur Induk Posong dan Kuncen yang masih bisa diidentifikasi. Sedangkan Jalur Gadingsari belum ditampilkan di Blog ini karena sangat kurang informasi.


Jalur Induk Posong :

Jalur Induk Posong, oleh karena saya ada pada posisi jalur tersebut, maka pencatatan yang diperoleh dari mBah Sahli Slamet Dampit Mertoyudan dan rekam Bapak Suharto Ngaglik nDuwur tahun 2007 dapat diperiksa Bagan 2 Silsilah Induk Pertama Posong Sagotrah pada tulisan sebelumnya. 

Daftar Identifikasi Kerabat dari Jalur Induk Posong dan Kuncen pada tahun 2010, disajikan sbb :

1. Kerabat mBah Setro Saiman (Margowangsan/Gangsan)
(1)          mBah Selar (Gangsan) : Keluarga mbah Isah, Pak Guru Sutrisno (Gangsan)
(2)          mBah Darmin (Gondang Lor) : Keluarga mBah Suharto (Gondang Lor), Pak Suyono 
               Pak Darsono (Wonolobo)
(3)          mBah Sri (Talaman) : Keluarga mBah  Sri Help (Margowangsan)
(4)          mBah Kartowiryo (Gangsan) : Keluarga Pak Guru Samidi (Gangsan), Suyatmi (Pondok Gede    Jakarta). Periksa Silsilah Kerabat Kartowiryo pada Tulisan Posong Sagotrah (3)
(5)          mBah Rus (Gangsan) : Hilang pada jaman perang kemerdekaan
(6)          mBah Tambeng (Gangsan) : Keluarga mBah Supo/mBah Minem (Gangsan).


Bagan 3. Silsilah Setro Saiman Anak Pertama Induk Trah Posong Sagotrah 
(Mhn di-klik untuk melihat detail tulisan lebih besar)



2. Kerabat mBah Joyo (Posong)
(1)          mBah Kuncung (Bendan) : Keluarga mBah nDuk/Pak Santoso RSU Muntilan (Bendan)
(2)          mBah Mardi (Butuh Kulon) : Pm
(3)          mBah Cokro Kamto (Butuh Kulon) : Keluarga Pak ngGolo (Santan)
(4)          mBah Sumini (Kebokuning) : Keluarga Pak Sukardi (Kebokuning)

3. Kerabat mBah Kartorejo (Posong)
(1)          mBah Darmi (Bantul) : Keluarga mbah Wiro/Mayor (purn) Sunarno (Gangsan)
(2)          mBah Karto Atmojo (Magelang) : Tidak diketahui
(3)          mBah Karto Wardoyo (Purworejo) : Tidak diketahui
(4)          mBah Kus (Purworejo) : Tidak diketahui
(5)          mBah Niti (Posong) : Pak Widodo/Pak Lurah Widianto (Butuh Kulon)

4. Kerabat mBah Rusmin (Popongan) :
Keluarga Kontho (Popongan)

5. Kerabat mBah Karto Duryo (Posong)
(1)          mBah Pm (ngLampu/Pager) : Tidak diketahui
(2)          mBah Mangun (Butuh Kulon) : Keluarga Bpk Nasikin (Butuh Kulon)
(3)          mBah Mul (Mungkidan) : Keluarga mBah Suwarno (Mungkidan)
(4)          mBah Madi (Transmigrasi ke Sumatera) : Tidak diketahui
(5)          mBah Parto (Posong) : Keluarga mBah Ir. Sutrisno (Yogyakarta)
(6)          mBah Sardi (Purworejo) : Tidak diketahui
(7)          mBah Murman (Posong) : Pastor pm (Depok, Jakarta)
(8)          mBah Muryam/kembaran mBah Murman (Kebokuning) : mBah Harjo Surono (alm), 
              Pak Sodik (Putusibau, Kalbar)
(9)          Pm (Tampir Wetan) : Keluarga Pak Guru Rubiyoto, Ibu Sulisah (Tampir Wetan).
(10)      mBah Parinem (Posong) : Keluarga Pak Widianto (Tlatar)
(11)      mBah Projo (Posong) : Keluarga mBah Projo (Posong).    

6. Kerabat pm (Mawungan)
Belum diketahui

7. Kerabat mBah Niti (Plalangan, Sawangan)
Tidak diketahui

8. Kerabat mBah Pawiro (Gadingsari)
(1)          mBah Diro (Jetis) : Tidak diketahui
(2)          mBah Mul (Senden) : Tidak diketahui
(3)          mBah Dalilah (Gading) : Keluarga Pak Koco (Gadingsari)
(4)          mBah Saparman (Bengan Lor) : Keluarga mBah Guru Parman (Bengan Lor)
(5)          mBah Mardi (Yogyakarta) : Tidak diketahui

9. Kerabat mBah Karto Dimejo/Mbah Lurah (Posong)
(1)          mBah Pucung (Ngaglik Ngisor) : Keluarga Bapak Suherman (alm) (Ngaglik Ngisor),Keluarga Bapak Suparman (Bulu)
(2)          mBah Karto Karsini (Ngaglik nDuwur) : Keluarga bapak Suharto (Ngaglik nDuwur)



Jalur Induk Kuncen :

1.       Kerabat mBah Ireng (Kuncen, Bengan Lor)
(1)          mBah Darsi (Bengan Tengah)


2.       Kerabat mBah Bagong
(1)          mBah Bagong (Surabaya), Sri/Slamet (Gangsan)


Bersambung pada tulisan berikutnya 








POSONG SAGOTRAH (3)

Silsilah Kerabat Kartowiryo & Daftar Kerabat Kartowiryo Saat Ini


1.    Maksud

Penulisan  Sekilas Kerabat Kartowiryo sebagai anak sulung Induk Trah Posong yang bermukim di Dusun Margowangsan - Sawangan - Magelang sudah sangat jelas pohon keturunan dari silsilah Posong Sagotrah  bermaksud ingin mengemukakan Nama-nama dan Domisili Kerabat yang ada saat ini (2010). Secara factual kerabat Kartowiryo relatif sering ketemu baik di kampung Margowangsan maupun di Jakarta yang dilakukan pada acara Lebaran atau Natalan.

 

2.    Ruang Lingkup

Penelusuran jejak keturunan secara keseluruhan dalam Kerabat Kartowiryo masih dalam tingkat “buyut” dari generasi saat ini, sehingga penelusuran sangat mudah.

Kendala kesulitan terjadi pada identifikasi detail terhadap keluarga yang secara kebetulan merantau ke Kota-kota di luar Pulau Jawa, sehingga data tidak bisa secara utuh menyajikan informasi keberadaan seutuhnya keluarga sampai pada anak cucu “canggah/anak buyut”.

Diharapkan tulisan ini dapat menjadi bahan penelusuran bagi siapa saja bilamana suatu saat berkeinginan menjalin tali silaturahmi yang lebih akrab dan lebih indah dalam rangka melengkapi bangunan pohon keturunan Posong Sagotrah.  

 

3.    Referensi

         Penelusuran Kerabat Kartowiryo dilakukan dengan wawancara kekeluargaan terhadap Mbah Sahli Slamet Dampit – Mertoyudan (2006 - 2008). Beliau ini terlihat sangat kuat ingatannya dalam merekam peristiwa-peristiwa masa lalu dan merupakan Pelaku Sejarah yang disegani dalam kerabatnya. Nama-nama pelaku sejarah untuk referensi pendataan adalah sbb :
a)    Mbah Sahli Slamet, Dampit Mertoyudan (2006)
b)    Bapak saya Pak Guru Samidi, Margowangsan (2009)
c)    Pak Lik saya Pak Sugeng, Purwokerto (1991)
d)    Pakde Turmudi putra Mbah Marsan - keturunan dari Buyut Selar di Tangerang - Banten.


4.    Penuturan Pinisepuh Sekitar Kerabat Kartowiryo

       Canggah Kartowiryo adalah Anak dari Induk Trah Posong yang menurunkan 6 (enam) keturunan. Kartowiryo hidup pada tahun 1880-an s/d 1940. Dalam  kehidupan bermasyarakat anak sulung Induk Trah ini dikenal sebagai manusia pemberani dalam menghadapi massa sekaligus sebagai Tokoh yang memegang kejujuran. Sudah barang tentu keberanian tersebut karena didukung ilmu kanuragan yang mumpuni.

         Ada apa dengan ilmu kanuragan?
       Jika zaman sekarang ketokohan ditunjukkan dari derajat formal sebagai Pejabat Negara, Pejabat Perusahaan atau Swasta serta kesuksesannya dalam kewirausahaannya, maka kala itu ketokohan seseorang ditunjukkan dari kemampuannya olah kanuragan dan kepiawaiannya menggaet Artis Tradisional (Ledek). Dikisahkan, bahwa suatu saat Mbah Karto menonton wayang kulit di Surabaya yang sebagian besar penontonnya adalah orang Madura. Pada saat Ki Dalang menampilkan Raja Mandura (Baladewa), maka adat orang Madura jika Baladewa dimainkan, maka seluruh penonton yang semula pada berdiri harus duduk, menghormati Sang Wayang Idolanya. Nah, Mbah Kartowiryo tidak mau duduk, maka seketika itu dihakimi massa dengan menggunakan senjata aslinya Clurit. Berkat keampuhan ilmunya, maka Mbah Karto tidak lecet sedikitpun dan massa pada mundur melihat manusia yang dikeroyok massa dengan senjata tajam kok tidak mati. Masih banyak lagi kisah-kisah yang tidak ditulis disini menyangkut sepak terjang peri kehidupannya Mbah Kartowiryo dan anak-anaknya yang masih menyukai ilmu kanuragan tersebut diatas. Silahkan disimak Bagan 4. Kerabat Kartowiryo.

         
         Mbah Kartowiryo mempunyai 6 anak yaitu : 
  1.        Mbah Irah/Ngadinem (Gangsan) yang menurunkan Samidi (Gangsan), Kuru (Dampit), Sugeng (Purwokerto): 
  1. Mbah Urip (Banyakan, Mertoyudan) tidak ada keturunan;
  2. Mbah Djuweni (Lampung), menurunkan Sukri (Lmpg), Sukir (Lmp), Suroso (Lmp)
  3. Mbah Slamet Sahli (Dampit), menurunkan Melik (Dampit, Melok (Purwokerto), Siswono (Purbalingga) dan Siswanto (Jakarta).
  4. Mbah Amin Udotaruno, menurunkan Siti (Jakarta), Suyatmi (Jakarta), Sukarni (Jakarta), Sarmini (Jakarta), Suyono (Bendan), Sudari (Padang) dan Sugi (Bendan)
  5. Kimpul, menurunkan Sudadi (Jakarta)

Silsilah Keluarga Kartowiryo

Keluarga Mbah Kartowiryo ini tersebar mulai dari Dusun Gangsan, Bendan, Mertoyudan, Lampung dan keluarga terbesar di Jakarta dari keluarga Mbah Amin Udotaruno. 
Pada tahun 2010, dari 6 bersaudara tersebut diatas yang masih sugeng tinggal Mbah Amin pada usia sekitar 90 tahun (kelahiran tahun 1920). Dengan "agemanipun" dan falsafah hidup "simply living" narimo ing  pandum" beliau diberi kesehatan dan usia cukup panjang. Namun, semuanya adalah upaya dan takdir Allah, semoga dalam usianya yang panjang tetap didampingi dengan kebahagiaan bagi seluruh anggota keluarganya, amin.  


Kami mengharapkan adanya masukan tanggapan terhadap diagram tersebut. Bisa jadi ada yang belum tercover atau kurang lengkap. Llebih indah lagi jika ada keluarga yang memberikan masukan model IT yang bisa meningkatkan penampilan atau memudahkan akses komunikasi kepada seluruh keluarga besar.

Kerabat lainnya dari Kerabat Setro Saiman seperti Silsilah Mbah Selar dan Mbah Tambeng (Istri Mbah Supo Taruno) akan ditampilkan pada Tulisan berikutnya.

Catatan :
Adapun Kerabat Setro Saiman yang masih gelap belum bisa ditampilkan adalah Kerabat Mbah Darmin Gondang Lor Kec. Mungkid.


Berlanjut ke Tulisan berikutnya

2 komentar:

Damar.as mengatakan...

Kita himpun gugon tuhon cerita getok tular, untuk melengkapi tulisan dan dapat dibaca oleh anak keturunannya. Sukur-sukur ada yang berinisiatif membuat Lembaga agar terurus pengelolaannya..

Unknown mengatakan...

nama kakek saya R.karto atmojo,nama ayah Rs sudarmo atmojo trus nama dari saudara ayah saya Rs sudarto;Rs sudarjo mautanya apakah termasuk dari yrah tersebu?