15 Jul 2015

Ritual Ibadah Puasa Ramadhan dan Lebaran

Mohon maaf kepada Ibunda atau Ujung
Lain padang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya, begitulah salah satu peribahasa populer. Bagi masyarakat Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara memiliki karakterisktik yang unik dalam merayakan hari kemenangan setelah sebulan penuh melaksanakan kewajiban berpuasa Romadhan sebulan penuh lamanya. 

Masyarakat muslim Melayu dalam melakukan ritual terkait dengan sangat dipengaruhi adat kebiasaan dan budaya setempat. Masyarakat  Sawangan - Magelang memiliki keunikan tersendiri dalam melakukan ritual terkait dengan pelaksanaan puasa Romadhan, meliputi sbb :


Padusan
Padusan berasal dari kata "adus" yang berarti mandi yang dilakukan pada sehari sebelum hari pertama puasa.  Yang dimaksud mandi disini adalah mensucikan diri sebelum menjalankan ibadah wajib puasa. Padusan dilaksanakan di "sendang" kolam dengan sumber air dari mata air yang keluar dari dalam tanah langsung "water spring" yang lokasinya tersebar di beberapa cekungan lahan yaitu : Sendang Tumpang di Dusun
Rebutan Sego Megono saat setelah Sholat "Ied
Tumpang, Sendang Semaren di Dusun Semaren dan Sendang Mudal di Dusun Mudal. 
Masyarakat melakukan padusan dengan cara menceburkan diri dan berenang sekenanya. Seluruh tubuh termasuk rambutnya dicuci, sebagai lambang kesucian fisik sebelum melakukan ibadah puasa pada keesokan hari dan seterusnya. Untuk padusan di Sendang tumpang masayarakat sudah dibuatkan pancuran dan tidak menceburkan ke kolam.
Bagi yang tidak sempat padusan di sendang tersebut diatas masayarakat melakukan padusan di pancuran-pancuran yang dibuat di  pinggir perkampungan atau kolam-kolam warga yang dibuat sedemikain rupa agar dapat dialirkan ke pancuran untuk keperluan mandi.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan kemajuan sosial, padusan sudah jarang dilakukan di Sendang oleh masyarakat secara umum. Warga sudah membuat rumah dengan tipe bangunan modern yang dilengkapi dengan kamar mandi dan toilet, sehingga mereka melakukan padusn di rumah masing-masing.

Tadarusan
Tadarus atau membaca Al-Qur'an secara bersama-sama di dalam masjid yang dilakukan setelah menjalankan Sholat Isha' dan Sholat SunnahTarawih. Tadarusan dilakukan secara bergantian sambung menyambung hingga selesai 30 Jus atau seluruh isi kitab Al-Qur'an yang disebut "khatam". Dalam satu bulan puasa Ramadhan bisa satu atau dua kali khatam.

Sebagai penyemangat kegiatan sholat tarawih dan tadarus, warga secara bergantian menyumbangkan minuman kepada para jamaah sholat dan peserta tadarus yang berupa "jaburan". Jaburan adalah sejenis minuman yang dibuat dari kelapa muda dan gula kelapa yang disuguhkan kepada peserta sholat tarawih setelah sholat tarawih. Jaburan dibuat oleh sejumlah warga secara bergilir, seluruh warga mendapat giliran membuat jaburan sehingga selama bulan Ramadhan peserta sholat tarawih akan dijamin mendapat sajian minuman hangat setelah sholat tarawih.
Bagi warga yang mampu, penyajian jaburan disertakan kue-kue secukupnya. Bilamana jaburan masih tersisa setelah dibagikan kepada peserta tarawih, masih bisa dibagikan kepada penggiat "tadarus Al-Qur'an" hingga larut malam selesai tadarus.  

Gugah-gugah Sahur
Selama bulan puasa, setiap malam secara bergantian sebagian warga berkeliling kampung dengan membawa "penthongan" membangunkan warganya untuk bangun memasak mempersiapan makan sahur. Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan menabuh bedug bertalu-talu yang disebut "tabuh tidur" sampai batas waktu menjelang sahur. 
Seiring dengan perkembangan teknologi, maka gugah-gugah sahur dengan tetabuhan keliling kampung tidak dilakukan lagi tergantikan dengan suara "laught speaker" di masjid-masjid, seruan membangunkan warga sudah bisa menjangkau seluruh perumahan.

Selikuran
Dalam mengamalkan ibadah puasa ada hari-hari khusus yang diperlakukan secara tradisional, misalnya pada malem puasa ke-21 atau dalam bahasa Jawa "selikur", maka warga membuat lampion tradisonal dari bambu yang dibungkus kertas transparan yang disebut "Ting" atau "Damar" atau "Lentera". Menurut tetua di kampung, Ting dibuat dalam rangka menyambut "lailatul qodar" maka setiap rumah dipasan Ting dengan harapan dengan terangnya perumahan maka lailatul qodar akan lebih mudah hadir. 
Seiring dengan perkembangan teknologi, dengan masuknya aliran listrik masuk pedesaan, maka Ting sudah ditinggalkan, warga menerangi rumahnya dengan lampu listrik.

Kirab Takbir
Hingga saat ini kirab atau arak-arakan pada malam hari dengan membawa "oncor" atau obor bambu menjelang lebaran dengan membawa tetabuhan, warga melakukan dengan keliling perkampungan, bahkan keliling jalanan dalam satu kecamatan dengan membawa kendaraan roda-4 dan roda-2. 
Bagi sebagian warga, kirab dibarengi dengan menyulut petasan. Namun untuk menjaga ketertiban petasan tidak lagi diperkenankan disulut di sembarang tempat, apalagi di dalam kerumunan masyarakat yang antusias melakukan kirab.

Takbir Malam di Masjid
Pada hari terakhir puasa Romadhan, warga masyarakat berharap-harap cemas menantikan pengumuman "sidang isbath" Pemerintah lewat media Televisi, untuk memastikan apakah esok harinya benar-benar sudah lebaran atau masih harus puasa. Begitu Pemerintah mengumumkan esok harinya lebaran, maka warga berramai-ramai menyalakan obor yang dipersiapkan sebelumnya, melakukan kirab atau arak-arakan sambil melantunkan takbir dan tahmid : "Allahhu akbar, Allahhu akbar, Allahhu akbar, Allahhuakbar wa lillahilham". 
Bagi yang tidak menngikuti kirab, maka sebagian warga melantunkan takbir dan tahmid di dalam masjid, hingga larut malam bahkan hingga pagi hari mejelang sholat Subuh.

Kenduri dan Rebutan Sego Megono
Sebagai rasa syukur kehadhirat Allah bahwa puasa telah dilaksanakan sebulan penuh, warga menyiapkan kuliner khusus lebaran untuk disajikan setelah selesai sholat "Iedul Fitri" di masjid yang disebut "megono".  Resepnya sederhana hanya nasi, parutan kelapa muda, sayuran dan ikan teri, ditambah dengan telor dan ayam bagi sebagian warga yang bersedia melengkapinya.

Megono disajikan dalam "ancak" atau lengser atau waskom, disajikan untuk dimakan bersama-sama di teras masjid setelah diberi doa oleh seorang tetua Agama setempat, beberapa saat setelah sholat Iedul Fitri selesai. Warga yang ikut dalam makan bersama sego megono adalah seluruh warga yang hadir sholat "Ied" dengan mengambil megono ditaruh di daun-daun pisang yang disediakan sebelumnya.

Tidak ada referensi khusus asal-usul Kenduri Sego megono pasca sholat "Ied". Para tetua kampung hanya menjelaskan bahwa ritual tersebut adalah bentuk rasa syukur warga atas suksesnya pelaksanaan puasa romadhan tanpa ada halangan apapun mulai dari hari pertama hingga hari terakhir puasa.

   

Menaikkan Balon
Balon plsatik mengudara
Balon asap dibuat dari lembaran plastik yang disatukan dengan menggabungkan ujung-ujungnya dan dibuat menyerupai balon dengan ukuran tertentu. Sebagai sumber asap pada awalnya warga menggunakan asap minyak tanah untuk diisikan kedalam ruangan bola plastik hingga ruangan dalam bola plastik penuh.
Untuk stabilisator agar balon plastik tetap berada di dalam ruangan balon pada saat mengudara, maka dibuatlah bola kain yang direndam kedalam minyak tanah yang disebut "asep". Asep inilah yang akan menjaga agar asap yang terkumpul di dalam ruangan bola plastik tetap berada di dalamnya sampai pada ketinggian tertentu asep mati, asap dalam balon plastik keluar ruangan dan balon plastik jatuh ke tanah.
Balon plastik biasanya disertai sejumlah petasan TNT, sehingga petasan akan tersulut dan pecah pada ketinggian tertentu. Akhir-akhir ini petasan TNT diganti dengan kemasan gas karbit yang dibungkus kedalam kantong plastik kemudian dihubungkan dengan sumbu. Pada saat sumbu sampai dipinggir kantong gas karbit, maka meletuslah gas karbit dengan dentuman yang menggelegar dan lebih aman.

Sungkeman atau Ujung

Tibalah saatnya setelah sebulan penuh berpuasa, maka anak-anak sungkem kepada orang tua, saling maaf memaafkan antara saudara, teman dan famili. Sungkeman merupakan momentum paling mengharukan yang dinanti-nantikan dalam acara tahunan untuk saling memaafkan diantara individu. Bagi masyarakat Sawangan - magelang acara ini tidak terbatas untuk warga muslim, tetapi seluruh sanak keluarga "guyub" untuk saling memaafkan. 
Momentum inilah yang membuat "ritual lebaran" tidak bisa digantikan dengan ritual-ritual pada hari selain 1 Syawal. 

Acara ujung anak-cucu kepada Orangtua se-famili, pakai baju baru 
Pertama kali di pagi hari di internal keluarga melakukan sungkeman anak-cucu kepada orangtua dan antara cucu dengan cucu, anak dengan anak di internal keluarganya sendiri.
Setelah sungkeman di internal keluarga selesai, maka dilakukan sungkeman dengan para tetangga di sekitar rumahnya dan kepada orangtua-orangtua di kampungnya mulai dari yang masih ada hubungan famili kemudian meluas kepada seluruh warga sekampung.

Hari Lebaran 'Iedul Fitri adalah daya tarik yang luar biasa sanak saudara yang berada di luar daerah bahkan di luar pulau menyempatkan diri pulang kampung (mudik) untuk bertemu dengan orangtua dan saudara dan famili serta handai taulan di kampung halaman. Saudara dan sanak famili yang sudah lama tidak berjumpa bisa bernostalgia di rumah orangtuanya masing-masing dengan makan-makan bersama dan berbagi cerita suka duka selama tidak bersama-sama keluarga.

Temu keluarga lengkap, ayah/ibu bersama anak-anaknya, lebaran 2015
Pada kesempatan ini pula mereka yang merasa pernah berkumpul dan berada dalam satu wadah, apakah satu kawan almamater satu angkatan di tingkat SD, SMP, SMA atau se-Fakultas berkesempatan mempererat tali silaturahim dengan acara kumpul-kumpul di suatu tempat "re-union".   

Dampak sosiologis secara nasional adalah terjadinya penumpukan arus transportasi di sejumlah ruas jalan, menumpuknya warga masyarakat di Bandara Udara, di suatu tempat untuk mudik bersama, terjadinya lonjakan harga kebutuhan pokok secara nasional, bahkan melonjaknya transaksi barang-barang konsumtif utnuk keperluan lebaran. 

Inilah salah satu potensi ekonomi yang luar biasa dari adanya penduduk muslim terbesar dan pengaruhnya dalam dunia transportasi, industri tekstil, perdagangan dan kemajuan sosial budaya.  

Subhanallah.