8 Sep 2016

Free Convert File PDF to JPG dan Risizing File PDF

Pembaca yang budiman,

Mari kita sharing pengetahuan terkait dengan rubah-merubah format file. Kadang kita ingin mengubah file dengan format PDF untuk dijadikan JPG untuk keperluan upload gambar yang mensyaratkan harus dalam format JPG. Namun kita kadang terbentur subscription sehingga untuk mengkonversi dari file PDF ke JPG masih perlu waktu. 

Dibawah ada aplikasi yang menyediakan free converter alias "gratis"

Silahkan Klik link dibawah :

Convert PDF to JPG for free : Simply an online, free PDF to JPG converter. Get the job done in a few seconds.

Atau bisa ditulis ke alamat situs : http://convertonlinefree.com/PDFToJPGEN.aspx


Setelah kita konversi menjadi JPG, ternyata memorynya terlalu besar untuk di-upload ke format permohonan online, sehingga terlebih dahulu PDF kita turunkan memorynya (resize) menjadi memory yang lebih kecil, kemudian kita konversi ke JPG.

Inilah aplikasi sederhana dan mudah untuk menurunkan file PDF anda :

 http://www.reducepdfsize.com/

Cukup Klik, lihat folder File, pilih Add file langsung file anda memorynya turun dan disimpan di folder khusus, disitulah file hasil "resizing" berada.

19 Mei 2016

"Margowangsan Karang Abang (lautan api) Sebuah Palagan yang Terlupakan



Ilustrasi pembakaran perkampungan (bukan situasi sebenarnya kurban pembakaran Belanda th 1947)
Introduksi



Tulisan ini adalah Fakta Sejarah bukan Fiksi. Saya menulis kisah ini karena terisnpirasi dari tayangan salah satu Stasion TV Swasta yang menayangkan kisah perjuangan masyarakat yang berjudul “Membuka Tabir antara Karawang dan Bekasi”. Gigihnya perjuangan dan gugurnya ribuan pahlawan tak dikenal di daerah tersebut, seharusnya Negara memberikan suatu apresiasi perhatian khusus kepada masyarakat dan lokasi peristiwa, apakah berupa monumen perjuangan atau bentuk lain, justru terlupakan dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.



Sejarah mencatat bahwa pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, secara defakto di dalam diri masyarakat telah tertanam bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 telah terlahir Bangsa Indonesia. Setiap orang yang tinggal di wilayah Indonesia teguh mempertahankan kemerdekaannya dari kolonisasi Bangsa Belanda dan bertekad mandiri, apapun resiko yang akan terjadi.



Bagi Bangsa kolonial, baik Belanda, Inggeris dan Jepang mereka hanya mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia secara de-yure (formal) setelah ada perjanjian dan diakui kesepakatan kemerdekaan. Beberapa kali Konferensi atau Perjanjian antara Pemerintah Belanda dengan Aktifis Indonesia dan terakhir Konferensi Meja Bundar di Den Haag th 1949, bahwa bahwa Bangsa Indonesia tetap pada pendiriannya ingin mandiri, merdeka terlepas dari kekuasaan bangsa lain. Walaupun secara de yure Indonesia merdeka tahun 1949, tetapi dalam diri setiap warga Indonesia tetap mengakui secara de fakto bahwa Indonesia merdeka sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Akal bulus Belanda untuk menancapkan kuku kekuasaannya untuk menundukkan bangsa Indonesia telah dimulai sejak Perjanjian Giyanti (1779) dengan hegemoni kekuasaannya dalam menentukan pilihan Bupati di seluruh wilayah Mataram. Juga dalam Perang Diponegoro yang berakhir dengan "penipuan" perundingan/penangkapan Pangeran di Kota Magelang yang melibatkan laskar pemuda dari daerah Kab. Magelang sebagai pengiring sang Pangeran. Pemerintah Belanda merasa kesulitan menghadapi perlawanan rakyat Indonesia yang bergerak massif dan sporadis. Perang atau “clash” yang terjadi pasca proklamasi semakin sengit.



Pemerintah Hindia Belanda pun tidak menyerah begitu saja. Pemerintah Belanda justru banyak merekrut putera-putera pribumi untuk berperang melawan bangsanya sendiri (politik adu domba).




Perjuangan Anak Cucu Laskar Mataram


Jika ditarik garis lurus Dusun Margowangsan dan sekitarnya hanya berjarak 15 Km dari Kota Magelang, Ibukota Karesidenan Kedu pada jaman pendudukan kolonial Belanda.



Masyarakat Sawangan – Magelang khususnya Dusun Margowangsan dan sekitarnya sudah mengenal kelicikan Belanda sejak adanya intervensi Belanda dalam Perjanjian Giyanti dan drama Perundingan Perundingan antara Pemerintah Belanda dan P. Diponegoro di Kantor Karesidenan Kedu di Magelang. Pengawal setia Pangeran Diponegoro, Sentot Prawirodirdjo akhirnya pun juga tertangkap di daerah Sawangan. Namun, para pengikutnya tidak tinggal diam. Pada waktu-waktu tertentu para sahabat dan anak keturunan Sang Pangeran melakukan penyerangan secara gerilya ke tangsi-tangsi Belanda di Kota Magelang. 
 

Konon menjelang clash kedua tahun 1949 Belanda merencanakan penyerangan massif di beberapa kota besar pusat-pusat perlawanan rakyat kepada Pemerintah Belanda seperti di Ambarawa, Surabaya, Magelang, dll untuk menunjukkan eksistensinya sebagai Pemerintah Hindia Belanda yang masih eksis di negeri ini. 
Tidak luput daerah kantong kekuatan perlawanan rakyat Kecamatan Sawangan yang berpusat di Dusun Margowangsan menjadi salah satu sasaran penyerangan, tepatnya dengan membumihanguskan ruma-rumah yang dicurigai sebagai tempat persembunyian Laskar Kemerdekaan.



Kenapa Margowangsan...



Pertama, Dusun Margowangsan dan sekitarnya sebelum Perang Diponegoro sudah dihuni oleh tokoh Mataram pasca Perjanjian Giyanti dari keluarga dan sahabat Paku Buwana-III  yang notabene merupakan kelompok yang menentang isi perjanjian. Artinya, sudah ada bibit turun-temurun bahwa nenek moyang masyarakat Dusun ini “Anti Belanda”. Dalam perkembangannya, pemuda-pemuda dari dusun ini bersama dengan Laskar dari beberapa tempat sering melakukan penyerangan ke Tangsi-tangsi tentara Belanda di Kota Magelang. Secara tidak langsung mereka para pemudanya terdidik berpolitik untuk memerangi Pemerintah Belanda.



Kedua, Pasca Peperangan Diponegoro yang berakhir dengan drama pengkhianatan dengan menangkap Pangeran Diponegoro, semakin memperruncing perasaan dendam kusumat. Otak culas Belanda mengkhianati suatu perjanjian tidak bisa dihapus dan semakin membakar semangat menggangu Tangsi-tangsi Belanda di Kota Magelang. 

Tercatat keluarga dan Sahabat Pengeran Diponegoro banyak yang tinggal domisili di Margowangsan dan sekitarnya, mis : R. Djojonegoro, R. Dirgonegoro, Ny. Suntiaking, R. Hdinegoro, R. Dipokusumo, dll yang hidup bersama masyarakat pedesaan dengan menyamarkan nama dan identitasnya. Anak cucu mereka ini secara turun temurun gigih memperjuangkan kemerdekaan dengan berbagai bentuk partisipasinya.



Ketiga, Dusun Margowangsan adalah Pusat para gerilyawan tangguh dan mumpuni dalam bertempur. Dari Dusun ini banyak lahir Tokoh-tokoh sakti, pemberani dan didukung oleh pengaruh yang kuat di masyarakat serta kekayaan secara materi diatas rata-rata kekayaan masyarakat pedesaan di sekitarnya. Banyak rumah-rumah tembok besar dan pekarangan luas yang menggambarkan kekuasaan materi melebihi Dusun-dusun di sekitarnya.

Pasca proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia merintis kekuatan rakyat dengan membentuk satuan keamanan yang berasal dari pemuda laskar, banyak pemuda dusun ini yang mendaftar menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sebelumnya anggota TKR juga sudah ada yang menjadi KNIL pada penjejahan Belandan dan Heiho pada jaman penjajahan Jepang. Kelompok ini sangat militan dan aktif melakukan penyerangan ke Tangsi di Magelang. Tercatat beberapa pemuda anngota TKR di Dusun Margowangsan mis : Tamyis, Hilal, Sapar, Pawiro, Suwito, Ahmad dan masih banyak lagi. Mereka adalah para Laskar tangguh yang diincar untuk dihabisi Belanda.





Belanda Membumihanguskan Dusun Margowangsan



Pemuda laskar yang tergabung dalam TKR mencium adanya rencana gerakan Belanda yang akan membumihanguskan Dusun Margowangsan. Tiga hari sebelum penyerbuan Warga pedusunan sudah mengungsi. Sebagian besar mereka mengungsi ke Desa Jati yang berjarak sekitar 5 Km kearah Timur laut Dusun Margowangsan dan sebagian kecil mengungsi di lobang di tengah aliran irigasi Bendungan Kali Krasak yang jalurnya melewati lahan cadas.



Pada suatu hari (lupa tanggal dan bulan) tahun 1947 datanglah tentara Belanda ke Dusun Margowangsan mencari Tokoh-tokoh Pemuda yang diduga sering melakukan penyerangan ke Tangsi Belanda di Magelang. Boro-boro menangkap otak pelaku gerilya (extreemist), Belanda tidak menemukan satu orang pun yang tinggal di Dusun ini. Semua rumah sudah ditinggal mengungsi oleh penghuninya, tidak tahu warga lari kemana.



Kemarahan Belanda karena tidak menemukan ekstrimis, maka mereka membakarnya sebagian rumah-rumah yang dicurigai sebagai tempat persembunyiannya. Tercatat rumah yang dibakar sebanyak 49 (empatpuluh sembilan) rumah dari 78 total rumah di Dusun Margowangsan. Tercatat 4 (empat) unit Rumah Mbah Supo yang notabene merupakan rumahnya Mbah Tamyis salah satu Anggota TKR dibakar tetapi khusus rumah khusus Mbah Supo utuh, berkat kesaktian yang dimiliki beliau. Semua rumah yang dibakar terindikasi sebagai rumah-rumah para pemuda Laskar yang aktif sering melakukan penyerangan ke Tangsi Belanda di Magelang, seperti sudah ada ditandai oleh mata-mata Belanda.
 

Peristiwa pembakaran rumah Dusun Margowangsan tidak berdiri sendiri. Pasti ada informasi spionase sebelumnya yang sampai ke telinga Belanda. Para Pemuda Laskar pun bekerja siang malam mencari mata-mata "spion" dibalik pembakaran rumah oleh Belanda. Tertangkaplah seorang warga penghuni dusun yang kebetulan dari etnis “Ambon” dan diadili secara adat dengan segala sangsinya di Rumah Mbah Supo.



Sudah barang tentu pembakaran rumah bagi warga Pedusunan yang termasuk golongan masyarakat mapan secara sosial ekonomi merasa terpukul. Rumah-rumah gedung megah dengan pekarangan luas hangus seketika. Banyak warga khususnya para kaum ibu-ibu yang stress, jatuh sakit dan meninggal akibat “peristiwa bumi hangus tahun 1947”.



Mereka ingin melupakan peristiwa tersebut diatas. Seluruh dinding dan fondasi rumah dirobohkan. Hanya satu gedung yang ditinggalkan sebagai kenangan yaitu Rumah Mbah Karto Dimedjo yang terletak di sebelah timur selatan jalan yang dibiarkan tetap berdiri menyisakan kenangan kekayaan masa lalu.





Kontribusi Perjuangan Berlanjut


Margowangsan sebagai Dusun sekaligus Pasar pusat transaksi tradisional yaitu Pasar Besar Ngesengan. Peristiwa pembakaran tahun 1947 bagi Belanda bukan titik terakhir. Belanda mengincar tokoh-tokoh militan dari Dusun ini dan Belanda mengirim mata-mata.



Para laskar pun sudah berpengalaman menghadapi situasi perang. Mereka terdidik secara alami sejak dari kecil. Suatu hari Para Laskar berhasil menangkap mata-mata Belanda yang tengah beroperasi dan langsung dieksekusi dan dikubur di sebelah selatan Pasar. Kuburannya masih ada dan dipelihara oleh salah seorang warga hingga sekarang.

Perjuangan pinisepuh dalam kontribusinya ikut berperang melawan penjajah menginspirasi generasi berikutnya untuk tetap berkontribusi dalam perjuangan membela keamanan negara
Dusun Margowangsan pada jaman kemerdekaan dikenal sebagai basis koordinasi para Laskar untuk menghadapi clash Belanda. Tercatat dalam ingatan pinisepuh, bahwa salah satu rumah dekat Masjid tepatnya rumah Bapak Guru Saljum yang dikenal sebagai salah satu anak keturunan R.Djojonegoro (adik tiri P. Diponegoro), kemudian di rumah Bpk. Suparman (Bulu - Podosoka) digunakan sebagai basis TKR dan Laskar dari berbagai daerah. Pada jaman perjuangan, beberapa petinggi negeri dahulu pernah bermarkas di dua rumah ini a.l Sarwo Edhywibowo (alm) mantan Pangkostrad, R. Sudharmono (alm) mantan Wapres RI, dll.
 
Jangan disalahkan bilamana anak-anak muda baik laki-laki maupun perempuan banyak yang mendaftarkan diri masuk lembaga kemiliteran dan sebagian terjun ke bidang politik dan bertugas di Pemerintahan. 



Implikasi Pembakaran Dsn Margowangsan bagi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pedusunan


Secara kebetulan penangkapan dan pembantaian Spionase Belanda oleh Pemuda Laskar yang dikubur di dekat Pasar Ngesengan. Secara psikologis massa di pasar terpengaruh oleh peristiwa kematian “rojopati” seorang spion Belanda dengan segala bentuk berita yang berkembang. Secara tidak disengaja bahwa pengaruh peristiwa tersebut diatas membawa perkembangan massa yang semakin hari semakin surut minat para pembeli dan penjual yang datang ke Pasar.



Terakhir penampakan 2 (dua) Los Pasar masih terlihat pada tahun 1970, 1 Los Pasar berubah menjadi Gedung Sekolah Dasar, 1 Los Pasar Gudang Garam berubah menjadi Pos Pelayanan Malaria dan akhirnya mati sama sekali setelah Rezim Pemerintahan Presiden Soeharto mulai membangun Rumah Dinas Camat, Markas Sektor Polisi, Markas Komando Rayon Militer, Rumah Dinas Dokter berikut Paramedis dan Lokasi Pengungsian Kurban Letusan Gunung Merapi.



Tempat penguburan Spionase Belanda walaupun tanpa nisan, namun penduduk terdekat (Mbah Sri Help alm dan Mbah Peni) yang notabene justru Rumah Orngtuanya menjadi salah satu kurban pembakaran Pemerintah Belanda, justru tergerak hatinya untuk selalu membersihkan kubur pemakaman di Belakang Gedung Pengungsian Kurban Merapi, hingga sekarang.



Perang melawan Pemerintah Belanda berlangsung ratusan tahun. Tidak terhitung berapa harta menjadi terbuang hangus terbakar, berapa ribu nyawa masyarakat pribumi melayang menjadi kurban perlawanan, berapa tetes airmata tercurah akibat kehilangan harta benda miliknya dan nyawa sanak saudaranya. Biarkan negara tidak mengenalnya, biarkan rezim tidak mencatatnya, PAHLAWAN KEMERDEKAAN TAK DIKENAL adalah syuhada sejati. 
Semoga  anak cucu para pejuang dapat menikmati jerih-payah perjuangan para Pahlawan yang telah mendahului kita, amin. 

Legi Rembesing Madu...
Bibit dan Bobot nama besar ketokohan seseorang akan menurun pada generasi berikutnya, entah generasi yang keberapa nama besar yang bersangkutan akan menitis.
  
Tercatat nama-nama tokoh besar lahir dari Kawasan ini yang tampil diberbagai bidang pemerintahan maupun non pemerintahan dan mulai tahun 1970 hingga saat ini, antara lain :   
  • Mbah Sosro, Wedana Klaten thn 1960-an, asli Margowangsan;
  • Mbah Kardanun, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kab. Magelang thn 1955-an, asli Margowangsan;
  • Drs. Suparman, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kab. Magelang thn 1970-an, asli Bulu - Podosoka;
  • Kolonel Sugito, Perwira TNI AU (thn 1990-an), asli Margowangsan;  
  • Kolonel Murwani Korp Wanita Angkatan Darat (KOWAD) 1980-an, asli Margowangsan
  • Letnan Kolonel Polisi Moh. Juweni (alm) thn 1990-an, asli Mudal;
  • Mayor Polisi Sunarno (alm) thn 2010-an, asli Margowangsan;
  • Kolonel Lilik Sudaryati (alm) Korp Wanita Angkatan Darat (KOWAD) thn 2010-an, asli Margowangsan;
  • Majend Herindra tahun 2015-an, asli Penggaron - Desa Gondowangi 
  • Tahun 2000-an hingga saat ini Pejabat Negara, Profesional, Tokoh Agama bermunculan yang tidak ditulis satu per satu disini    


Merdeka negriku, damai sejahtera nan sentausa rakyatnya......insya allah. 







Sumber berita :

Kisah ini saya himpun dari pitutur, cerita turun temurun para Pelaku Sejarah yang bertindak sebagai Laskar Pemuda, pemilik rumah kurban pembakaran dan penduduk pedusunan yang ikut mengungsi dari penyerangan Belanda yang pada saat ini (tahun 2016) usianya sudah diatas 70 tahun, bahkan sudah ada yang 85 tahun.

  1. Anonim (…...), Fakta dan Cerita turun temurun sesepuh Dusun Margowangsan
  2. Pak Samidi (1995), Kisah kegigihan pemuda Margowangsan dalam bergerilya di Tangsi, Mgl
  3. Pak Suryadi Achmad (2016), Berita WA Kisah Pengalaman Bumi Hangus Dusun Margowangsan.

13 Jan 2016

Daftar Alumni SMP Negeri Blabak Lulusan Thn 1974

Sebuah filosofi psikologis bagi para adiyuswo / orang tua ; "Seseorang disaat usia tua akan merasa bahagia bilamana menemukan dunianya seperti kehidupan dimasa mudanya". Dunia remaja biasanya didominasi dengan banyak kawan yang sepantaran, melakukan permainan seusianya dengan penuh canda tawa, bahkan ejek mmengejek (bullying) sampai  kepada kegiatan yang hanya diketahui oleh kawan dekatnya misalnya mencari buah-buahan milik orang lain, mancing, makan dipinggir jalan, dll.

Dalam perkembangannya, orang-orang tua mencari bentuk penemuan dunia remajanya dengan mengadakan reunion (reuni), temu kangen, membuat grup media sosial, dls. Tentunya sebelum melakukan hal tersebut beberapa orang mencari daftar nama, alamat dan nomor telepon agar mempermudah melakukan konfirmasi.    
Tidak ketinggalan kawan-kawan alumni SMP Negeri Blabak yang masuk tahun 1971 dan lulus tahun 1974 juga menggalang informasi.

Inilah daftar nama murid SMP Negeri Blabak Lulusan Tahun 1974 berikut Nama Kepala Sekolah dan nama-nama Bapak/Ibu Guru kala itu. 

Tentunya daftar dibawah belum lengkap, mohon bagi yang membuka blog ini bisa mengirim informasi lewat email kami : aprasodjo@ymail.com atau langsung dikomentari di bawah tulisan ini, karena respond akan terlihat di email tsb diatas. 




DAFTAR NAMA ALUMNI SMP NEGERI BLABAK
LULUSAN 1974


No.
Nama
Alamat Asli & Sekarang
Keterangan
1
Ahsan
Nolobo – Sawangan
Menetap di Nolobo

2
Ashun
Blabak

3
Agus Priyono
Blondo

4
Ahmad Suwidyo (Gamadi)
Mendut

5
Adi Susetyo
Paremono

6
Agus Fuad
Nolobo – Sawangan

7
Agus Tangkilan
Tangkilan

8
Ari Gunawan
Blabak
Jakarta

9
Agus Prasodjo (Jojo)
Margowangsan – Swg
Global Mansion Blok B5/3, Kln. M. Toha Km-4, Tangerang

10
Arumdati (Etik)
Mudal – Mungkid

11
Arus
Kamal - Pagersari

12
Asmiyati
Piji – Podosoko, Sawangan

13
Bunari
Pagersari

14
Bambang Pamuji Yuwono (Wono)
Pesanggrahan - Mungkid

15
Bagio (Sutejo)
Sigug – Sawangan
(menetap di Mudal -Swg)

16
Bakri
Paremono

17
Bambang Sikepan
Sikepan - Mendut

18
Bambang Gepeng
Nolobo - Sawangan

19
Bambang Heru Sutoro (Tejo)
Tejo - Tangkilan

20
Bambang Wahid Hidayat (Wahid)
Mungkid
Malang

21
Bronto
Jetis

22
Budi Purnomo
Mungkid

23
Budiningsih
Mungkid

24
Bugel
Gunung Lemah - Sawangan
Menetap di Gunung Lemah

25
Budi Rihatin
Mungkid

26
Budiantoro
Sanggrahan

27
Cempluk
Bengan Kidul, Sawangan

28
Chasanatun
Sirad - Mungkid
Menetap di Sirad

29
Choirul Ahyani
Srikue - Mungkid

30
Darmanto
Tangkilan

31
Dibyo Purwanto / Cepung
Seketi – Sawangan
Menetap di Seketi

32
Didik Lesmono
Mertoyudan

33
Dulrahman
Jebulan - Sawangan

34
Dwi Hastuti
Kiyudan – Sawangan
Komplek BekAng TNI– Semper, Tanjung Priok

35
Edy Ristiono
Bakalan – Sawangan
Menetap di Ngrajek

36
Endang Sri Hartatik/Tatik
Mudal - Sawangan

37
Endang Bulu
Bulu - Sawangan
Menetap di Penggaron

38
Edi
Wonokerso - Sawangan

39
Endang Alfiati
Ponggok - Blondo

40
Fatimah
Jetak - Mungkid

41
Gunawan
Pabelan

42
Harjanti
Blambangan - Mungkid

43
Harsono
Mungkid
Gresik - Surabaya

44
Haryono
Srikue - Mungkid

45
Heru Setyo Sunowo
Butuh – Sawangan
Menetap di Butuh

46
Hariah
Tampir Kulon

47
Hartiyah
Piyungan - Sawangan

48
Indro Gondang
Gondang Kidul

49
Ircham
Sanggrahan – Mungkid
Menetap di Sanggrahan

50



51



52
Ismail
Paremono

49
Ismiyati (Tiwuk)
Bengan Kidul - Sawangan

50
Isdiningsih (Ning)
Paremono
(Istri Sarjono)

51
Kartini
Mungkid

52
Kismianto
Sanggrahan - Mungkid

53
Khoiriah
Mungkid

54
Muhasim
Tampir

55
Muh Yuri
Blondo

56
Muh. Yusup
Taman Agung - Sedayu

57
Muh Zaeni
Blondo

58
Muh Zuhri
Sirahan - Ngluwar

59
Muhdi
Paremono

60
Musyarofah
Blondo

61
Mandra
Mungkid

62
Mutmainah
Paremono

63
Nanik
Mungkid
Senden - Mungkid

64
Nur Asmoro Tri Murti (Nur)
Butuh Wetan

65
Nurhadiah
Gadingan - Bojong

66
Nurjanah
Kadipiro - Mungkid

67
Nur Widodo
Pranggen - Sawangan

68
Prabowo
Bulu - Sawangan

69
Purwanto
Senden

70
Purwoko
Paremono

71
Purwanto
Gunung Lemah

72
Rasmono
Blondo

73
Rahmat
Bengan Kidul

74
Rifatun
Gamol - Mungkid

75
Rohmadi
Tampir Wetan

76
Sarjono
Keprekan - Bojong
Taman Galaxy, Jln. Kebon Sirih No.33 - Bekasi

77
Slamet
Bengan Kidul

78
Slamet
Papringan – Sawangan
Menetap di : Paduroso - Swg

79
Sri Subekti
Dendengan - Bojong

80
Sri Lestari
Simping - Mungkid

81
Sri Susanti
Sanggrahan - Mungkid

82
Srikaton
Bedokan – Sawangan

83
Sudarto
Blondo

84
Sudarwati
Blondo

85
Sudiyono
Gading Legok - Sawangan

86
Sugiarto
Mudal - Mungkid

87
Sujarwo
Jebulan – Sawangan


88
Sukarti
Gondang Kidul

89
Sumarjo Kurmen
Bendo – Blondo
Menetap di Bendo

90
Sungkono (Bero)
Bulu - Sawangan

91
Supriyadiyanti
Sanggrahan – Mungkid
Menetap di Bekuning - Swg

92
Supriyanto
Sanggarhan - Mungkid

93
Suratmi Widyawati
(Membo)
Paremono
Menetap di Krapyak – Pr.mono

94
Sri Mulyati
Pesanggrahan - Mungkid

95
Sri Sunarti
Kadipiro - Mungkid

96
Sri Purwaningsih (Ning)
Karangampel – Tampir
Menetap di Payaman

97
Sutopo
Blondo

98
Sutrisno
Payakan – Sawangan
Menetap di Payakan

99
Supratiknyo
Ponggok - Blondo

100
Supriyanto
Peanggrahan - Mungkid

101
Sangkrip
Ngaglik Ngisor - Sawangan
Menetap di Ngaglik

102
Surti Wartini
Jetak – Mungkid
Sedayu - Muntilan

103
Siti Wardani
Dendengan – Keprekan
Menetap di Kalinegoro - Mgl

104
Sutanto
Njetak - Mungkid

105
Sutikno
Blondo

106
Sri Hartatik
Payakan – Sawangan
Menetap di Mudal - Sawangan

107
Sri Hartatik
Pandansari - Candimulyo

108
Subari
Jumbleng – Muntilan
Menetap di Perum-II Jln. Asahan 2 No.7, Tangerang


109
Sumriandiyanti
Sanggrahan
Menetap di Bekuning - Swg

110
Susetyo
Penggaron – Sawangan
Menetap di Penggaron

111
Sumaryanto
Blangkunan
Menetap di Blankunan

112
Sulistianto
Paduroso - Sawangan

113
Suyono
Bengan Kidul - Sawangan

114
Sahal
Kamal

115



116
Tibyan
Paremono

117
Tri Pambudi
Kentengsari – Sawangan
Cirebon

118
Tumpartani
Paremono

119
Tri Narmiyati
Sanggrahan - Mungkid

120
Tri Muryanto
Mungkid

121
Umar Santoso
Paremono

122
Umar Yulianto
Gadingsari - Sawangan

123
Wahyudi
Tampir Kulon

124
Waludi
Payakan – Sawangan
Menetap di Payakan

125
Walimah
Paremono

126
Wardoyo
Pagersari

127
Windoyoprono
Mendut

128
Welly
Njetak – Mungkid
Menetap di Njetak

129
Widodo
Paremono

130
Wiwik
Paduroso - Sawangan

131
Widiyanto
Seketi - Sawangan

132
Widyastuti
Margowangsan – Sawangan
Menetap di Margowangsan

133
Widyo Saptono
Blambangan - Mungkid

134
Wiyoto
Karangampel

135
Yeny (Yeyen)
Piyungan

136
Yubiah
Blondo

137
Yuniah
Jagalan - Citran

138
Yubi Datiah
Piyungan – Sawangan
Menetap di Penggaron
(istri Susetyo)





INFORMASI ALUMNI YANG SUDAH MENINGGAL
(S/D TAHUN 2018)

1
Bakat
Paremono

2
Broto
Senden

3
Muh Rofi
Ngluwar

4
Muntasir
Pabelan

5
Muslih
Gunung Pring - Muntilan

6
Safilin
Ngluwar

7
Siswoto
Japun - Mungkid

8
Sanyoto
Bulu - Podosoko

9
Suhadi
Sedayu

10
Sunariyanto (Noni)
Senden

11
Suswandi
Bakalan - Muntilan

12
Triyoso
Gadingsari - Sawangan

13
Susetyo
Penggaron




NAMA KEPALA SEKOLAH, BAPAK DAN IBU GURU
TAHUN 1971 - 1974

1
Drs. Sarju
Magelang
Kepala Sekolah
2
Drs. Sutrisno (alm)
Bakalan - Muntilan
Wakil Kepala Sekolah
3
Dra. Sri Sulastri
Bakalan - Muntilan
Bhs Indonesia
4
Ambarwati, Bsc (alm)
Blondo
Ilmu Ukur
5
Bahtiar, BA (alm)
Podosoko - Sawangan
Fisika
6
Bambang Gathuk, BA (alm)
Kenthengsari - Sawangan
Olahraga
7
Dalmuji, BA (alm)
Jetak
Ciivics/Administrasi
8
Drs. Elly
Muntilan
Bhs. Indonesia
9
Jamhari, BA (alm)
Bakalan - Paremono
Olahraga
10
Marfuah, BA (alm)
Bakalan - Muntilan
Bhs Daerah
11
Mursidah, BA
Karangwuni - Sawangan
PKK
12
Marjuli, BA (alm)
Bedokan - Sawangan
Sejarah/Bhs Indonesia
13
Suherman, BA (alm)
Ngaglik Ngisor - Sawangan
Sejarah/Ilmu Bumi
14
Samud, BA (alm)
Ngrajek
Sejarah
15
Sunari, BA (alm)
Mungkid
Civics
16
Sri Suharti, BA (alm)
Mungkid
PKK/Bhs Indonesia
17
Sunarso, BA (alm)
Jetak
Bhs. Indonesia
18
Sumardi, BA
Jetak - Mungkid
Seni Lukis
19
Suharto, Bsc (alm)
Bengan Kidul - Sawangan
Ilmu Ukur
20
Sartan, Bsc (alm)
Gondangan - Sawangan
Ilmu Aljabar
22
Syamsul, BA (alm)
Paremono
Agama Islam
23
Sumarsono, BA (alm)
Magelang
Biologi
23
Umi Salamah, BA
Sleman
Bhs Inggeris
24
Wahyanto, BA
Gondang Kidul
Seni Suara
25
Yasto (alm)
Piyungan - Sawangan
TU SMP


Wajah-wajah Alumni SMP Negeri Blabak pada Reuni 19 Juni 2018 :