15 Apr 2011

Inovasi Teknologi untuk Meminimalisasi Kecelakaan Penderes Badeg (Nira Kelapa)



Penderes Nira Kelapa Tradisional

"Menyadap" atau "nDeres" berbagai macam getah pohon sudah dikenal oleh masyarakat sejak lama, seperti menyadap getah karet, jelutung, pinus, getah kemenyan, damar, dll. Bentuk getah berupa, dan jumlah getah relatif sedikit dan cepat menggumpal, sehingga alat penadah cairan cukup menggunakan mangkok ukuran 500 cc untuk getah sebarat 5 ons. Namun, menyadap cairan pohon palem seperti Lontar, Kandis, Kurma, Kelapa dan Aren, jumlah cairan yang keluar dari tangkai malai bunga atau batangn, volumenya cukup besar, sehingga tempat penadah cairan menggunakan bumbung, kuali atau jerican ukuran 10.000 cc atau sekitar 10 liter untuk menampung cairan dalam waktu 12 jam sejak tabung dipasang pada tangkai malai bunga yang sudah diiris untuk mengeluarkan cairan. 


Ternyata kebiasaan menderes tidak didominasi oleh masyarakat tegalan di sekitar Gunung Kuli Desa Podosoko - Kec. Sawangan - Magelang. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kurang mendapat supply air irigasi pada umumnya mengusahakan budidaya gula kelapa dengan salah satu kegiatan pokok "nderes". daerah ini meliputi kawasan tegalan Lor Kali Mangu mulai dari Jetis Kaliwungu, Tampir, Ngampel, Bulu Cowor, sampai di sebagian besar dataran tinggi kaki G. Merbabu Jati, Kec. Candimulyo, Pakis, Ngablak, Tegal Rejo. Dataran tinggi diatas Desa Jati sampai Desa terakhir sudah jarang ditumbuhi pohon kelapa. Masyarakat dari daerah lain di wilayah Kabupaten Magelang yang mengusahakan penyadapan nira kelapa adalah Desa-desa di perbukitan Menoreh yang notabene kondisi iklimnya hampir sama dengan lereng G. Merbabu, meliputi Kec. Borobudur dan Salaman.

Permasalahan Teknis :
    Climbing Belt Made in USA
  • Sebelum mulai memanjat, batang pohon kelapa dibuat takik untuk pijakan kaki dengan jarak antara satu takik dengan takik diatasnya sekitar 60 Cm, disesuaikan dengan langkah si pemanjat. Takik dibuat sampai setinggi-tingginya sampai suatu saat pohon kelapa sudah dianggap tidak efisien lagi untuk disadap. Umur pohon diatas 40 tahun tinggi pohon berkisar 30 M, sudah terlalu berresiko  untuk dipanjat  dan malai bunga dibiarkan menjadi buah.
  • Penderes tidak menggunakan peralatan pengaman apapun. Tabung bambu atau jerican diikatkan pada ikat pinggang dengan sabit di tangan atau diselipkan di pinggang.  
  • Pemanjat memasang dan mencopot tabung setiap pagi dan sore hari. Tinggi pohon dan jumlah pohon menjadi pertimbangan tehadap keselamatan manakala hari hujan, pohon kelapa licin untuk dipanjat. Pekerjaan memanjat memerlukan kondisi badan yang selalu sehat. Jika suatu saat kondisi badan kurang sehat, ditambah lagi pohon kelapa basah diguyur hujan, maka nyawa menjadi taruhannya.
Liaison Sederhana Penyadapan Nira Aren

Alternatif Teknis :
  1. Jarak tanam pohon (space tree distance) diatur sejak penanaman pohon tanpa mengganggu agronomis pertumbuhan pohon kelapa ± jarak tanam  antar pohon 10 M. Jarak tanam di kemudian hari akan membantu pengaturan perlatan penyadapan.
  2. Untuk mengurangi faktor kelelahan pada saat memanjat dan menuruni pohon serta waktu yang terbuang dibuat penghubung antar pohon (liaison) yang satu dengan pohon lainnya. Penghubung bisa menggunakan tali, rotan, bambu atau logam yang ditautkan dibawah pelepah kanopi pada jarak tidak jauh dari pelepah pohon. (liaison bambu sederhana sudah digunakan bagi penderes nira Aren di Jawa Barat).
  3. Penyadapan Maple, bahan baku sirop 
  4. Penyaluran nira langsung ke tabung dengan menggunakan pipa plastik atau selang yang diletakkan di bawah pohon. Teknik ini dilakukan dalam penyadapan getah pohon "Maple" yang dilakukan oleh petani di negara sub tropis. Pengaliran getah ke tabung penampung menggunakan pipa stainless steel. Getah maple diambil untuk bahan baku sirop.  Petani penderes nira Aren di Jawa Barat dan penderes nira Kelapa di pesisir kidul Kab. Banyumas melakukan pengaliran nira dengan menggunakan selang plastik. Teknik ini juga dilakukan dalam skala ujicoba oleh seorang penderes di Tegalrejo - Magelang, (Cybernews Suaramerdeka, 2010).
  5. Keterampilan para Penyadap perlu dilatih secara fisik, teknis dan subsidi pengadaan fasilitas seperti selang, climb belt, liaison rope, dll  dari Lembaga terkait yang peduli dengan nasib Penderes Kelapa.    
  6. Faktor penunjang lainnya yang tidak kalah penting adalah fasilitas keselamatan dan keamanan kerja (K3). Lembaga  Pemerintah tidak hanya memperhatikan industri milih Badan Usaha saja, tetapi perlu menengok industri rumah tangga milik petani yang hasilnya (gula kelapa) dikonsumsi oleh setiap orang dan mengusasi hajat hidup orang banyak.
  Demikian sekilas buah pikiran yang direfer dari beberapa sumber berita dalam dan luar negeri.

Jakarta, 14 April 2011


 

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Kapan saudara-saudara penderes kita diperhatikan keselamatannya, tidak perlu menunggu dibantu, cukup menggunakan bahan yang mudah didapat di sekitarnya aja pakai rotan atau tali rosella sudah cukup membantu keselamatan pemanjatan pohon... selamat mencoba

agus prasodjo mengatakan...

Damar, saudara kita hanya akan terbantu oleh mereka yg peduli terhadap masyarakat di lingkungannya, bisa LSM, bisa oknum/perorangan. Aneh, waktu bapak benyak ngurusi anak2 kampung thn 1993-1994, saya bersama Mas Tadi Gangsan cukup membawa tulisan ke Dinas Sosial, Diknas di Kabupaten, ternyata bisa turun dana untuk melakukan pelatihan di Gangsan (sutera alam). Seharusnya kasus tsb diatas bisa dilakukan, wong dana cuma untuk beli selang, tali (dadung), bambu plus tenaga pengawas dari Kabupaten. Tq.

Unknown mengatakan...

Salam 01, kami butuh alat pengaman seperti ini. Masyarakat kami pada umumnya pengrajin gula aren dan petani cengkeh. Profesi yg rawan kecelakaan semua saat manjat. Bantu kami untuk mendapatkan alat pengaman,berapa harganya? hubungikami di 081364770553 atau kunjungin kami d http://umpungengecovillage.blogspot.com