11 Des 2015

Sorosilah Sodongso (Pangeran Wirjo Dipoleksono)

Eyang Kartodiryo, satu dari 9 putra pepunden Posong
Sorosilah atau silsilah, silsilah keluarga, bagan silsilah, atau diagram silsilah adalah suatu bagan yang menampilkan hubungan keluarga dalam suatu struktur pohon sehingga disebut juga pohon keluarga (family tree). Data keturunan atau genealogi ini dapat ditampilkan dalam berbagai format. Salah satu format yang sering digunakan dalam menampilkan silsilah adalah bagan dengan generasi yang lebih tua di bagian atas dan generasi yang lebih muda di bagian bawah.
Bagan leluhur, yang merupakan suatu pohon yang menampilkan pepunden atau leluhur seorang individu, memiliki bentuk yang lebih menyerupai suatu pohon, dengan bagian atas yang lebih lebar daripada bagian bawahnya. Beberapa bagan leluhur ditampilkan dengan seorang individu berada pada sebelah kiri dan leluhurnya di sebelah kanan.
Bagan atau catatan gambaran keturunan dari seseorang sampai kepada keuturunan tertentu yang dibuat dalam bentuk "Pohon Keluarga" atau family tree. 

Sorosilah Sodongso adalah pohon keluarga yang menggambarkan anak-beranak dari Pepunden Induk Trah Sodongso (P. Wirjo Dipoleksono) yang bermukim di Dusun Margowangsan dan beranak pinak di Pedusunan Posong, Butuh, Gadingsari, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Sodongso menurunkan 10 orang anak hingga generasi sekarang tahun 2022 sudah sampai pada Generasi Ke-5 dan Ke-6. 

Induk Trah berjumlah 3 (tiga) bersaudara, yaitu (1) Sodongso (P.Wirjo Dipoleksono) tinggal di Margowangsan, (2) Kyai Kasan Iman (P. Diponido/BPH Hadi Negoro) tinggal di Kuncen dan (3) Annonim bermukim di Dusun Gadingsari.

Ketiga orang adik beradik tersebut belakangan diketahui sebagai Kerabat Raja-raja Mataram yaitu putera Hamengku Buwono III, adik dari P. Diponegoro beda Ibu. 

Perang Diponegoro tidak berhenti pada tipu muslihat Belanda yang super keji terhadap P. Diponegoro yang konon akan diajak berunding namun berujung dengan panangkapanan di Kantor Karesidenan Kedu di Magelang dan diasingkan ke Makasar terus ke Menado. Belanda tetap mengejar para Pengikutnya yang merupakan Adik-beradik dan Family P. Diponegoro. Oleh karenanya para Pengikutnya menyebar ke daerah sekitar  Kota Magelang. Pengikut setia P. Diponegoro tersebut lebih dikenal dengan 9 (sembilan) Dipo dan menyamar berganti nama termasuk Dipoleksono sebagai Sodongso, Diponido sebagai Kyai Kasan Iman, Dipokusumo (akhir hayatnya dikubur di puncak Gunung Kuli).

Mereka bertiga meninggalkan nama aslinya dan tidak kembali ke Mataram dalam rangka menghindari kejaran Tentara Belanda. Bahkan nama kesehariannya pun tidak banyak yang kurang dikenal masyarakat umum hingga saat ini. Sebelum peperangan P. Diponegoro melawan Tentara Belanda, di Pedusunan tersebut di atas sudah bermukim Kerabat Mataram pasca peristiwa Perjanjian Giyanti tahun 1779 dan anak keturunannya berinteraksi dengan  peperangan Pangeran Diponegoro tahun 1825 hingga 1830. Era perang Diponegoro inilah gelombang kedua prajurit Mataram banyak yang berinteraksi dengan pendatang gelobang pertama bahkan bermukim di daerah ini hingga akhir hayatnya. Situs nisan di beberapa makam di daerah Sawangan sebagai saksi bisu yang menunjukkan keberadaan para Tokoh Mataram bermukim dan meninggal di sini.

Bagi yang tertarik ingin mempelajari lebih jauh silahkan menelusuri situs-situs berupa Nisan-nisan di Pekuburan Posong, Mudal, Margowangsan, Gadingsari dan Kuncen. 
 
Narasumber (Mbah Slamet Sahli, 2003) ngendika keturunan pertama Pepunden Posong jumlahnya 10 orang dan diantaranya ada yang kembar. Masukan demi masukan informasi akhirnya bisa digambarkan pada Bagan Sorosilah dibawah.  

Tercatat sementara, dari 9 (sembilan) orang anak menurunkan sekitar 45 (empatpuluh lima) cucu  dan menurunkan lebih dari 100 buyut. Dari 100 buyut sudah menjadi (n) canggah dan dari n canggah menjadi (nn) Wareng dan (nnn) Udheg-udheg. Pada tahun 2015 sudah ada beberapa keturunan yang sudah sampai Udheg-udheg. 

Sebagai indikasi keberlangsungan generasi, pada tahun 2022 anak pertama pepunden sudah menginjak generasi ke-7 sedangkan putra bungsu sudah menginjak generasi ke-5 dengan usia balita hingga paruh baya. 

Silahkan periksa Bagan Sorosilah dibawah walaupun masih banyak yang belum teridentifikasi dan masih perlu direvisi, bilamana ada sumber shahih yang mengusulkan untuk direvisi. Semoga bermanfaat.

Sumber :
1. Pak Samidi, Margowangsan - Sawangan, 2003
2. Mbah Slamet Sahli, Dampit - Mertoyudan, 2003
3. Mbah Suharto, Ngaglik Nduwur - Sawangan, 2007
4. Pak Turmudi, Tangerang, 2013
5. Pak Sutrisno, Margowangsan - Sawangan, 2013
6. Pak Suryadi Ahmad, Purwokerto, 2015   
7. Yosodipuro, Babad Gijanti, 1755 (Wikipedia)



MENELUSURI SOSOK TOKOH SODONGSO
(Sodongso alias Pangeran Wirjo Dipoleksono alias Wirjo Digdonegoro)

Siapa Sosok Sodongso...

Ilustrasi Sodongso alias P.Wirjo Dipoleksono


Maksud penelusuran Silsilah Sodongso bagi Brayat turun waris Posong Sagotrah adalah upaya menelusuri Pepunden Cikal Bakal Trah yang menurunkan 10 putra/putri yang dikenal oleh Turun Waris saat ini (2022).
Penelusuran secara visual berupa dokumen, penuturan primer dari Sesepuh Trah dan Situs Petilasan yang mengindikasikan keberadaan sosok aslinya juga belum diketemukan karena sesepuh yang mengenali silsilah sudah tidak ada lagi. Oleh karenanya, penelusuran dilakukan menggunakan logika alternatif antara lain :
(1) Mengumpulkan penuturan, kisah cerita yang pernah didengar oleh beberapa ahli waris yang bisa dipertanggungjawabkan;
(2) Mengunjungi situs petilasan dan
(3) Menelusuri lewat metafisik "kekuatan ilmu olah batin" kemampuan supranatural dari beberapa ahli waris yang menggeluti bidang tersebut  yang secara kebetulan saat ini (2022) ada yang mewarisinya.

Adapun tujuan penelusuran Silsilah Sodongso adalah untuk mencari titik terang siapa sebenarnya Sosok Sodongso. Tujuan lebih jauh adalah untuk memberikan pencerahan kepada generasi turun waris Tokoh Sodongso bahwa yang bersangkutan mengetahui silsilah Sang Tokoh secara lebih (credible) terpercaya, jauh dari tujuan mencari pengakuan (jw : ngaku-ngaku) sebagai keturunan Darah Biru

 Penelusuran Bukti-bukti Penuturan Otentik :

Mengumpulkan bukti-bukti penuturan autentik kisah-kisah yang diceritakan Pinisepuh dan Turun Waris yang mendapatkan informasi metafisik dari seorang ahli supranatural "linuwih".

Sosok Sodongso mempunyai 10 (sepuluh) anak dan masih terjaga hubungan silaturahminya hingga saat ini.  Kesepuluh anak Kabuyutan tersebut adalah sbb :

1. Kartowirjo (Gangsan)
2. Djojo (Bendan)
3. Kartorejo (Butuh kulon)
4. Kartodirjo (Posong)
5. Kartodurjo (Butuh kulon)
6. Pm (Popongan)
7. Pm (Mawungan)
8. Niti (Plalangan)
9. Pawiro (Gadingsari)
10.Kartodimedjo (Posong)

Catatan Penuturan Turun Waris sbb :

Tahun 2022,  turun waris dari 10 (sepuluh) kabuyutan tersebut di atas masih memelihara tali silaturtahmi walaupun belum secara lengkap dan intensif melakukan acara-acara keakraban, namun sudah cukup bagus terselenggara khususnya untuk yang berdomisili dai Jakarta dan sekitarnya. Namun demikian dari sekian turun waris kesepuluh kabuyutan belum ada yang tahu pasti siapa Pepunden Cikal Bakal yang menurunkan kesepuluh Sosok Kabuyutan tersebut di atas, namun upaya untuk mencari dan menemukan melalui berbagai cara semakin lama semakin menemukan titik terang. 

Tahun 1970an Mbah Urip Muljodikromo (kakaknya kakek saya Walijo Ronoredjo) menceritakan bahwa jaman dia kecil sering mendengarkan kisah cerita-cerita ayahnya Ranudikromo, adanya keakraban Mbah Sodongso dengan adik kerabatnya Kuncen Kyai Kasan Iman dan Mbah Urip sering diajak Sebo ke Keraton Mataram Jogja dan Solo.    

Tahun 2003 Mbah Slamet Sahli (Dampit) adik kandungnya nenek saya Yung Irah menceritakan bahwa Pepunden Posong Sagotrah bernama Sodongso atau Eyang Sodong adalah sosok yang sangat sakti, memiliki ilmu Pancasona yang tidak mati jika menyentuh bumi dan berumur sangat panjang dari tahun 1795an seumuran Pangeran Diponegoro meninggal awal tahun 1900an. Eyang Sodong atau Mbah Sodongso sangat tidak suka kepada Pemerintahan Belanda sebagai dampak dari Perjanjian Giyanti dan penangkapan P. Diponegoro di Karesidenan Kedu - Magelang. Sodongso adalah Aktor peristiwa heroik pada pembakaran Kantor Pusat Pemerintahan Belanda di Semarang yang dikenal sebagai Gedong Papak, Pasar Johar - Semarang. Gedung tersebut penjagaannya super ketat, namun dengan waskithaning ngelmu kanuragan yang dimilikinya, beliau bisa masuk, membakar gedung dan keluar gedung tanpa diketahui oleh Security. 

Cerita dari Mbak Budi Bekasi (nenek asli Gondang, lahir di Lampung, domisili di Jakarta, 2022), bahwa nenek buyutnya sering menuturkan tentang Sodongso, tetapi ybs tidak begitu faham maksud dan tujuannya cerita tersebut, karena belum tahu siapa sebenarnya Tokoh Sodongso kaitannya dengan turun waris yang dikenal sekarang.

Penuturan Mas Bitri bin Surahmat bin Marsan Martoredjo bin Selar bin Kartowirjo bin Sodongso saat berkunjung ke seorang Kyai Kusnadi di Cirebon (2021) dalam perjumpaannya dengan Kyai Kusnadi secara metafisik diperlihatkan bahwa dirinya adalah masih Darah Mataram. Dalam alam bawah sadar Mas Bitri diperlihatkan secara lengkap mulai dari Brawijaya Bhre Kertabhumi, Raja-raja Mataram sampai kakek dan ayahnya yang sudah tiada.


Penelusuran Fisik Situs Petilasan

Lokasi yang dikunjungi adalah situs-situs di Pesarean Mudal Kulon, Pesarean Mudal Wetan, Kuncen, Gadingsari, Puncak Gunung Kuli, Pesarean Lor Pesarean Kidul Margowangsan.


Nisan Kyai Kasan Iman (BPH Hadinegoro, Kuncen)
 

Pada saat penelusuran Petilasan di Pesarean Kuncen, dijelaskan oleh Pengelola Situs petilasan yaitu Bapak Ibrahim asal Wonolobo (Juni 2021) dijelaskan tentang penemuan petilasan, proses penggalangan Turun Waris, penelusuran ke Arsip Keraton Mataram Yogyakarta sampai peresmian Petilasan Kyai Kasan Iman oleh Pejabat Keraton Yogyakarta tahun 2006. Dalam penuturannya, Sosok Kyai Kasan Iman adalah seorang Tokoh Senopati Mataram putra Hamengu Buwana III adik Pangeran Diponegoro lain Ibu. Pada masa pelariannya ke Dsn Kuncen, beliau menjadi warga kampung menyamar dengan nama samaran Kyai Kasan Iman.  Arsip Keraton Yogyakarta Hadiningrat menjelaskan, dan mendapatkan kekancingan Kyai Kasan Iman sebagai Bendoro Pangeran Haryo (BRH) Hadinegoro alias Diponido, alias Suryo Ing Ngalogo


Dalam kisah penuturan
yang diwariskan secara turun-temurun oleh beberapa sesepuh Ahli Waris Sodongso , Kyai Kasan Iman adalah adik kandung Sodongso.

Penelusuran Situs di Pesarean Kulon Dsn Mudal ditemukan Nisan R. Djojonegoro yang dipercaya oleh ahli warisnya sebagai Saudara lain Ibu dengan Pangeran Diponegoro. Namun ahli warisnya belum menemukan bukti tertulis atau hasil penelusuran dari Keraton Mataram Yogyakarta Hadiningrat dan mungkin tidak menginginkan adanya Pengakuan Resmi Keraton Mataram untuk menjaga keakraban di internal kerabat R. Djojonegoro dan dengan masyarakat pada umumnya.
Hasil penelusuran Situs ke Puncak Gunung Kuli ditemukan petilasan yang dipercaya sebagai makam Pangeran Dipokusumo yang mungkin juga merupakan salah satu dari 9 (sembilan) Dipo saudara dan kerabat Pangerang Diponegoro. Di petilasan ini tidak ada petunjuk tertulis atau penuturan dari Sesepuh setempat tentang kepastian nama Tokoh lain selain Dipokusumo. Dimungkinkan yang disemayamkan di Puncak Gunung Kuli adalah Tokoh-tokoh Sentono Agung sebelum Perjanjian Giyanti Tahun 1775.

Penelusuran saya dan Dimas Aryo di Pesarean Kidul Dsn Margowangsan terlihat Petilasan Kyai Soro Pendiri Dsn Margowangsan, Kyai Margowongso yang sering menampakkan sebagai Sosok Ular dan beberapa Tokoh Sakti lainnya yang nisannya menempati Cungkup Kuno.  Di Cungkup Kuno ini tidak ditemukan penuturan dari sesepuh masyarakat sekitar, siapa sebenarnya Tokoh-tokoh yang disemayamkan disitu. 

 

Petilasan R. Djojonegoro, Mudal Kulon - Swg

Penelusuran di Pesarean Lor tepatnya di pojok Timur Selatan terdapat petilasan yang dibatasi dengan batu yang merupakan kawasan makam keluarga yaitu Mbah Kartowirjo, Mbah Selar, Mbah Isah Martoredjo, Mbah Supotaruno, dll. Nisan di tempat itu tidak ada yang mewah, tidak ada tanda-tanda petilasan seorang Tokoh yang diagung-agungkan. Yang ada adalah di lokasi tersebut ahli warisnya terlihat rajin berziarah yang ditandai dengan areal yang selalu bersih dan bertabur bunga-bunga layu di atas nisannya. Disitulah kira-kira Mbah Sodongso disemayamkan, namun Sesepuh di Dsn Margowangsan bahkan masyarakat sekitarnya tidak ada yang tahu persis Petilasan Sodongso itu, yang mana. 


Hasil Penelusuran Metafisik

Ahli Waris Sodongso yang Menggeluti Metafisik Supranatural (2022) sbb :

  • Bapa Sepuh Slamet Hari Chandra bin Sutardjo Hardjosusiswo/Parinem (Mbah Guru), Posong yang berdomisili di Semarang
  • Paklik Sisworo bin Slamet Sahli, Dampit Mertoyudan yang berdomisili di Bukateja - Purbalingga
  • Mbak Sus binti Sastro Rame, Gunung Lemah yang berdomisili di Ungaran
  • Bulik Asmoro binti Suharti binti Dalilah bin Pawiro, Gadingsari  yang berdomisili di Wanasri - Tirtosari
  • Mas Kyai Edy Paryanto bin Suparman, Bulu - Padasoka yang berdomisili di Lenteng Agung - Depok.  
  • Adapun sosok Supranatural diluar Waris yang pernah mengunjungi Petilasan di Pesarean Lor dan Pesarean Kidul Dsn Margowangsan, Kuncen, Mudal dan yang menjadi Nara Sumber supporting informasi adalah Dimas Aryo - Pacitan yang berdomisili di Tangerang.

Meditasi adalah cara olah batin yang lebih dalam untuk bisa bertemu dengan Seseorang Tokoh, bilamana tokoh tersebut memang sosok yang berilmu tinggi.

Hasil penelusuran Dimas Aryo dari Pacitan yang bersamadi di Rumah Pak Samidi Margowangsan (Juni 2021) ditemui Para Tokoh (Danyang) Pedukuhan Margowangsan, a.l Mbah Sodong (Sodongso) dan Danyang Pedukuhan Margowongsan yang berbentuk Ular ber-Mahkota. Namun, oleh karena bukan ahli waris dan tidak ada komunikasi apapun antara keduanya, maka pertemuan hanya pertemuan tanpa meninggalkan pesan apapun. Dalam alam bawah sadar hanya memperlihatkan ciri berpakaian ala orang kampung memakai penutup kepala "iket", menyimpan kotak dan cupu berisi koin emas yang merupakan harta karun yang masih tersimpan secara gaib sampai saat ini.   

 
Tasya binti Harsanto Utomo bin Samidi bin Yung Irah Generasi Ke-7 Sodongso 

Pagi harinya Dimas Aryo saya antar ke Makam Petilasan Tokoh-tokoh besar zaman dahulu yang disemayamkan di Pesarean Lor dan Pesarean Kidul Dsn. Margowangsan, Pesarean Mudal kulon, Pesarean Mudal wetan, Kuncen dan Gadingsari. 

Penelusuran Paklik Sisworo bin Slamet Sahli dalam olah batin di suatu tempat wingit di tepi Pantai Selatan Kab. Gombong (2021), dia ditemui badan alus Mbah Sodongso dan bercerita banyak terkait perjalanan hidupnya berjuang labuh labet melawan Belanda. Dalam salah satu komunikasinya a.l bahwa semasa hidupnya khususnya pasca Perang Diponegoro beliau tinggal di Dsn Margowangsan sampai wafatnya sebagai petani biasa dan berbaur dengan masyarakat setempat dengan melakukan penyamaran/kamuflase dengan menyembunyikan Gelar Kebangsawanannya sebagai salah satu Pangeran Mataram, merubah namanya menjadi nama umum kampung, yaitu Sodongso untuk menghindari kejaran Belanda. Penyamaran tersebut juga bermaksud agar bisa menyatu ajur-ajer dalam bermasyarakat, tidak perlu disanjung dan membuat jarak antara dirinya dengan masyarakat sekitarnya. Kontribusi perjuangan dari bentuk peperangan fisik melawan Tentara Belanda dimodifikasi menjadi bentuk perlawanan gerilya mengganggu jalannya Pemerintahan Belanda serta berjuang di tengah masyarakat. 

Lebih jauh dalam komunikasi tersebut, badan alus Sodongso menjelaskan bahwa selama Perang Diponegoro beliau sebagai Senopati yang memimpin perang di medan laga mempertaruhkan jiwa raganya demi kejayaan bangsa. Tentunya menjadi Senopati sudah barang tentu berbaju tebal dalam makna kejawen keimanan kepada Tuhan YME dan ilmu kanuragan yang mumpuni yang tidak mempan tajamnya peluru dan senjata tajam. Disamping itu dalam menjalankan peperangan sudah barang tentu berbekal juga materi (harta) yang  diceritakan bahwa sisa materi tersebut dikasihkan kepada anak-cucunya dan sampai wafatnya masih tersisa cukup banyak dan disimpan  secara metafisik sebagai harta karun yang sampai saat ini (2022) masih ada. Barang tersebut suatu saat akan dibagikan kepada turun warisnya. Harta Karun tersebut secara filosofis bisa merupakan sanepa/peribahasa yang berarti bahwa harta akan menjadi hak ahli warisnya manakala ybs menjadi manusia yang bisa mewarisi karakter beliau dalam pengabdiannya kepada masyarakat luas.

Dalam meditasi yang dilakukan Paklik Sisworo tersebut diatas, badan alus sosok Sodongso ngendika bahwa beliau bernama asli Pangeran Wirjo Dipoleksono alias Wirjodigdo Negoro.

Semasa hidupnya Sodongso menjalin komunikasi secara intensif dengan saudaranya di Kuncen yang bernama Kyai Kasan Iman (BPH Hadinegoro) dan (pm Gadingsari) dilaksanakan sebagaimana biasanya. 

Samidi Adisumarto bin Walijo/Yungirah bin Kartiwirjo bin Sodongso
Adapun komunikasi ketiga  saudara kakak beradik tersebut diatas dengan Kerabat Keraton Mataram Yogyakarta dan Mataram Surakarta dilaksanakan dengan Sebo Marak Atur secara rutin (sumber : Mbah Urip Mulyadimedjo sebagai saksi kakek buyutnya yang melakukan sebo, 1970) 
Ritual Sebo ini tidak dijelaskan maksud dan tujuannya kepada anak cucunya sehingga tidak diwariskan secara turun temurun. 


Gambaran Silsilah vertikal dari keturunan secara acak saat ini :

Misal dari Brayat (Margowangsan) Kartowirjo  bin Sodongso :

Bapak saya : Samidi Adisumarto bin Yung Irah/Walijo Ronoredjo
binti Setro Saiman
bin Karto Wirjo
bin Sodongso (Pangeran Wirjo Dipoleksono)
bin Hamengku Buwono III
bin Hamengku Buwono II
bin Hamengku Buwono I (Pangeran Mangkubumi)
bin Amangkurat IV
bin Paku Buwana I
bin Amangkurat I (Sunan Tegalarum)
bin Hanyokrokusumo (Sultan Agung)
bin Hanyakrawati
bin Panembahan Senopati
bin Ki Ageng Pemanahan
bin Ki Ageng ngEnis
bin Ki Ageng Selo
bin Ki Getas Pendowo
bin Bondan Kejawan (Dyah Lembu Peteng)
bin BRAWIJAYA Bhre Kertabhumi...(Raja Majapahit terakhir)


Brayat Kartodirjo, Kartowrjo Generasi ke-5, 6 & 7 Sodongso (Semarang, 2016)
Dengan penelusuran tersebut diatas, apakah Ahli Waris akan menelusuri Silsilah Sodongso sampai ke Arsip Keraton mataram Yogyakarta Hadiningrat seperti halnya yang dilakukan oleh Ahli Waris Kyai Kasan Iman alias BPH Hadinegoro? 

Jawabannya tergantung dari niat dan kepentingannya generasi saat itu, mengingat karakter Sosok Soodongso justru menginginkan hidup dengan kesahajaan (prasojo), menyembunyikan Gelar Kebangsawanannya dan menyatu dengan masyarakat pada umumnya tidak minta disanjung-sanjung..... 

Kami sampaikan pula, walaupun penelusuran ini sifatnya adalah analisis dari penuturan metafisik yang otektik dan kunjungan bukti fisik situs yang sudah disahkan oleh Arsip Keraton Mataram yang secara keyakinan sangat dipercaya (credible) namun kebenaran yuridis "keberadaan Sodongso" alias Pangeran Wirjo Dipoleksono bagi Turun Waris saat ini belum perlu pengujian.

Demikian sekilas penelusuran Silsilah Sodongso alias Pangeran Wirjo Dipoleksono yang merupakan Saudara  Kyai Kasan Iman alias BPH Hadinegoro inggih Pangeran Diponido yang merupakan adik lain Ibu dengan P. Diponegoro. Pangeran-pangeran yang dikenal secara luas sebagai 9 (Sembilan) Dipo ini pasca Perang Diponegoro dikejar oleh Belanda dan memilih hidup di pedesaan menanggalkan semua atribut Darah Ratu namun tetap berjuang mengusir Belanda dengan caranya masing-masing.   

Semoga tulisan tersebut diatas dapat bermanfaat khususnya bagi segenap Ahli Waris Sodongso baik yang sudah ter-record dalam Buku Trah maupun yang belum. 

Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun kesempurnaan postingan Blog.

Cungkup Makam Wetan, berumur ratusan tahun
Sentono Agung Nyi Suntiaking disemayamkan di sini
Cungkup Kuno Makam Kidul berumur ratusan tahun
Sosok Kyai Margowongso sering menampakkan diri
 





Sumber :

  1. Wikipedia, Silsilah Raja-raja Jawa, 2022
  2. Mbah Urip, Margowangsan (sumber info penuturan, 1970) 
  3. Mbah Slamet Sahli, Dampit Mertoyudan (sumber info penuturan, 2003)
  4. Mbah Sarwadi, Jakarta (sumber info penuturan, 2019)
  5. Pak Samidi Adisumarto, Margowangsan (sumber info penuturan, 1970 - 2021)
  6. Pakde Turmudi, Matgowangsan (sumber penuturan, 2012)
  7. Paklik Sisworo bin Slamet Sahli, Bukateja (sumber info metafisik, 2022)
  8. Mbak Sus binti Sastro Rame, Ungaran (sumber info metafisik, 2021)
  9. Dimas Aryo, Pacitan yg berkunjung ke Margowangsan (sumber info metafisik, 2022) 
  10.  Mas Bitri Susilo, Indramayu (sumber info penuturan berdasarkan metafisik seorang Kyai, 2022)
  11. Mbak Budi Bekasi - Lampung (sumber info penuturan, 2022)
  12.  Pak Ibrahim, Wonolobo (sumber info penuturan dan info Situs Kyai Kasan Iman alias BPH Hadinegoro, 2022)


Bagan Silsilah Sodongso (Pangeran Dipoleksono)
















Tidak ada komentar: