1 Feb 2011

Bahaya Di Balik Lantunan Ura-ura Penderes Nira Kelapa

Jika pada pagi menjelang siang hari atau sore menjelang petang anda berjalan-jalan menyusuri Daerah Tegalan Lor Kali Mangu, begitu perjalanan menapaki Dsn. Cowor kemudian belok ke kanan melewati Dsn. Jambon Desa Butuh, atau keraha utara melewati Dsn Piji, maka suasana lengang di perjalanan yang dikelilingi pertanian tanah kering yang dikenal masyarakat setempat sebagai "tegalan" telinga kita akan terusik dengan lantunan tembang merdu yang suaranya datang dari atas pohon kelapa. Dia lah Penderes Badeg atau Nira Kelapa yang setia memanjat pohon sampai mencapai puluhan pohon setiap pagi dan sore hari. Mereka mengerjakan nderes badeg  secara turun-temurun untuk menghidupi keluarganya.
Pohon kelapa semakin tambah umur, semakin tinggi malai bunga "manggar" yang harus digapai, sementara umur semakin tua kekuatan memanjat semakin berkurang. Bilamana cuaca cerah tidak bermasalah, tetapi jika musim penghujan tiba, pengambilan nira akan bermasalah. mana licin, mana badan kurang sehat dan lain sebagainya bumbung penampung nira tidak diambil dalam tempo sehari saja, maka akibatnya panjang. Hasil olahan berupa gula menjadi berwarna kehitaman, rasanya agak pahit dan akhirnya harga gula lebih rendah. Pohon yang terkena siraman air huajn pun sangat licin untuk dipanjat. Teknologi keamanan memanjat juga tidak ada sama sekali. Lebih-lebih inovasi untuk mengambil nira belum  pernah ada campur tangan Badan Penelitian Pemerintah yang dapat meringankan beban para penderes nira kelapa. Tidak jarang penderes jatuh dari pohon kelapa pada saat melakukan rutinitas menderes. Lantunan Serat Mocopat yang merdu dan lantang dari puncak pohon kelapa pun berbuah kecelakaan. Adakah teknologi alternatif dan tepatguna untuk meringankan ancaman kecelakaan mereka..? Atau pohon sumber nira alternatif yang lebih besar hasilnya..?

Nderes Badeg ..... atau Mengambil Nira Kelapa adalah kebiasaan orang pegunungan sekitar Gunung Kuli Desa Podosoko - Kec. Sawangan - Kab. Magelang yang melakukan budaya tanam menanam kelapa untuk tujuan dideres diambil niranya. Ada alasan teknis mengapa mereka melakukan kegiatan nderes yang penuh resiko..?? Habitat asli pohon kelapa adalah pantai. Mungkin zaman nenek moyang menganjurkan supaya anak keturunannya harus menanam kelapa karena pohon ini memang serba bermanfaat atau pohon kehidupan. Dari daunnya, lidinya, buahnya, sabut kelapanya, pohonnya, semuanya bisa dimanfatkan untuk menunjang kehidupan manusia. Nah, gantian rumah tidak lagi di pantai, berarti sudah bukan habitat pohon kelapa, maka apa yang terjadi..? Pohon tidak mau berbuah atau kalau berbuah pun jumlahnya sedikit. Begitu keluar "manggar" atau bunga kelapa yang jadi buah hanya 4, 5 buah setiap tangkainya. Untuk memanen menjadi buah kelapa tua yang bisa dimanfaatkan harus menunggu 3-4 bulan dan biasanya dalam satu pohon tidak semuanya buah kelapa muda "bluluk" selamat sampai tua karena serangan hama tupai "bajing". Inilah hasil perhitungan matematika petani, maka begitu keluar manggar tidak dipelihara jadi buah tetapi dipotong kompas manggar disadap niranya. Jadilah gula kelapa dan menghasilkan uang yang jika diperhitungkan mulai keluar manggar hingga selesai mengeluarkan nira bisa 5 x 10 kali lipat jika dibandingkan dengan buah yang dihasilkan pada 3 bulan berikutnya saat buah kelapa tua dan siap dipetik.


Memanjat Kelapa, menderes badeg Sembari Ura-ura...
Warga pedusunan Lor Mangu di sekitar Gunung Kuli pada umumnya setiap akan memanjat kelapa sudah mempersiapkan tembang untuk dilantunkan diatas pohon kelapa atau istilah lokalnya Ura-ura. Sambil memanjat kelapa, langkah demi langkah sampai ke atas dan sambil mengupas kelopak bunga "mancung" dan memotong tangkai malai bunga, keluarlah lantunan suara lantang dan merdu yang dikumandangkan oleh Penderes. Ura-ura sekar mocopatan yang dikumandangkan terdengar dari kejauhan Inilah salah satu lirik Serat Dandang Gulo :

Lir sarkara, wasianing jalmi
Ambudiya budining sasatnya
Memayu yu buwanane,
Ing reh hardaning kawruh,
Wruhing karsa kang ambeg asih,
Sih pigunane karya,
mBrasta ambeg dudu,
Mengenep nenging cipta,
Wruh unggayaning tindak kang ala lan becik,
Memuji tyas raharja.

Disamping pekerjaan yang menenangkan jiwanya, bahaya mengancam setiap saat musim penghujan tiba. Jika penderes memasang bumbung di sore hari, dia harus memanjat kembali pada pagi harinya untuk mengambil nira yang sudah penuh. Jika tidak diambil, maka berarti akan membuang nira sia-sia dan tidak mendapatkan uang. Adakah teknologi alternatif yang bisa dikembangkan di pedesaan untuk membantu petani penderes...?

Jika di Eropa ada pipanisasi penyadapan getah Maple semacam pohon penghasil cairan bahan baku syrop, di sebagian Jawa Barat petani Aren menggunakan pipa slang, kenapa di Gunung Kuli masih tetap mempertahankan tradisional memanjat pohon kelapa tinggi-tinggi tanpa pengaman... .kenapa tidak menggunakan selang, kenapa tidak menanam pohon Aren yang hasil niranya 5-10 kali lipat dibandingkan nira kelapa..?

Kecelakaan Penderes Jatuh, nir Alat Pengaman Memanjat, nir Teknologi Penyadapan Nira
Adikku Tumar seorang Petani Penderes Dsn. Gelap - Podosoko adalah salah satu korban sebagai penderes badeg kecelakaan jatuh dan meninggal pada awal tahun 2010. Dia jatuh yang kedua kalinya. Kecelakaan  yang pertama secara kebetulan dibawahnya tanah sementara diolah yang kondisi tanahnya gembur sehingga badan masih selamat, sedangkan yang kedua jatuh menimpa tanah sudah lama diolah dan nyawanya tidak terselamatkan. Innalilahi wa inna ilaihi roji'un .... Selamat jalan adikku..
Dia sudah tidak bisa lagi mengumandangkan sekar mocopatan.  Merdu lantunan suaramu habis karena masyarakat di sekitarmu tidak ada yang mampu menciptakan inovasi teknologi untuk memudahkan pekerjaanmu menjadi lebih ringan, efiisien, menghasilkan lebih banyak nira dan jauh dari kecelakaan.  Semoga riwayatmu menjadi inspirasi bagi para cedekiawan untuk menampilkan teknologi penyadapan nira yang konon selalu memakan korban pada setiap musim penghujan tiba. Tegalan  di pedesaan sekitar Gunung Kuli, Ds. Podosoko - Sawangan adalah salah satu aset Pemerintah Daerah Kab. Magelang yang bisa dijual tidak hanya karena nira kelapanya saja, masih banyak yang lainnya untuk mendatangkan devisa...

Tulisan yang terkait per-badeg-an sedang dalam drafting, akan segera terbit...

Jakarta, Februari 2011.

Tidak ada komentar: