Assalamu'alaikum,
Hutan Alam Kalimantan, Ekosistem Terpelihara |
Esensi tulisan ini adalah pengantar istilah hutan rakyat dalam kehutanan yang dirangkum berdasarkan beberapa sumber pustaka dibidang akademik forestry dan pengalaman lapangan sesuai profesi saya selaku forester, dalam rangka berbagi pengetahuan dan pengalaman selama di lapangan.
Awam sering terjebak dalam menginterpretasikan istilah hutan dan kehutanan, karena bobot teknisnya sangat kental untuk disosialisasikan kepada khalayak. Kadang pengertian dan makna istilah kehutanan sendiri masih ada silang pendapat bagi para cendekiawan kehutanan, oleh karena adanya istilah-istilah asing bahkan istilah lokal untuk di-Indonesiakan yang digunakan secara salah kaprah, maksudnya penggunaan istilah yang sudah terlanjur memasyarakat padahal tahu bahwa istilah tersebut kurang tepat.
Hutan Rakyat Di Jawa Jelas, Tenurialnya |
Sebagai contoh, istilah hutan kemasyarakatan dan social forestry. Secara harfiah, definisi social adalah rakyat, sedangkan masyarakat adalah community. Dalam istilah teknis community forest, translating dari hutan kemasyarakatan hampir tidak pernah digunakan oleh forester karena tidak lazim. Justru istilah yang seharusnya social forestry harfiahnya “Hutan Rakyat” justru berubah makna dalam implementasinya di lapangan. Hutan Rakyat dalam pengertian akademik dan hukum di Indonesia adalah hutan yang dibangun dan dimiliki rakyat (social). Sedangkan Hutan Kemasyarakatan adalah "sistem pengelolaan" hutan dengan melibatkan peranserta komunitas setempat.
Contoh lain, Customary Land yang diusung menjadi Hutan Adat. Arti harfiah customary land adalah lahan adat, yangmana belum tentu lahan milik rakyat khususnya di luar Jawa, bahwa lahan adat berupa hutan.
Hutan Hak (Tempat Menaruh Abu Almarhum) di Dalam Hutan Negara |
Contoh lainnya lagi adalah agroforestry yang diusung menjadi “wanatani”. Agro adalah pertanian dan forestry adalah kehutanan. Implementasi fisik yang tepat adalah pengelolaan tanaman berumur pendek (pertanian) dengan tanaman berumur panjang (kehutanan) dalam satu petak lahan. Dari istilah ini, petani di luar Jawa sebagian menerapkan tanaman berumur relatif pendek misalnya penanaman rotan di hutan adat. Namun, anomali istilah ini jarang digunakan dalam pembahasan ilmiah.
Oleh karenanya, dalam tulisan ini kami mulai dari pengertian-pengertian terlebih dahulu dan tulisan akan kami sambung, menyesuaikan dengan perkembangan.
Dalam hal yang spesifik, hutan di Indonesia masih terpengaruh oleh Lambaga pengelolanya. Hutan tanaman Karet, Cengkeh dan Cacao misalnya, Kementerian Kehutanan belum mengakui sebagai bentuk hutan karena tanaman karet dikelola oleh Kementerian Pertanian. Undang-undangnya pun dibawah Kementerian Pertanian, sehingga berpengaruh kepada sistem pendanaan pembangunan dan pola pengelolaan tanaman dimaksud.
Dalam hal yang spesifik, hutan di Indonesia masih terpengaruh oleh Lambaga pengelolanya. Hutan tanaman Karet, Cengkeh dan Cacao misalnya, Kementerian Kehutanan belum mengakui sebagai bentuk hutan karena tanaman karet dikelola oleh Kementerian Pertanian. Undang-undangnya pun dibawah Kementerian Pertanian, sehingga berpengaruh kepada sistem pendanaan pembangunan dan pola pengelolaan tanaman dimaksud.
Kembali ke definisi hutan
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU 41 tahun 1999).
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU 41 tahun 1999).
Jenis Hutan Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999.
- Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
- Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
- Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
- Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
- Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari: (1) hutan negara, dan (2) hutan hak (UU 41 tahun 1999 Pasal 2. Dalam hal ini hutan rakyat termasuk kategori hutan hak, karena secara tenurial hutan rakyat dibangun dan berada diatas tanah milik rakyat.
Hutan rakyat adalah hutan-hutan yang dibangun dan dikelola oleh rakyat, berada di atas tanah milik atau tanah adat. Sedangkan hutan adat bisa berada diatas tanah milik dan atau tanah negara atau kawasan hutan negara.
Secara teknis, bentuk fisik hutan-hutan rakyat ini dapat berupa hutan murni yang fisiknya hampir menyerupai huta alam atau hutan tanaman dan hutan campuran berbentuk wanatani (agroforest).
Jenis Hutan Rakyat
Ada beberapa macam hutan rakyat menurut status tanahnya. Di antaranya:
- Hutan kemasyarakatan (HKm), adalah hutan rakyat yang dibangun di atas lahan-lahan milik negara, khususnya di atas kawasan hutan negara. Dalam hal ini, hak pengelolaan atas bidang kawasan hutan itu diberikan kepada sekelompok warga masyarakat; biasanya berbentuk kelompok tani hutan atau koperasi. Model HKm jarang disebut sebagai hutan rakyat, dan umumnya dianggap terpisah.
Namun kini ada pula bentuk-bentuk peralihan atau gabungan. Yakni model-model pengelolaan hutan secara kemitraan, misalnya antara perusahaan-perusahaan kehutanan (Perhutani, IUPHHK-HA/HPH, IUPHHK-HT/HPHTI) dengan warga masyarakat sekitar; atau juga antara pengusaha-pengusaha perkebunan dengan petani di sekitarnya. Model semacam ini, contohnya PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat), biasanya juga tidak digolongkan sebagai hutan rakyat; terutama karena dominasi kepentingan pengusaha.
Produk-produk Hutan Rakyat
Hutan rakyat zaman sekarang telah banyak yang dikelola dengan orientasi komersial, untuk memenuhi kebutuhan pasar komoditas hasil hutan. Tidak seperti pada masa lampau, utamanya sebelum tahun 1980an, di mana kebanyakan hutan rakyat berorientasi subsisten, untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga petani sendiri.
Hutan damar mata-kucing (Shorea javanica) di Krui, Lampung Barat
Pengelolaan hutan rakyat secara komersial telah dimulai semenjak beberapa ratus tahun yang silam, terutama dari wilayah-wilayah di luar Jawa. Hutan-hutan --atau tepatnya, kebun-kebun rakyat dalam rupa hutan-- ini menghasilkan aneka komoditas perdagangan dengan nilai yang beraneka ragam. Terutama hasil-hasil hutan non-kayu (HHNK). Bermacam-macam jenis getah dan resin, buah-buahan, kulit kayu dan lain-lain. Bahkan kemungkinan aneka rempah-rempah yang menarik kedatangan bangsa-bangsa Eropah ke Nusantara, sebagian besarnya dihasilkan oleh hutan-hutan rakyat ini.
Belakangan ini hutan-hutan rakyat juga dikenal sebagai penghasil kayu yang handal. Sebetulnya, semua jenis hutan rakyat juga menghasilkan kayu. Akan tetapi pada masa lalu perdagangan kayu ini ‘terlarang’ bagi rakyat jelata. Kayu mulai menjadi komoditas diperkirakan semenjak zaman VOC, yakni pada saat kayu-kayu jati dari Jawa diperlukan untuk membangun kapal-kapal samudera dan benteng-benteng bagi kepentingan perang dan perdagangan. Pada saat itu kayu jati dikuasai dan dimonopoli oleh VOC dan raja-raja Jawa. Rakyat jelata terlarang untuk memperdagangkannya, meski tenaganya diperas untuk menebang dan mengangkut kayu-kayu ini untuk keperluan raja dan VOC.
Monopoli kayu oleh penguasa ini dilanjutkan hingga pada masa kemerdekaan. Di Jawa, hingga saat ini petani masih diharuskan memiliki semacam surat pas, surat izin menebang kayu dan surat izin mengangkut kayu; terutama jika kayu yang ditebang atau diangkut adalah jenis yang juga ditanam oleh Perum Perhutani. Misalnya jati, mahoni, sonokeling, pinus dan beberapa jenis lainnya. Di luar Jawa, setali tiga uang. Hak untuk memperdagangkan kayu sampai beberapa tahun yang lalu masih terbatas dipunyai oleh HPH-HPH, sebagai perpanjangan tangan negara.
Beberapa contoh produk hutan-hutan rakyat sbb :
Hutan sengon juga menghasilkan salak pondoh; (Magelang, Wonosobo)
- Karet (Hevea brasiliensis); terutama di Sumatra bagian timur dan Kalimantan
- Jelutung (Dyera spp.); Sumatra dan Kalimantan
- Nyatoh (Palaquium spp., Payena spp.); terutama Kalimantan
- Damar mata-kucing (Hopea spp., Shorea javanica); Sumatera Selatan dan Lampung, terutama Lampung Barat
- Damar batu (Shorea spp.); Sumatra dan Kalimantan
- Kemenyan (Styrax benzoin); Sumatera Utara terutama Tapanuli Utara
Buah-buahan:
- Durian (Durio spp., terutama D. zibethinus); Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Maluku.
- Jambu mente (Anacardium occidentale); Sulawesi Tenggara dan Sumbawa
- Kluwek atau kepayang (Pangium edule); banyak tempat, terutama di Jawa.
- Kemiri (Aleurites moluccana); Sumatra, Sumbawa dan Sulawesi Selatan
- Lada (Piper nigrum); Sumatra, Kalimantan
- Petai (Parkia speciosa); Sumatra, Kalimantan dan Jawa
- Tengkawang (Shorea spp.); Kalimantan
Rempah-rempah lain:
- Kemiri di Kab. Sidrap Sulawesi Selatan
- Pala (Papua)
- Kulit manis atau kayu manis (Cinnamomum spp.); Sumatra, terutama Sumatera Barat dan Kerinci
- Cengkeh (Syzygium aromaticum), Sulawesi, Kepulauan Maluku.
- Aneka jahe-jahean (empon-empon); Jawa.
Hutan rakyat mahoni (Swietenia macrophylla) di atas tanah berbatu, Desa Sumberrejo, Batuwarno, Wonogiri
Kayu-kayuan:
- Jeunjing (Paraserianthes falcataria); Jawa, terutama Jawa Barat dan Jawa Tengah
- Jati (Tectona grandis); Jawa, terutama Gunungkidul di Yogyakarta, Wonogiri di Jawa Tengah, Pacitan di Jawa Timur, dan Kuningan serta Indramayu di Jawa Barat; juga di Muna, Sulawesi Tenggara
- Mahoni (Swietenia macrophylla); dari banyak tempat di Jawa Barat dan Jawa Tengah
Lain-lain:
- Rotan (banyak jenis); Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi; terutama dari Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan
Sumber Pustaka :
- Undang-undang No.41 tahun 1999
- Berbagai sumber termasuk pengalaman pribadi Penulis