8 Jan 2011

MERAPI MELETUS

Antara Mitos, Fakta Sejarah dan Kawruh Ngelmu Kawaskithan Jawi yg Menyerempet Syirik Secara Islam 



Bagi Keraton Yogyakarta, Merapi menjadi simbol kosmologis yang membentuk poros sakral Utara-Selatan. Puncak Merapi sebagai poros Utara yang kemudian ke Laut Selatan melintasi Monumen Tugu di dekat Stasiun Kereta Api terus melintas Jalan Malioboro.
Merapi Membawa Kemakmuran Warga Sekitarnya
Garis kosmik Poros Utara-Selatan itu membentang ke Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta menuju Alun-Alun Selatan. Selanjutnya, garis itu melintas ke Bantul sebelum akhirnya menuju Laut Selatan yang dalam masyarakat Jawa diyakini di bawah kekuasaan Nyi Roro Kidul. Konon, penguasa Laut Kidul itu menjadi selir setiap Sultan Yogyakarta. [nic]

Mitos yang hidup di tengah masyarakat sekitar Gunung Merapi, disana ada kekuatan Sang Penunggu, yaitu Romo Permadi dan Kyai Sapu Jagad. Gunung Merapi dipercaya sebagai pusat kerajaan mahluk halus, sebagai “Swarga Pangrantunan”.
Konon, sebelum kehidupan manusia, keadaan dunia miring tidak stabil. Batara Guru memerintahkan kepada kedua Empu (Rama dan Permadi) untuk membuat keris, sebagai pusaka pusatnya tanah Jawa agar dunia stabil.
Namun belum lagi selesai, keburu mengutus para Dewa untuk memindahkan gunung Jamurdipa yang semula berada di Laut Selatan ke Pulau Jawa bagian tengah, utara Kota Yogyakarta (sekarang) dimana kedua Empu tersebut sedang mengerjakan tugasnya.
Karena bersikeras berpegang pada tugas Bathara Guru, serta tidak mau memindahkan kegiatannya, maka terjadilah perang antara para Dewa dengan kedua Empu tadi yang akhirnya dimenangkan oleh kedua Empu tersebut.
Mendengar kekalahan para Dewa, Batara Guru memerintahkan Batara Bayu untuk menghukum keduanya dengan meniup Gunung Jamurdipa. Gunung itu terbang diterpa angin besar ke arah utara dan jatuh tepat di atas perapian dan mengubur mati Empu Rama dan Permadi. Namun sebenarnya dia tidak mati hanya berubah menjadi ujud yang lain dan akhirnya menguasai kraton makhluk halus di tempat itu.
Sejak itu lah arwah kedua Empu tsb diatas dipercaya untuk memimpin kerajaan makhluk halus di Gunung Merapi itu.

Ilustrasi diatas sering kita dengar atau kita baca tulisan-tulisan para pendahulu khususnya mereka yang masih erat kaitannya dengan keberadaan Keraton Ngayogjakarto Hadiningrat dengan segala kekuatan mistisnya.




  
Disadari atau tidak masyarakat di sekitar G. Merapi telah melihat tontonan realita suguhan yang terlalu indah manakala G. Merapi dalam kondisi tanpa selimut awan dan berbalut untaian rimba menghijau. Namun tontonan indah berubah menjadi sesuatu yang menyeramkan manakala G. Merapi memuntahkan isi perutnya berupa lava panas bahkan material pyroclatic terdiri dari material halus bersuhu super tinggi dengan bentuk menyerupai awan, yang disebut “wedus gembel”. Semua yang terlewati hangus tanpa sisa terkecuali mereka yang dikehendaki oleh Yang Maha Kuasa, maka ia tetap tegar segar sentosa untuk menjadi saksi hidup dan mengabarkan kepada anak keturunannya akan kehebatan Sang Giri.

Merapi Mengamuk, 5 November 2010

Fakta sejarah telah mempertontonkan adanya mitos yang menjadi kenyataan, adanya misteri yang tidak bisa dinalar dan terjadi di depan mata kepala mereka.
Sebagian mereka pada mengucapkan kebesaran Ilahi Maha suci Tuhan dengan segala kebesarannya. Dan ada sebagian dari mereka yang melakukan suatu ritual sesuai kepercayaan yang dirasakan telah menyatu antara kehidupan dirinya dan alam di sekitarnya yang telah menghidupinya. Kepasrahan kepada Alam yang tidak dibarengi dengan nalar sehat ternyata belum sempurna. Fatalistik untuk menerima akibat berupa kematian dan akibat hidup selamat sudah lebih lekat dibandingkan harus mengikuti kehendak nalar keilmuan. Akhirnya, sebagian dari mereka pun benar-benar tidak selamat alias menjadi kurban keganasan wedus gembel material muntahan kepundan gunung.

Kenapa mereka sangat percaya bahwa alam gunung lebih dirasakan sebagai pelindung dalam hidupnya? Jawabnya karena adanya fakta kejadian-kejadian mistis sekitar menjelang meletusnya Merapi seperti catatan di bawah :
  • Masyarakat sekitar G. Merapi terkenal sebagai pekerja, petani ternak dan petani sawah/ladang yang gigih, kuat bekerja dan ulet serta suka melakukan tirakat. Diantara mereka yang hidup sebagai pelaku usahatani yang handal, sebagian dari mereka ada yang menjalankan tindak kepercayaan yang menyerempet sisi keimanan yang berbau tahayul untuk menumpuk harta kekayaan secara tidak wajar.
  • Sederet desas-desus yang beredar dan dianggap peristiwa wajar adanya seseorang yang telah meninggal dan kembali lagi ke dunia dalam kondisi tidak 100 % normal, di alam sana melihat orang-orang sedaerahnya yang sewaktu hidup di dunia, ternyata menjadi jembatan membara atau pekerja memanggul barang berat di dunia dedemit G. Merapi. Inikah ilustrasi neraka..bagi manusia pemeluk ajaran syetan!!
  • Tercatat dalam ingatan peristiwa menjelang meletusnya G. Merapi yang diikuti banjir lahan tahun 1970, pada suatu siang menjelang turun hujan warga masyarakat Dsn. Dukoh dan Talun Kec. Dukun seperti dihenyakkan oleh seorang tua agar mengungsi kearah yang aman dari alur banjir lahar dingin. Bersamaan dengan itu, diatas K. Pabelan terlihat gerombolan burung yang begitu banyak dan membentuk hampir seperti awan hitam terbang menyusuri K. Pabelan menuju kearah barat. Dalam waktu sekejap pada malam harinya, datang banjir lahar dingin menyapu Pasar Talun dan rumah-rumah penduduk di sekitarnya hingga setinggi bubungan. Keanehan terjadi, batu besar telah masuk kedalam rumah yang kondisinya terkunci dari luar. Juga 2 (dua) ekor kerbau yang semula ditambatkan di dalam kandang telah tergantikan dengan batu-batu besar dalam kondisi palang kayu di depan kandang masih tertutup. Secara nalar seharusnya aliran lahar dingin akan menuju kearah jalan Talun – Muntilan, tetapi yang terjadi justru aliran lahar dingin kembali ke aliran K. Pabelan melalui gang diantara perumahan warga.
  • Warga di sekitar alur K. Pabelan juga sering melihat adanya pemandu/kepala banjir berupa segumpal api yang menelusuri alur sungai bahkan menerjang apapun yang dilewati tanpa memandang apakah alur yang dilewati kondisi tanah lebih tinggi. Arah banjir lahar dingin akan selalu mengikuti arah gumpalan api kepala banjir.
  • Masih segar dalam ingatan meletusnya G. Merapi 5 November 2010, keanehan terjadi di perkampungan sekitar puncak Merapi pada 4, 5 hari sebelumnya, warga setempat menyaksikan fenomena un-logical, dimana ribuan batu-batu sebesar gajah dan rumah yang terdapat di jalanan, pelataran rumah dan tegalan, semuanya lenyap tanpa adanya banjir atau penyebab dorongan fisik apapun.
  • Selayaknya warga pedesaan bahwa untuk memasak di dalam tungku selalu memanfaatkan kayu. Keanehan terjadi, kayu-kayu yang diambil dari sisa-sisa banjir ternyata pada malam harinya pada warga di-”primpeni” (jw : ditemui seseorang dalam mimpi) agar kayu-kayu dikembalikan ke Kali tempat memungut semula.
  • Keanehan pun menimpa para penambang pasir yang nekat mengambil pasir di K. Pabelan beberapa hari setelah meletus G. Merapi, pasir sudah diangkut dan dijual ke daerah Semarang. Sopir truk diprimpeni agar pasir dikembalikan ke tampat asalnya. Maksud hati akan mencari sesuap nasi, justru modal hilang di perjalanan untuk mengangkut kembali pasir ke tempat penambangan.


Kedahsyatan Energi Merapi, Dsn Argomulyo Kini telah Menjadi Padang Pasir
Betapa Besar Material yg Dibawa Wedusgembel Dalam Tempo Sekejab 
 
Merapi telah meletus tgl 26 Oktober 2010 dan 5 November 2010 meninggalkan pilu yang mendalam. Lebih dari 200 orang meninggal dan hilang, 250.000 orang mengungsi, kerugian usahatani mencapai Rp.4,7 triliun, 250 KK terpaksa transmigrasi karena kampung halamannya sudah rata tertimbun material vulkanik. Sementara tanah pertanian nan subur makmur tidak bisa ditanami sampai beberapa musim kedepan karena kandungan sulfur pada abu pasir mencapai > 5 % menunggu unsur kimia tersebut lapuk. Setelah itu warga mulai menata kembali asa di depan mata. 

Sabo Dam Selatan Dsn Bendo - Kec.Dukun sudah penuh lahar dingin, sungai jadi  
padang pasir , material mbleber ke perkampungan dan sawah (Nov-2010) 

Menyedihkan, Kondisi Jumoyo Pasca
Tertimpa Lahar Dingin, Febr 2011
 Harus bagaimana akal sehat menyikapi fenomena alam menyeramkan yang terjadi di depan mata?
  • Bagi masyarakat yang berpendidikan cukup dan keimanannya kuat, fenomena alam adalah bahan refleksi pencerahan pola pikir untuk menelaah perbedaan antara keimanan terhadap ajaran Ilahi dengan liku-liku adat budaya yang tidak boleh dicampur-aduk dalam menelusuri pernik-pernik keunikan budaya hasil olah pikir manusia dengan ajaran Wahyu Ilahi. Fenomena alam adalah bukti keagungan Sang Kholiq, sekaligus merupakan ayat Tuhan yang tidak tertulis yang langsung bisa dibaca dengan nurani seluruh ummat di dunia. 
  • Bagi masyarakat awam yang tingkat pendidikan dan penalarannya sangat kurang, maka pola berfikirnya cenderung berpegang pada pengamatan lintasan sesaat yang bisa dilihat secara fisik. Kekuatan alam di sekelilingnya akan dianggap sebagai bagian dari hidupnya sengan segala keyakinan yang tumbuh dari dalam kalbunya. Daya pemikiran yang kurang terlatih secara cerdas bisa jatuh pada tindak tahayul yang menyesatkan. Para cerdik-cendekiawan harus bisa memahamkan kepada mereka, mana ajaran agama dan mana fenomena yang harus disikapi secara nalar yang sehat, tanpa harus mengorbankan diri dari peristiwa yang seharusnya dihindari. Dengan demikian secara keseluruhan akan terbentuk masyarakat yang agamis tanpa harus meninggalkan bentuk-bentuk budaya yang harus dilestarikan.
  • Kawruh ngelmu kawaskithan adalah falsafah bathiniyah yang bersumber dari karya budidaya para pendahulu kita dalam mengenal dirinya sendiri dan kekuatan alam di sekitarnya guna memperoleh ketenteraman bathin dalam menjalani kehidupan dunia. Yang perlu diperhatikan, adalah pengakuan terhadap makhluk halus adalah sah-sah saja karena makhluk halus adalah ciptaan Tuhan juga, namun pengakuan tersebut tidak boleh berlebihan bahkan sampai pada pengakuan sebagai pelindung diri dan akhirnya mengabdi/menyembah. Jika kondisi demikian, hal ini merupakan tindakan syirik yang berarti menyekutukan Tuhan dan berarti pula dosanya tidak akan diampuni Tuhan Yang Maha Esa. Namun, penolakan ajaran demikian juga tidak boleh berlebihan bahkan takabur bahwa makhluk halus itu tidak ada, tempat-tempat khusus itu harus dirusak, dls, karena Tuhan tidak menyukai tindakan manusia yang berlebihan.
  • Sebagian kecil dari mereka ada yang tulen Penganut Kepercayaan Tahayul yang bertumpu dari kebudayaan asli Jawa, yang konon nenek moyangnya masih berfaham animisme & dinamisme. Seluruh hidupnya untuk mengabdi kepada Roh-roh dan Benda yang dipercaya sebagai Penunggu Sungai, Gunung, Batu-besar, dll, sekaligus sebagai pelindung dirinya dalam kehidupannya. Fenomena kejadian gunung meletus mereka percaya sebagai Maha Karya Makhluk Halus Kerajaan G. Merapi yang dipimpin oleh Empu Rama & Empu Permadi beserta Para Punggawanya. Oleh karenanya ritual pengorbanan kepada Punggawa Kerajaan Makhluk Halus di tempat-tempat khusus adalah kewajiban karena berkat bantuannya mereka diselamatkan dalam hidupnya.
    Fenomena kebatinan demikian, perlu waktu memahamkan kepada mereka secara terus-menerus membimbing secara lintas generasi guna menyadarkan yang bersangkutan bisa mengikuti ajaran Wahyu Ilahi secara benar.
Kesimpulan diskusi,  kita dituntut untuk menjalankan kehidupan duniawi dan uhrowi secara berimbang. Maksudnya tidak berlebihan dalam mengakui kedahsyatan keberadaan makhluk halus yang diberikan kelebihan Tuhan berujung pada pengabdian kepada menyekutukan Tuhan atau syirik. Juga kita tidak boleh melakukan  penolakan keberadaan makhluk halus yang menjurus kepada “takabur”, yang berujung pada kekhilafan dan mencelakakan dirinya sendiri.
Jadilah manusia yang memiliki ilmu duniawi dan uhrowi yang berimbang demi kemaslahatan ummat. Saudara-saudara kita yang tersesat perlu diingatkan secara terus-menerus untuk memahamkan dari sedikit demi sedikit tentang tuntunan ajaran Wahyu Ilahi, biarpun dilakoni secara lintas generasi.

Refferensi :
  1. Anonim, 2010, Kompas, Kumpulan Klipping Bulan November, Jakarta Desember, 2010.
  2. Anonim, 2010, Detikcom, Merapi melontarkan abu vulkanis, Jakarta 2010.
  3. Anonim, 2010, Pusat Vulkonologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Yogyakarta 2010

Jakarta, Januari 2011
Agus Prasodjo

Tidak ada komentar: