13 Jan 2016

Daftar Alumni SMP Negeri Blabak Lulusan Thn 1974

Sebuah filosofi psikologis bagi para adiyuswo / orang tua ; "Seseorang disaat usia tua akan merasa bahagia bilamana menemukan dunianya seperti kehidupan dimasa mudanya". Dunia remaja biasanya didominasi dengan banyak kawan yang sepantaran, melakukan permainan seusianya dengan penuh canda tawa, bahkan ejek mmengejek (bullying) sampai  kepada kegiatan yang hanya diketahui oleh kawan dekatnya misalnya mencari buah-buahan milik orang lain, mancing, makan dipinggir jalan, dll.

Dalam perkembangannya, orang-orang tua mencari bentuk penemuan dunia remajanya dengan mengadakan reunion (reuni), temu kangen, membuat grup media sosial, dls. Tentunya sebelum melakukan hal tersebut beberapa orang mencari daftar nama, alamat dan nomor telepon agar mempermudah melakukan konfirmasi.    
Tidak ketinggalan kawan-kawan alumni SMP Negeri Blabak yang masuk tahun 1971 dan lulus tahun 1974 juga menggalang informasi.

Inilah daftar nama murid SMP Negeri Blabak Lulusan Tahun 1974 berikut Nama Kepala Sekolah dan nama-nama Bapak/Ibu Guru kala itu. 

Tentunya daftar dibawah belum lengkap, mohon bagi yang membuka blog ini bisa mengirim informasi lewat email kami : aprasodjo@ymail.com atau langsung dikomentari di bawah tulisan ini, karena respond akan terlihat di email tsb diatas. 




DAFTAR NAMA ALUMNI SMP NEGERI BLABAK
LULUSAN 1974


No.
Nama
Alamat Asli & Sekarang
Keterangan
1
Ahsan
Nolobo – Sawangan
Menetap di Nolobo

2
Ashun
Blabak

3
Agus Priyono
Blondo

4
Ahmad Suwidyo (Gamadi)
Mendut

5
Adi Susetyo
Paremono

6
Agus Fuad
Nolobo – Sawangan

7
Agus Tangkilan
Tangkilan

8
Ari Gunawan
Blabak
Jakarta

9
Agus Prasodjo (Jojo)
Margowangsan – Swg
Global Mansion Blok B5/3, Kln. M. Toha Km-4, Tangerang

10
Arumdati (Etik)
Mudal – Mungkid

11
Arus
Kamal - Pagersari

12
Asmiyati
Piji – Podosoko, Sawangan

13
Bunari
Pagersari

14
Bambang Pamuji Yuwono (Wono)
Pesanggrahan - Mungkid

15
Bagio (Sutejo)
Sigug – Sawangan
(menetap di Mudal -Swg)

16
Bakri
Paremono

17
Bambang Sikepan
Sikepan - Mendut

18
Bambang Gepeng
Nolobo - Sawangan

19
Bambang Heru Sutoro (Tejo)
Tejo - Tangkilan

20
Bambang Wahid Hidayat (Wahid)
Mungkid
Malang

21
Bronto
Jetis

22
Budi Purnomo
Mungkid

23
Budiningsih
Mungkid

24
Bugel
Gunung Lemah - Sawangan
Menetap di Gunung Lemah

25
Budi Rihatin
Mungkid

26
Budiantoro
Sanggrahan

27
Cempluk
Bengan Kidul, Sawangan

28
Chasanatun
Sirad - Mungkid
Menetap di Sirad

29
Choirul Ahyani
Srikue - Mungkid

30
Darmanto
Tangkilan

31
Dibyo Purwanto / Cepung
Seketi – Sawangan
Menetap di Seketi

32
Didik Lesmono
Mertoyudan

33
Dulrahman
Jebulan - Sawangan

34
Dwi Hastuti
Kiyudan – Sawangan
Komplek BekAng TNI– Semper, Tanjung Priok

35
Edy Ristiono
Bakalan – Sawangan
Menetap di Ngrajek

36
Endang Sri Hartatik/Tatik
Mudal - Sawangan

37
Endang Bulu
Bulu - Sawangan
Menetap di Penggaron

38
Edi
Wonokerso - Sawangan

39
Endang Alfiati
Ponggok - Blondo

40
Fatimah
Jetak - Mungkid

41
Gunawan
Pabelan

42
Harjanti
Blambangan - Mungkid

43
Harsono
Mungkid
Gresik - Surabaya

44
Haryono
Srikue - Mungkid

45
Heru Setyo Sunowo
Butuh – Sawangan
Menetap di Butuh

46
Hariah
Tampir Kulon

47
Hartiyah
Piyungan - Sawangan

48
Indro Gondang
Gondang Kidul

49
Ircham
Sanggrahan – Mungkid
Menetap di Sanggrahan

50



51



52
Ismail
Paremono

49
Ismiyati (Tiwuk)
Bengan Kidul - Sawangan

50
Isdiningsih (Ning)
Paremono
(Istri Sarjono)

51
Kartini
Mungkid

52
Kismianto
Sanggrahan - Mungkid

53
Khoiriah
Mungkid

54
Muhasim
Tampir

55
Muh Yuri
Blondo

56
Muh. Yusup
Taman Agung - Sedayu

57
Muh Zaeni
Blondo

58
Muh Zuhri
Sirahan - Ngluwar

59
Muhdi
Paremono

60
Musyarofah
Blondo

61
Mandra
Mungkid

62
Mutmainah
Paremono

63
Nanik
Mungkid
Senden - Mungkid

64
Nur Asmoro Tri Murti (Nur)
Butuh Wetan

65
Nurhadiah
Gadingan - Bojong

66
Nurjanah
Kadipiro - Mungkid

67
Nur Widodo
Pranggen - Sawangan

68
Prabowo
Bulu - Sawangan

69
Purwanto
Senden

70
Purwoko
Paremono

71
Purwanto
Gunung Lemah

72
Rasmono
Blondo

73
Rahmat
Bengan Kidul

74
Rifatun
Gamol - Mungkid

75
Rohmadi
Tampir Wetan

76
Sarjono
Keprekan - Bojong
Taman Galaxy, Jln. Kebon Sirih No.33 - Bekasi

77
Slamet
Bengan Kidul

78
Slamet
Papringan – Sawangan
Menetap di : Paduroso - Swg

79
Sri Subekti
Dendengan - Bojong

80
Sri Lestari
Simping - Mungkid

81
Sri Susanti
Sanggrahan - Mungkid

82
Srikaton
Bedokan – Sawangan

83
Sudarto
Blondo

84
Sudarwati
Blondo

85
Sudiyono
Gading Legok - Sawangan

86
Sugiarto
Mudal - Mungkid

87
Sujarwo
Jebulan – Sawangan


88
Sukarti
Gondang Kidul

89
Sumarjo Kurmen
Bendo – Blondo
Menetap di Bendo

90
Sungkono (Bero)
Bulu - Sawangan

91
Supriyadiyanti
Sanggrahan – Mungkid
Menetap di Bekuning - Swg

92
Supriyanto
Sanggarhan - Mungkid

93
Suratmi Widyawati
(Membo)
Paremono
Menetap di Krapyak – Pr.mono

94
Sri Mulyati
Pesanggrahan - Mungkid

95
Sri Sunarti
Kadipiro - Mungkid

96
Sri Purwaningsih (Ning)
Karangampel – Tampir
Menetap di Payaman

97
Sutopo
Blondo

98
Sutrisno
Payakan – Sawangan
Menetap di Payakan

99
Supratiknyo
Ponggok - Blondo

100
Supriyanto
Peanggrahan - Mungkid

101
Sangkrip
Ngaglik Ngisor - Sawangan
Menetap di Ngaglik

102
Surti Wartini
Jetak – Mungkid
Sedayu - Muntilan

103
Siti Wardani
Dendengan – Keprekan
Menetap di Kalinegoro - Mgl

104
Sutanto
Njetak - Mungkid

105
Sutikno
Blondo

106
Sri Hartatik
Payakan – Sawangan
Menetap di Mudal - Sawangan

107
Sri Hartatik
Pandansari - Candimulyo

108
Subari
Jumbleng – Muntilan
Menetap di Perum-II Jln. Asahan 2 No.7, Tangerang


109
Sumriandiyanti
Sanggrahan
Menetap di Bekuning - Swg

110
Susetyo
Penggaron – Sawangan
Menetap di Penggaron

111
Sumaryanto
Blangkunan
Menetap di Blankunan

112
Sulistianto
Paduroso - Sawangan

113
Suyono
Bengan Kidul - Sawangan

114
Sahal
Kamal

115



116
Tibyan
Paremono

117
Tri Pambudi
Kentengsari – Sawangan
Cirebon

118
Tumpartani
Paremono

119
Tri Narmiyati
Sanggrahan - Mungkid

120
Tri Muryanto
Mungkid

121
Umar Santoso
Paremono

122
Umar Yulianto
Gadingsari - Sawangan

123
Wahyudi
Tampir Kulon

124
Waludi
Payakan – Sawangan
Menetap di Payakan

125
Walimah
Paremono

126
Wardoyo
Pagersari

127
Windoyoprono
Mendut

128
Welly
Njetak – Mungkid
Menetap di Njetak

129
Widodo
Paremono

130
Wiwik
Paduroso - Sawangan

131
Widiyanto
Seketi - Sawangan

132
Widyastuti
Margowangsan – Sawangan
Menetap di Margowangsan

133
Widyo Saptono
Blambangan - Mungkid

134
Wiyoto
Karangampel

135
Yeny (Yeyen)
Piyungan

136
Yubiah
Blondo

137
Yuniah
Jagalan - Citran

138
Yubi Datiah
Piyungan – Sawangan
Menetap di Penggaron
(istri Susetyo)





INFORMASI ALUMNI YANG SUDAH MENINGGAL
(S/D TAHUN 2018)

1
Bakat
Paremono

2
Broto
Senden

3
Muh Rofi
Ngluwar

4
Muntasir
Pabelan

5
Muslih
Gunung Pring - Muntilan

6
Safilin
Ngluwar

7
Siswoto
Japun - Mungkid

8
Sanyoto
Bulu - Podosoko

9
Suhadi
Sedayu

10
Sunariyanto (Noni)
Senden

11
Suswandi
Bakalan - Muntilan

12
Triyoso
Gadingsari - Sawangan

13
Susetyo
Penggaron




NAMA KEPALA SEKOLAH, BAPAK DAN IBU GURU
TAHUN 1971 - 1974

1
Drs. Sarju
Magelang
Kepala Sekolah
2
Drs. Sutrisno (alm)
Bakalan - Muntilan
Wakil Kepala Sekolah
3
Dra. Sri Sulastri
Bakalan - Muntilan
Bhs Indonesia
4
Ambarwati, Bsc (alm)
Blondo
Ilmu Ukur
5
Bahtiar, BA (alm)
Podosoko - Sawangan
Fisika
6
Bambang Gathuk, BA (alm)
Kenthengsari - Sawangan
Olahraga
7
Dalmuji, BA (alm)
Jetak
Ciivics/Administrasi
8
Drs. Elly
Muntilan
Bhs. Indonesia
9
Jamhari, BA (alm)
Bakalan - Paremono
Olahraga
10
Marfuah, BA (alm)
Bakalan - Muntilan
Bhs Daerah
11
Mursidah, BA
Karangwuni - Sawangan
PKK
12
Marjuli, BA (alm)
Bedokan - Sawangan
Sejarah/Bhs Indonesia
13
Suherman, BA (alm)
Ngaglik Ngisor - Sawangan
Sejarah/Ilmu Bumi
14
Samud, BA (alm)
Ngrajek
Sejarah
15
Sunari, BA (alm)
Mungkid
Civics
16
Sri Suharti, BA (alm)
Mungkid
PKK/Bhs Indonesia
17
Sunarso, BA (alm)
Jetak
Bhs. Indonesia
18
Sumardi, BA
Jetak - Mungkid
Seni Lukis
19
Suharto, Bsc (alm)
Bengan Kidul - Sawangan
Ilmu Ukur
20
Sartan, Bsc (alm)
Gondangan - Sawangan
Ilmu Aljabar
22
Syamsul, BA (alm)
Paremono
Agama Islam
23
Sumarsono, BA (alm)
Magelang
Biologi
23
Umi Salamah, BA
Sleman
Bhs Inggeris
24
Wahyanto, BA
Gondang Kidul
Seni Suara
25
Yasto (alm)
Piyungan - Sawangan
TU SMP


Wajah-wajah Alumni SMP Negeri Blabak pada Reuni 19 Juni 2018 :
 


 

11 Des 2015

Sorosilah Sodongso (Pangeran Wirjo Dipoleksono)

Eyang Kartodiryo, satu dari 9 putra pepunden Posong
Sorosilah atau silsilah, silsilah keluarga, bagan silsilah, atau diagram silsilah adalah suatu bagan yang menampilkan hubungan keluarga dalam suatu struktur pohon sehingga disebut juga pohon keluarga (family tree). Data keturunan atau genealogi ini dapat ditampilkan dalam berbagai format. Salah satu format yang sering digunakan dalam menampilkan silsilah adalah bagan dengan generasi yang lebih tua di bagian atas dan generasi yang lebih muda di bagian bawah.
Bagan leluhur, yang merupakan suatu pohon yang menampilkan pepunden atau leluhur seorang individu, memiliki bentuk yang lebih menyerupai suatu pohon, dengan bagian atas yang lebih lebar daripada bagian bawahnya. Beberapa bagan leluhur ditampilkan dengan seorang individu berada pada sebelah kiri dan leluhurnya di sebelah kanan.
Bagan atau catatan gambaran keturunan dari seseorang sampai kepada keuturunan tertentu yang dibuat dalam bentuk "Pohon Keluarga" atau family tree. 

Sorosilah Sodongso adalah pohon keluarga yang menggambarkan anak-beranak dari Pepunden Induk Trah Sodongso (P. Wirjo Dipoleksono) yang bermukim di Dusun Margowangsan dan beranak pinak di Pedusunan Posong, Butuh, Gadingsari, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Sodongso menurunkan 10 orang anak hingga generasi sekarang tahun 2022 sudah sampai pada Generasi Ke-5 dan Ke-6. 

Induk Trah berjumlah 3 (tiga) bersaudara, yaitu (1) Sodongso (P.Wirjo Dipoleksono) tinggal di Margowangsan, (2) Kyai Kasan Iman (P. Diponido/BPH Hadi Negoro) tinggal di Kuncen dan (3) Annonim bermukim di Dusun Gadingsari.

Ketiga orang adik beradik tersebut belakangan diketahui sebagai Kerabat Raja-raja Mataram yaitu putera Hamengku Buwono III, adik dari P. Diponegoro beda Ibu. 

Perang Diponegoro tidak berhenti pada tipu muslihat Belanda yang super keji terhadap P. Diponegoro yang konon akan diajak berunding namun berujung dengan panangkapanan di Kantor Karesidenan Kedu di Magelang dan diasingkan ke Makasar terus ke Menado. Belanda tetap mengejar para Pengikutnya yang merupakan Adik-beradik dan Family P. Diponegoro. Oleh karenanya para Pengikutnya menyebar ke daerah sekitar  Kota Magelang. Pengikut setia P. Diponegoro tersebut lebih dikenal dengan 9 (sembilan) Dipo dan menyamar berganti nama termasuk Dipoleksono sebagai Sodongso, Diponido sebagai Kyai Kasan Iman, Dipokusumo (akhir hayatnya dikubur di puncak Gunung Kuli).

Mereka bertiga meninggalkan nama aslinya dan tidak kembali ke Mataram dalam rangka menghindari kejaran Tentara Belanda. Bahkan nama kesehariannya pun tidak banyak yang kurang dikenal masyarakat umum hingga saat ini. Sebelum peperangan P. Diponegoro melawan Tentara Belanda, di Pedusunan tersebut di atas sudah bermukim Kerabat Mataram pasca peristiwa Perjanjian Giyanti tahun 1779 dan anak keturunannya berinteraksi dengan  peperangan Pangeran Diponegoro tahun 1825 hingga 1830. Era perang Diponegoro inilah gelombang kedua prajurit Mataram banyak yang berinteraksi dengan pendatang gelobang pertama bahkan bermukim di daerah ini hingga akhir hayatnya. Situs nisan di beberapa makam di daerah Sawangan sebagai saksi bisu yang menunjukkan keberadaan para Tokoh Mataram bermukim dan meninggal di sini.

Bagi yang tertarik ingin mempelajari lebih jauh silahkan menelusuri situs-situs berupa Nisan-nisan di Pekuburan Posong, Mudal, Margowangsan, Gadingsari dan Kuncen. 
 
Narasumber (Mbah Slamet Sahli, 2003) ngendika keturunan pertama Pepunden Posong jumlahnya 10 orang dan diantaranya ada yang kembar. Masukan demi masukan informasi akhirnya bisa digambarkan pada Bagan Sorosilah dibawah.  

Tercatat sementara, dari 9 (sembilan) orang anak menurunkan sekitar 45 (empatpuluh lima) cucu  dan menurunkan lebih dari 100 buyut. Dari 100 buyut sudah menjadi (n) canggah dan dari n canggah menjadi (nn) Wareng dan (nnn) Udheg-udheg. Pada tahun 2015 sudah ada beberapa keturunan yang sudah sampai Udheg-udheg. 

Sebagai indikasi keberlangsungan generasi, pada tahun 2022 anak pertama pepunden sudah menginjak generasi ke-7 sedangkan putra bungsu sudah menginjak generasi ke-5 dengan usia balita hingga paruh baya. 

Silahkan periksa Bagan Sorosilah dibawah walaupun masih banyak yang belum teridentifikasi dan masih perlu direvisi, bilamana ada sumber shahih yang mengusulkan untuk direvisi. Semoga bermanfaat.

Sumber :
1. Pak Samidi, Margowangsan - Sawangan, 2003
2. Mbah Slamet Sahli, Dampit - Mertoyudan, 2003
3. Mbah Suharto, Ngaglik Nduwur - Sawangan, 2007
4. Pak Turmudi, Tangerang, 2013
5. Pak Sutrisno, Margowangsan - Sawangan, 2013
6. Pak Suryadi Ahmad, Purwokerto, 2015   
7. Yosodipuro, Babad Gijanti, 1755 (Wikipedia)



MENELUSURI SOSOK TOKOH SODONGSO
(Sodongso alias Pangeran Wirjo Dipoleksono alias Wirjo Digdonegoro)

Siapa Sosok Sodongso...

Ilustrasi Sodongso alias P.Wirjo Dipoleksono


Maksud penelusuran Silsilah Sodongso bagi Brayat turun waris Posong Sagotrah adalah upaya menelusuri Pepunden Cikal Bakal Trah yang menurunkan 10 putra/putri yang dikenal oleh Turun Waris saat ini (2022).
Penelusuran secara visual berupa dokumen, penuturan primer dari Sesepuh Trah dan Situs Petilasan yang mengindikasikan keberadaan sosok aslinya juga belum diketemukan karena sesepuh yang mengenali silsilah sudah tidak ada lagi. Oleh karenanya, penelusuran dilakukan menggunakan logika alternatif antara lain :
(1) Mengumpulkan penuturan, kisah cerita yang pernah didengar oleh beberapa ahli waris yang bisa dipertanggungjawabkan;
(2) Mengunjungi situs petilasan dan
(3) Menelusuri lewat metafisik "kekuatan ilmu olah batin" kemampuan supranatural dari beberapa ahli waris yang menggeluti bidang tersebut  yang secara kebetulan saat ini (2022) ada yang mewarisinya.

Adapun tujuan penelusuran Silsilah Sodongso adalah untuk mencari titik terang siapa sebenarnya Sosok Sodongso. Tujuan lebih jauh adalah untuk memberikan pencerahan kepada generasi turun waris Tokoh Sodongso bahwa yang bersangkutan mengetahui silsilah Sang Tokoh secara lebih (credible) terpercaya, jauh dari tujuan mencari pengakuan (jw : ngaku-ngaku) sebagai keturunan Darah Biru

 Penelusuran Bukti-bukti Penuturan Otentik :

Mengumpulkan bukti-bukti penuturan autentik kisah-kisah yang diceritakan Pinisepuh dan Turun Waris yang mendapatkan informasi metafisik dari seorang ahli supranatural "linuwih".

Sosok Sodongso mempunyai 10 (sepuluh) anak dan masih terjaga hubungan silaturahminya hingga saat ini.  Kesepuluh anak Kabuyutan tersebut adalah sbb :

1. Kartowirjo (Gangsan)
2. Djojo (Bendan)
3. Kartorejo (Butuh kulon)
4. Kartodirjo (Posong)
5. Kartodurjo (Butuh kulon)
6. Pm (Popongan)
7. Pm (Mawungan)
8. Niti (Plalangan)
9. Pawiro (Gadingsari)
10.Kartodimedjo (Posong)

Catatan Penuturan Turun Waris sbb :

Tahun 2022,  turun waris dari 10 (sepuluh) kabuyutan tersebut di atas masih memelihara tali silaturtahmi walaupun belum secara lengkap dan intensif melakukan acara-acara keakraban, namun sudah cukup bagus terselenggara khususnya untuk yang berdomisili dai Jakarta dan sekitarnya. Namun demikian dari sekian turun waris kesepuluh kabuyutan belum ada yang tahu pasti siapa Pepunden Cikal Bakal yang menurunkan kesepuluh Sosok Kabuyutan tersebut di atas, namun upaya untuk mencari dan menemukan melalui berbagai cara semakin lama semakin menemukan titik terang. 

Tahun 1970an Mbah Urip Muljodikromo (kakaknya kakek saya Walijo Ronoredjo) menceritakan bahwa jaman dia kecil sering mendengarkan kisah cerita-cerita ayahnya Ranudikromo, adanya keakraban Mbah Sodongso dengan adik kerabatnya Kuncen Kyai Kasan Iman dan Mbah Urip sering diajak Sebo ke Keraton Mataram Jogja dan Solo.    

Tahun 2003 Mbah Slamet Sahli (Dampit) adik kandungnya nenek saya Yung Irah menceritakan bahwa Pepunden Posong Sagotrah bernama Sodongso atau Eyang Sodong adalah sosok yang sangat sakti, memiliki ilmu Pancasona yang tidak mati jika menyentuh bumi dan berumur sangat panjang dari tahun 1795an seumuran Pangeran Diponegoro meninggal awal tahun 1900an. Eyang Sodong atau Mbah Sodongso sangat tidak suka kepada Pemerintahan Belanda sebagai dampak dari Perjanjian Giyanti dan penangkapan P. Diponegoro di Karesidenan Kedu - Magelang. Sodongso adalah Aktor peristiwa heroik pada pembakaran Kantor Pusat Pemerintahan Belanda di Semarang yang dikenal sebagai Gedong Papak, Pasar Johar - Semarang. Gedung tersebut penjagaannya super ketat, namun dengan waskithaning ngelmu kanuragan yang dimilikinya, beliau bisa masuk, membakar gedung dan keluar gedung tanpa diketahui oleh Security. 

Cerita dari Mbak Budi Bekasi (nenek asli Gondang, lahir di Lampung, domisili di Jakarta, 2022), bahwa nenek buyutnya sering menuturkan tentang Sodongso, tetapi ybs tidak begitu faham maksud dan tujuannya cerita tersebut, karena belum tahu siapa sebenarnya Tokoh Sodongso kaitannya dengan turun waris yang dikenal sekarang.

Penuturan Mas Bitri bin Surahmat bin Marsan Martoredjo bin Selar bin Kartowirjo bin Sodongso saat berkunjung ke seorang Kyai Kusnadi di Cirebon (2021) dalam perjumpaannya dengan Kyai Kusnadi secara metafisik diperlihatkan bahwa dirinya adalah masih Darah Mataram. Dalam alam bawah sadar Mas Bitri diperlihatkan secara lengkap mulai dari Brawijaya Bhre Kertabhumi, Raja-raja Mataram sampai kakek dan ayahnya yang sudah tiada.


Penelusuran Fisik Situs Petilasan

Lokasi yang dikunjungi adalah situs-situs di Pesarean Mudal Kulon, Pesarean Mudal Wetan, Kuncen, Gadingsari, Puncak Gunung Kuli, Pesarean Lor Pesarean Kidul Margowangsan.


Nisan Kyai Kasan Iman (BPH Hadinegoro, Kuncen)
 

Pada saat penelusuran Petilasan di Pesarean Kuncen, dijelaskan oleh Pengelola Situs petilasan yaitu Bapak Ibrahim asal Wonolobo (Juni 2021) dijelaskan tentang penemuan petilasan, proses penggalangan Turun Waris, penelusuran ke Arsip Keraton Mataram Yogyakarta sampai peresmian Petilasan Kyai Kasan Iman oleh Pejabat Keraton Yogyakarta tahun 2006. Dalam penuturannya, Sosok Kyai Kasan Iman adalah seorang Tokoh Senopati Mataram putra Hamengu Buwana III adik Pangeran Diponegoro lain Ibu. Pada masa pelariannya ke Dsn Kuncen, beliau menjadi warga kampung menyamar dengan nama samaran Kyai Kasan Iman.  Arsip Keraton Yogyakarta Hadiningrat menjelaskan, dan mendapatkan kekancingan Kyai Kasan Iman sebagai Bendoro Pangeran Haryo (BRH) Hadinegoro alias Diponido, alias Suryo Ing Ngalogo


Dalam kisah penuturan
yang diwariskan secara turun-temurun oleh beberapa sesepuh Ahli Waris Sodongso , Kyai Kasan Iman adalah adik kandung Sodongso.

Penelusuran Situs di Pesarean Kulon Dsn Mudal ditemukan Nisan R. Djojonegoro yang dipercaya oleh ahli warisnya sebagai Saudara lain Ibu dengan Pangeran Diponegoro. Namun ahli warisnya belum menemukan bukti tertulis atau hasil penelusuran dari Keraton Mataram Yogyakarta Hadiningrat dan mungkin tidak menginginkan adanya Pengakuan Resmi Keraton Mataram untuk menjaga keakraban di internal kerabat R. Djojonegoro dan dengan masyarakat pada umumnya.
Hasil penelusuran Situs ke Puncak Gunung Kuli ditemukan petilasan yang dipercaya sebagai makam Pangeran Dipokusumo yang mungkin juga merupakan salah satu dari 9 (sembilan) Dipo saudara dan kerabat Pangerang Diponegoro. Di petilasan ini tidak ada petunjuk tertulis atau penuturan dari Sesepuh setempat tentang kepastian nama Tokoh lain selain Dipokusumo. Dimungkinkan yang disemayamkan di Puncak Gunung Kuli adalah Tokoh-tokoh Sentono Agung sebelum Perjanjian Giyanti Tahun 1775.

Penelusuran saya dan Dimas Aryo di Pesarean Kidul Dsn Margowangsan terlihat Petilasan Kyai Soro Pendiri Dsn Margowangsan, Kyai Margowongso yang sering menampakkan sebagai Sosok Ular dan beberapa Tokoh Sakti lainnya yang nisannya menempati Cungkup Kuno.  Di Cungkup Kuno ini tidak ditemukan penuturan dari sesepuh masyarakat sekitar, siapa sebenarnya Tokoh-tokoh yang disemayamkan disitu. 

 

Petilasan R. Djojonegoro, Mudal Kulon - Swg

Penelusuran di Pesarean Lor tepatnya di pojok Timur Selatan terdapat petilasan yang dibatasi dengan batu yang merupakan kawasan makam keluarga yaitu Mbah Kartowirjo, Mbah Selar, Mbah Isah Martoredjo, Mbah Supotaruno, dll. Nisan di tempat itu tidak ada yang mewah, tidak ada tanda-tanda petilasan seorang Tokoh yang diagung-agungkan. Yang ada adalah di lokasi tersebut ahli warisnya terlihat rajin berziarah yang ditandai dengan areal yang selalu bersih dan bertabur bunga-bunga layu di atas nisannya. Disitulah kira-kira Mbah Sodongso disemayamkan, namun Sesepuh di Dsn Margowangsan bahkan masyarakat sekitarnya tidak ada yang tahu persis Petilasan Sodongso itu, yang mana. 


Hasil Penelusuran Metafisik

Ahli Waris Sodongso yang Menggeluti Metafisik Supranatural (2022) sbb :

  • Bapa Sepuh Slamet Hari Chandra bin Sutardjo Hardjosusiswo/Parinem (Mbah Guru), Posong yang berdomisili di Semarang
  • Paklik Sisworo bin Slamet Sahli, Dampit Mertoyudan yang berdomisili di Bukateja - Purbalingga
  • Mbak Sus binti Sastro Rame, Gunung Lemah yang berdomisili di Ungaran
  • Bulik Asmoro binti Suharti binti Dalilah bin Pawiro, Gadingsari  yang berdomisili di Wanasri - Tirtosari
  • Mas Kyai Edy Paryanto bin Suparman, Bulu - Padasoka yang berdomisili di Lenteng Agung - Depok.  
  • Adapun sosok Supranatural diluar Waris yang pernah mengunjungi Petilasan di Pesarean Lor dan Pesarean Kidul Dsn Margowangsan, Kuncen, Mudal dan yang menjadi Nara Sumber supporting informasi adalah Dimas Aryo - Pacitan yang berdomisili di Tangerang.

Meditasi adalah cara olah batin yang lebih dalam untuk bisa bertemu dengan Seseorang Tokoh, bilamana tokoh tersebut memang sosok yang berilmu tinggi.

Hasil penelusuran Dimas Aryo dari Pacitan yang bersamadi di Rumah Pak Samidi Margowangsan (Juni 2021) ditemui Para Tokoh (Danyang) Pedukuhan Margowangsan, a.l Mbah Sodong (Sodongso) dan Danyang Pedukuhan Margowongsan yang berbentuk Ular ber-Mahkota. Namun, oleh karena bukan ahli waris dan tidak ada komunikasi apapun antara keduanya, maka pertemuan hanya pertemuan tanpa meninggalkan pesan apapun. Dalam alam bawah sadar hanya memperlihatkan ciri berpakaian ala orang kampung memakai penutup kepala "iket", menyimpan kotak dan cupu berisi koin emas yang merupakan harta karun yang masih tersimpan secara gaib sampai saat ini.   

 
Tasya binti Harsanto Utomo bin Samidi bin Yung Irah Generasi Ke-7 Sodongso 

Pagi harinya Dimas Aryo saya antar ke Makam Petilasan Tokoh-tokoh besar zaman dahulu yang disemayamkan di Pesarean Lor dan Pesarean Kidul Dsn. Margowangsan, Pesarean Mudal kulon, Pesarean Mudal wetan, Kuncen dan Gadingsari. 

Penelusuran Paklik Sisworo bin Slamet Sahli dalam olah batin di suatu tempat wingit di tepi Pantai Selatan Kab. Gombong (2021), dia ditemui badan alus Mbah Sodongso dan bercerita banyak terkait perjalanan hidupnya berjuang labuh labet melawan Belanda. Dalam salah satu komunikasinya a.l bahwa semasa hidupnya khususnya pasca Perang Diponegoro beliau tinggal di Dsn Margowangsan sampai wafatnya sebagai petani biasa dan berbaur dengan masyarakat setempat dengan melakukan penyamaran/kamuflase dengan menyembunyikan Gelar Kebangsawanannya sebagai salah satu Pangeran Mataram, merubah namanya menjadi nama umum kampung, yaitu Sodongso untuk menghindari kejaran Belanda. Penyamaran tersebut juga bermaksud agar bisa menyatu ajur-ajer dalam bermasyarakat, tidak perlu disanjung dan membuat jarak antara dirinya dengan masyarakat sekitarnya. Kontribusi perjuangan dari bentuk peperangan fisik melawan Tentara Belanda dimodifikasi menjadi bentuk perlawanan gerilya mengganggu jalannya Pemerintahan Belanda serta berjuang di tengah masyarakat. 

Lebih jauh dalam komunikasi tersebut, badan alus Sodongso menjelaskan bahwa selama Perang Diponegoro beliau sebagai Senopati yang memimpin perang di medan laga mempertaruhkan jiwa raganya demi kejayaan bangsa. Tentunya menjadi Senopati sudah barang tentu berbaju tebal dalam makna kejawen keimanan kepada Tuhan YME dan ilmu kanuragan yang mumpuni yang tidak mempan tajamnya peluru dan senjata tajam. Disamping itu dalam menjalankan peperangan sudah barang tentu berbekal juga materi (harta) yang  diceritakan bahwa sisa materi tersebut dikasihkan kepada anak-cucunya dan sampai wafatnya masih tersisa cukup banyak dan disimpan  secara metafisik sebagai harta karun yang sampai saat ini (2022) masih ada. Barang tersebut suatu saat akan dibagikan kepada turun warisnya. Harta Karun tersebut secara filosofis bisa merupakan sanepa/peribahasa yang berarti bahwa harta akan menjadi hak ahli warisnya manakala ybs menjadi manusia yang bisa mewarisi karakter beliau dalam pengabdiannya kepada masyarakat luas.

Dalam meditasi yang dilakukan Paklik Sisworo tersebut diatas, badan alus sosok Sodongso ngendika bahwa beliau bernama asli Pangeran Wirjo Dipoleksono alias Wirjodigdo Negoro.

Semasa hidupnya Sodongso menjalin komunikasi secara intensif dengan saudaranya di Kuncen yang bernama Kyai Kasan Iman (BPH Hadinegoro) dan (pm Gadingsari) dilaksanakan sebagaimana biasanya. 

Samidi Adisumarto bin Walijo/Yungirah bin Kartiwirjo bin Sodongso
Adapun komunikasi ketiga  saudara kakak beradik tersebut diatas dengan Kerabat Keraton Mataram Yogyakarta dan Mataram Surakarta dilaksanakan dengan Sebo Marak Atur secara rutin (sumber : Mbah Urip Mulyadimedjo sebagai saksi kakek buyutnya yang melakukan sebo, 1970) 
Ritual Sebo ini tidak dijelaskan maksud dan tujuannya kepada anak cucunya sehingga tidak diwariskan secara turun temurun. 


Gambaran Silsilah vertikal dari keturunan secara acak saat ini :

Misal dari Brayat (Margowangsan) Kartowirjo  bin Sodongso :

Bapak saya : Samidi Adisumarto bin Yung Irah/Walijo Ronoredjo
binti Setro Saiman
bin Karto Wirjo
bin Sodongso (Pangeran Wirjo Dipoleksono)
bin Hamengku Buwono III
bin Hamengku Buwono II
bin Hamengku Buwono I (Pangeran Mangkubumi)
bin Amangkurat IV
bin Paku Buwana I
bin Amangkurat I (Sunan Tegalarum)
bin Hanyokrokusumo (Sultan Agung)
bin Hanyakrawati
bin Panembahan Senopati
bin Ki Ageng Pemanahan
bin Ki Ageng ngEnis
bin Ki Ageng Selo
bin Ki Getas Pendowo
bin Bondan Kejawan (Dyah Lembu Peteng)
bin BRAWIJAYA Bhre Kertabhumi...(Raja Majapahit terakhir)


Brayat Kartodirjo, Kartowrjo Generasi ke-5, 6 & 7 Sodongso (Semarang, 2016)
Dengan penelusuran tersebut diatas, apakah Ahli Waris akan menelusuri Silsilah Sodongso sampai ke Arsip Keraton mataram Yogyakarta Hadiningrat seperti halnya yang dilakukan oleh Ahli Waris Kyai Kasan Iman alias BPH Hadinegoro? 

Jawabannya tergantung dari niat dan kepentingannya generasi saat itu, mengingat karakter Sosok Soodongso justru menginginkan hidup dengan kesahajaan (prasojo), menyembunyikan Gelar Kebangsawanannya dan menyatu dengan masyarakat pada umumnya tidak minta disanjung-sanjung..... 

Kami sampaikan pula, walaupun penelusuran ini sifatnya adalah analisis dari penuturan metafisik yang otektik dan kunjungan bukti fisik situs yang sudah disahkan oleh Arsip Keraton Mataram yang secara keyakinan sangat dipercaya (credible) namun kebenaran yuridis "keberadaan Sodongso" alias Pangeran Wirjo Dipoleksono bagi Turun Waris saat ini belum perlu pengujian.

Demikian sekilas penelusuran Silsilah Sodongso alias Pangeran Wirjo Dipoleksono yang merupakan Saudara  Kyai Kasan Iman alias BPH Hadinegoro inggih Pangeran Diponido yang merupakan adik lain Ibu dengan P. Diponegoro. Pangeran-pangeran yang dikenal secara luas sebagai 9 (Sembilan) Dipo ini pasca Perang Diponegoro dikejar oleh Belanda dan memilih hidup di pedesaan menanggalkan semua atribut Darah Ratu namun tetap berjuang mengusir Belanda dengan caranya masing-masing.   

Semoga tulisan tersebut diatas dapat bermanfaat khususnya bagi segenap Ahli Waris Sodongso baik yang sudah ter-record dalam Buku Trah maupun yang belum. 

Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun kesempurnaan postingan Blog.

Cungkup Makam Wetan, berumur ratusan tahun
Sentono Agung Nyi Suntiaking disemayamkan di sini
Cungkup Kuno Makam Kidul berumur ratusan tahun
Sosok Kyai Margowongso sering menampakkan diri
 





Sumber :

  1. Wikipedia, Silsilah Raja-raja Jawa, 2022
  2. Mbah Urip, Margowangsan (sumber info penuturan, 1970) 
  3. Mbah Slamet Sahli, Dampit Mertoyudan (sumber info penuturan, 2003)
  4. Mbah Sarwadi, Jakarta (sumber info penuturan, 2019)
  5. Pak Samidi Adisumarto, Margowangsan (sumber info penuturan, 1970 - 2021)
  6. Pakde Turmudi, Matgowangsan (sumber penuturan, 2012)
  7. Paklik Sisworo bin Slamet Sahli, Bukateja (sumber info metafisik, 2022)
  8. Mbak Sus binti Sastro Rame, Ungaran (sumber info metafisik, 2021)
  9. Dimas Aryo, Pacitan yg berkunjung ke Margowangsan (sumber info metafisik, 2022) 
  10.  Mas Bitri Susilo, Indramayu (sumber info penuturan berdasarkan metafisik seorang Kyai, 2022)
  11. Mbak Budi Bekasi - Lampung (sumber info penuturan, 2022)
  12.  Pak Ibrahim, Wonolobo (sumber info penuturan dan info Situs Kyai Kasan Iman alias BPH Hadinegoro, 2022)


Bagan Silsilah Posong Sagotrah














15 Jul 2015

Ritual Ibadah Puasa Ramadhan dan Lebaran

Mohon maaf kepada Ibunda atau Ujung
Lain padang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya, begitulah salah satu peribahasa populer. Bagi masyarakat Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara memiliki karakterisktik yang unik dalam merayakan hari kemenangan setelah sebulan penuh melaksanakan kewajiban berpuasa Romadhan sebulan penuh lamanya. 

Masyarakat muslim Melayu dalam melakukan ritual terkait dengan sangat dipengaruhi adat kebiasaan dan budaya setempat. Masyarakat  Sawangan - Magelang memiliki keunikan tersendiri dalam melakukan ritual terkait dengan pelaksanaan puasa Romadhan, meliputi sbb :


Padusan
Padusan berasal dari kata "adus" yang berarti mandi yang dilakukan pada sehari sebelum hari pertama puasa.  Yang dimaksud mandi disini adalah mensucikan diri sebelum menjalankan ibadah wajib puasa. Padusan dilaksanakan di "sendang" kolam dengan sumber air dari mata air yang keluar dari dalam tanah langsung "water spring" yang lokasinya tersebar di beberapa cekungan lahan yaitu : Sendang Tumpang di Dusun
Rebutan Sego Megono saat setelah Sholat "Ied
Tumpang, Sendang Semaren di Dusun Semaren dan Sendang Mudal di Dusun Mudal. 
Masyarakat melakukan padusan dengan cara menceburkan diri dan berenang sekenanya. Seluruh tubuh termasuk rambutnya dicuci, sebagai lambang kesucian fisik sebelum melakukan ibadah puasa pada keesokan hari dan seterusnya. Untuk padusan di Sendang tumpang masayarakat sudah dibuatkan pancuran dan tidak menceburkan ke kolam.
Bagi yang tidak sempat padusan di sendang tersebut diatas masayarakat melakukan padusan di pancuran-pancuran yang dibuat di  pinggir perkampungan atau kolam-kolam warga yang dibuat sedemikain rupa agar dapat dialirkan ke pancuran untuk keperluan mandi.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan kemajuan sosial, padusan sudah jarang dilakukan di Sendang oleh masyarakat secara umum. Warga sudah membuat rumah dengan tipe bangunan modern yang dilengkapi dengan kamar mandi dan toilet, sehingga mereka melakukan padusn di rumah masing-masing.

Tadarusan
Tadarus atau membaca Al-Qur'an secara bersama-sama di dalam masjid yang dilakukan setelah menjalankan Sholat Isha' dan Sholat SunnahTarawih. Tadarusan dilakukan secara bergantian sambung menyambung hingga selesai 30 Jus atau seluruh isi kitab Al-Qur'an yang disebut "khatam". Dalam satu bulan puasa Ramadhan bisa satu atau dua kali khatam.

Sebagai penyemangat kegiatan sholat tarawih dan tadarus, warga secara bergantian menyumbangkan minuman kepada para jamaah sholat dan peserta tadarus yang berupa "jaburan". Jaburan adalah sejenis minuman yang dibuat dari kelapa muda dan gula kelapa yang disuguhkan kepada peserta sholat tarawih setelah sholat tarawih. Jaburan dibuat oleh sejumlah warga secara bergilir, seluruh warga mendapat giliran membuat jaburan sehingga selama bulan Ramadhan peserta sholat tarawih akan dijamin mendapat sajian minuman hangat setelah sholat tarawih.
Bagi warga yang mampu, penyajian jaburan disertakan kue-kue secukupnya. Bilamana jaburan masih tersisa setelah dibagikan kepada peserta tarawih, masih bisa dibagikan kepada penggiat "tadarus Al-Qur'an" hingga larut malam selesai tadarus.  

Gugah-gugah Sahur
Selama bulan puasa, setiap malam secara bergantian sebagian warga berkeliling kampung dengan membawa "penthongan" membangunkan warganya untuk bangun memasak mempersiapan makan sahur. Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan menabuh bedug bertalu-talu yang disebut "tabuh tidur" sampai batas waktu menjelang sahur. 
Seiring dengan perkembangan teknologi, maka gugah-gugah sahur dengan tetabuhan keliling kampung tidak dilakukan lagi tergantikan dengan suara "laught speaker" di masjid-masjid, seruan membangunkan warga sudah bisa menjangkau seluruh perumahan.

Selikuran
Dalam mengamalkan ibadah puasa ada hari-hari khusus yang diperlakukan secara tradisional, misalnya pada malem puasa ke-21 atau dalam bahasa Jawa "selikur", maka warga membuat lampion tradisonal dari bambu yang dibungkus kertas transparan yang disebut "Ting" atau "Damar" atau "Lentera". Menurut tetua di kampung, Ting dibuat dalam rangka menyambut "lailatul qodar" maka setiap rumah dipasan Ting dengan harapan dengan terangnya perumahan maka lailatul qodar akan lebih mudah hadir. 
Seiring dengan perkembangan teknologi, dengan masuknya aliran listrik masuk pedesaan, maka Ting sudah ditinggalkan, warga menerangi rumahnya dengan lampu listrik.

Kirab Takbir
Hingga saat ini kirab atau arak-arakan pada malam hari dengan membawa "oncor" atau obor bambu menjelang lebaran dengan membawa tetabuhan, warga melakukan dengan keliling perkampungan, bahkan keliling jalanan dalam satu kecamatan dengan membawa kendaraan roda-4 dan roda-2. 
Bagi sebagian warga, kirab dibarengi dengan menyulut petasan. Namun untuk menjaga ketertiban petasan tidak lagi diperkenankan disulut di sembarang tempat, apalagi di dalam kerumunan masyarakat yang antusias melakukan kirab.

Takbir Malam di Masjid
Pada hari terakhir puasa Romadhan, warga masyarakat berharap-harap cemas menantikan pengumuman "sidang isbath" Pemerintah lewat media Televisi, untuk memastikan apakah esok harinya benar-benar sudah lebaran atau masih harus puasa. Begitu Pemerintah mengumumkan esok harinya lebaran, maka warga berramai-ramai menyalakan obor yang dipersiapkan sebelumnya, melakukan kirab atau arak-arakan sambil melantunkan takbir dan tahmid : "Allahhu akbar, Allahhu akbar, Allahhu akbar, Allahhuakbar wa lillahilham". 
Bagi yang tidak menngikuti kirab, maka sebagian warga melantunkan takbir dan tahmid di dalam masjid, hingga larut malam bahkan hingga pagi hari mejelang sholat Subuh.

Kenduri dan Rebutan Sego Megono
Sebagai rasa syukur kehadhirat Allah bahwa puasa telah dilaksanakan sebulan penuh, warga menyiapkan kuliner khusus lebaran untuk disajikan setelah selesai sholat "Iedul Fitri" di masjid yang disebut "megono".  Resepnya sederhana hanya nasi, parutan kelapa muda, sayuran dan ikan teri, ditambah dengan telor dan ayam bagi sebagian warga yang bersedia melengkapinya.

Megono disajikan dalam "ancak" atau lengser atau waskom, disajikan untuk dimakan bersama-sama di teras masjid setelah diberi doa oleh seorang tetua Agama setempat, beberapa saat setelah sholat Iedul Fitri selesai. Warga yang ikut dalam makan bersama sego megono adalah seluruh warga yang hadir sholat "Ied" dengan mengambil megono ditaruh di daun-daun pisang yang disediakan sebelumnya.

Tidak ada referensi khusus asal-usul Kenduri Sego megono pasca sholat "Ied". Para tetua kampung hanya menjelaskan bahwa ritual tersebut adalah bentuk rasa syukur warga atas suksesnya pelaksanaan puasa romadhan tanpa ada halangan apapun mulai dari hari pertama hingga hari terakhir puasa.

   

Menaikkan Balon
Balon plsatik mengudara
Balon asap dibuat dari lembaran plastik yang disatukan dengan menggabungkan ujung-ujungnya dan dibuat menyerupai balon dengan ukuran tertentu. Sebagai sumber asap pada awalnya warga menggunakan asap minyak tanah untuk diisikan kedalam ruangan bola plastik hingga ruangan dalam bola plastik penuh.
Untuk stabilisator agar balon plastik tetap berada di dalam ruangan balon pada saat mengudara, maka dibuatlah bola kain yang direndam kedalam minyak tanah yang disebut "asep". Asep inilah yang akan menjaga agar asap yang terkumpul di dalam ruangan bola plastik tetap berada di dalamnya sampai pada ketinggian tertentu asep mati, asap dalam balon plastik keluar ruangan dan balon plastik jatuh ke tanah.
Balon plastik biasanya disertai sejumlah petasan TNT, sehingga petasan akan tersulut dan pecah pada ketinggian tertentu. Akhir-akhir ini petasan TNT diganti dengan kemasan gas karbit yang dibungkus kedalam kantong plastik kemudian dihubungkan dengan sumbu. Pada saat sumbu sampai dipinggir kantong gas karbit, maka meletuslah gas karbit dengan dentuman yang menggelegar dan lebih aman.

Sungkeman atau Ujung

Tibalah saatnya setelah sebulan penuh berpuasa, maka anak-anak sungkem kepada orang tua, saling maaf memaafkan antara saudara, teman dan famili. Sungkeman merupakan momentum paling mengharukan yang dinanti-nantikan dalam acara tahunan untuk saling memaafkan diantara individu. Bagi masyarakat Sawangan - magelang acara ini tidak terbatas untuk warga muslim, tetapi seluruh sanak keluarga "guyub" untuk saling memaafkan. 
Momentum inilah yang membuat "ritual lebaran" tidak bisa digantikan dengan ritual-ritual pada hari selain 1 Syawal. 

Acara ujung anak-cucu kepada Orangtua se-famili, pakai baju baru 
Pertama kali di pagi hari di internal keluarga melakukan sungkeman anak-cucu kepada orangtua dan antara cucu dengan cucu, anak dengan anak di internal keluarganya sendiri.
Setelah sungkeman di internal keluarga selesai, maka dilakukan sungkeman dengan para tetangga di sekitar rumahnya dan kepada orangtua-orangtua di kampungnya mulai dari yang masih ada hubungan famili kemudian meluas kepada seluruh warga sekampung.

Hari Lebaran 'Iedul Fitri adalah daya tarik yang luar biasa sanak saudara yang berada di luar daerah bahkan di luar pulau menyempatkan diri pulang kampung (mudik) untuk bertemu dengan orangtua dan saudara dan famili serta handai taulan di kampung halaman. Saudara dan sanak famili yang sudah lama tidak berjumpa bisa bernostalgia di rumah orangtuanya masing-masing dengan makan-makan bersama dan berbagi cerita suka duka selama tidak bersama-sama keluarga.

Temu keluarga lengkap, ayah/ibu bersama anak-anaknya, lebaran 2015
Pada kesempatan ini pula mereka yang merasa pernah berkumpul dan berada dalam satu wadah, apakah satu kawan almamater satu angkatan di tingkat SD, SMP, SMA atau se-Fakultas berkesempatan mempererat tali silaturahim dengan acara kumpul-kumpul di suatu tempat "re-union".   

Dampak sosiologis secara nasional adalah terjadinya penumpukan arus transportasi di sejumlah ruas jalan, menumpuknya warga masyarakat di Bandara Udara, di suatu tempat untuk mudik bersama, terjadinya lonjakan harga kebutuhan pokok secara nasional, bahkan melonjaknya transaksi barang-barang konsumtif utnuk keperluan lebaran. 

Inilah salah satu potensi ekonomi yang luar biasa dari adanya penduduk muslim terbesar dan pengaruhnya dalam dunia transportasi, industri tekstil, perdagangan dan kemajuan sosial budaya.  

Subhanallah.