Brayat Posong Sagotrah

POSONG SAGOTRAH (1)

PENGANTAR



Denah Dsn Posong, Gadingsari, Kuncen, Margowangsan (Google map)
Tulisan Posong Sagotrah disusun dalam rangka menelusuri garis keturunan keluarga besar dari induk keturunan keluarga besar Trah Mbah Posong yang dirasakan semakin hilang. Diharapkan tulisan ini dapat menjadi bahan untuk menjalin kembali tali silaturahim dan menjadi renungan bagi generasi sekarang untuk memetik hikmah serta manfaat adanya kekurangan dan kelebihan para leluhur pada masa kehidupan dan penghidupannya pada zaman itu.

Tercatat adanya beberapa informasi dari alur waris dan sumber terpercaya yang masih sugeng hingga tahun 2010 adanya kisah  nyata asal-usul Trah terkait  “Induk Pepunden Posong Sagotrah” .  
Induk Trah yang disebut Mbah Posong dikisahkan sebagai kerabat Mataram pasca Perjanjian Giyanti yang mempunyai kawaskithan linuwih. Tanah Posong masih berupa hutan yang terletak di pertemuan S. Dadar dan S. Mangu. Adik-adiknya bermukim di Gading dan Kuncen, masih di sekitar Dusun Posong. Kehadirannya di Dusun Posong mlesit dari lingkungan kerajaan, sekedar memenuhi ketetapan hati ketidaksetujuannya dengan sikap Pangeran Sambernyowo memihak kepada Belanda, sementara diketahui Belanda banyak menggunakan tipu muslihat dalam mengembangkan kekuasaannya. 

Posong bukan daerah pengasingan bagi keluarga kerajaan, tetapi sekedar tempat menikmati hidup dalam situasi jauh dari hiruk-pikuk politik kerajaan yang mulai tahun 1500 - 1700 terjadi perang saudara di lingkungan kerajaan Mataram. Perang yang berkepanjangan boleh dibilang memakan jiwa ratusan ribu jiwa rakyat pengikut pihak-pihak yang bertikai. Posong zaman dahulu adalah sebuah Dusun kecil, hanya dihuni 20 KK dan hingga sekarang jumlah itu tidak bertambah dengan alasan satu dan lain hal.

Selama dalam masa kehidupannya di Dusun Posong, beliau menjalani hidupnya sebagai rakyat jelata dan tidak menunjukkan bahwa beliau adalah seorang berdarah biru. Dalam investigasi dengan pinisepuh, Induk Trah Posong, Gading dan Kuncen tidak ada yang tahu siapa sebenarnya nama aslinya.


Kenapa Mengasingkan Diri...?
Dikisahkan secara turun-temurun dari generasi kepada generasi berikutnya, bahwa 3 adik beradik pepunden Induk Trah yaitu  Dusun Posong, Gadingsari dan Kuncen adalah tokoh Mataram yang masih terkait dengan peristiwaa Perjanjian Gianti tgl.13 Februari 1755. Perjanjian ini merupakan kesepakatan antara VOC dengan Mataram yang diwakili Paku Buwana-II. Dalam proses penandatanganan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo VII (KGPA-VII) atau Pangeran Sambernyowo tidak dilibatkan padahal salah satu isi kesepakatannya ada penyerahan daerah kekuasaan pesisir utara kepada VOC dan pemerintahan eksekutif berada ditangan Pepatih Dalem (Bupati) dan Gubernur bukan ditangan Sultan. Di lain pihak Pangeran Mangkubumi yang tadinya sama-sama dgn Pangeran Sambernyowo memberontak VOC justru bersama-sama PB-II berbalik memihak VOC. Akhirnya malah memutar menjadikan Pangeran Sambernyowo menjadi musuh bersama (VOC/PB-II dan P. Mangkubumi). Keputusan Paku Buwono II (PB-II) yang sudah memberikan daerah pesisir utara tidak bisa dicabut oleh PB-III pengganti PB-II. 
Perjanjian ini dikendalikan oleh Pemerintah Penjajah Hindia Belanda dan bisa dikatakan hilangnya kedaulatan Kerajaan Mataram dan dimulainya penjajahan secara politis sejak tahun 1755. (Soedarisman Poerwokoesoemo, KPH, Mr, 1985). 
Inti perjanjian berpihak kepada VOC (Belanda) dari aspek perdagangan, kedaulatan menentukan Bupati dan hilangnya peisisir utara Jawa kepada VOC/Kumpeni, ditambah lagi PB-III yang terlalu dekat Kumpeni untuk menyingkirkan familinya sendiri (R.M.Said atau P. Sambernyowo), menuai pemberontakan bahkan bentrokan antar pendukung Pangeran Sambernyowo dan PB-III terjadi dimana-mana.
Inilah perkiraan sebab musabab para pengikut Pangeran Mangkubumi dan PB-III  melakukan tindakan mlesit dari kerajaan, menetap di suatu tempat yang dianggap nyaman dan tetap teguh tanpa henti berupaya mengusir Pemerintah Kolonial Belanda dari Bumi Nusantara.
 

Indikasi bahwa Induk Trah masih dari lingkungan Keraton Mataram  adalah adanya hubungan baik yang tetap dipelihara dengan keluarga Mataram  yaitu ritual pisowanan rutin “sebo” ke keraton Mataram (Surakarta) yang dilakukan oleh 3 bersaudara bersama anak-anaknya setiap musim tertentu. Namun, ritual ini tidak pernah diceriterakan asal-muasalnya, maksud dan tujuannya, keterkaitannya dengan kerabat Kerajaan. Kesan feodalistis, sehingga lambat laun acara “sebo” tinggal kenangan hilang Ritual rutin sebo tidak terrekam, sehingga lambat laun acara tersebut tidak dilanjutkan oleh generasi berikutnya. 
Indikasi lain adalah bahwa beberapa keturunan Dusun Kuncen a.l Empu Supo (Margowangsan), Mbah Mangun (Bengan) pada masa hidupnya disamping melakukan "sebo" juga sering nyekar atau sembahyang kubur R. Dipoyudho di Pemakaman keluarga Raja-raja di Imogiri. 
Disamping hal-hal tersebut diatas, Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono IX pernah berkunjung ke rumah Mbah Mangun Bengan pada tahun 1970-an.

 
Mitos Pedukuhan Margowangsan
Mitos Tokoh pedukuhan Margowangsan yaitu Kyai Soro, Kyai Margowongso, R. Dirgonegoro dan Nyi Sunti Aking yang pernah menempati Dusun Margowangsan hingga ajalnya tidak terkait erat dengan kehadiran Induk Trah Posong. Kyai Soro dan Kyai Margowongso adalah penduduk asli Dusun Margowangsan yang sudah eksis sebelum Sunan Kalijogo melakukan penyebaran agama Islam tahun 1500-an. Nyi Suntiaking dan R. Dirgonegoro hadir pasca perang Diponegoro tahun 1825 - 1830. Induk Trah Posong datang lebih duluan pasca Perjanjian Giyanti (tahun 1775) namun sulit ditelusuri karena tidak adanya situs tertulis. Penelusuran akhirnya ditempuh dengan menggabungkan masukan dari para pinisepuh satu dengan pinisepuh lainnya dikaitkan dengan situs peninggalan berupa batu nisan di Pekuburan Kidul Dsn Margowangsan dan Pekuburan Besar Dsn Mudal. Di Pekuburan Mudal terdapat Nisan-nisan kuno yang dikenal dengan Nisan Nyi Suntiaking, R. Dirgonegoro dan Nisan R. Joyonegoro yang termasuk bentuk nisan modern. Juga situs Nisan di Pekuburan Kuncen tempat disamayamkan jenazah Induk Trah Kuncen dan Gadingsari. Sementara masyarakat ada yang menyebutnya Induk Trah Kuncen adalah R. Adinegoro dan Induk Trah Gadingsari adalah R. Suryoyudho.

Kesimpulan, bahwa Induk Trah Posong - Gadingsari - Kuncen adalah “warga pendatang” dari kalangan Laskar Mataram pasca ontran-ontran politik perang saudara Kerajaan Mataram tahun 1500 - 1700-an.

Induk Keturunan Posong terdiri dari 3 (tiga) orang bersaudara yang tinggal Posong, Kuncen dan Gadingsari yang tidak diketahui pasti asal muasalnya. Penuturan para sesepuh yang disampaikan secara turun-temurun, ketiga orang bersaudara tersebut adalah Laskar Mataram yang masih terkait dengan ontran-ontran politik Mataram pasca Perjanjian Gianti pada masa Pemerintahan Mataram tahun 1775 M. 
 
Bagan 1. Ilustrasi Asal-usul Induk Trah Posong (Thn 1775)
 


Penulisan Induk keturunan dari Posong yang selanjutnya disebut “Posong Sagotrah" dan pada generasi tahun 2000-an ini merupakan generasi ke-enam.

Dalam hal ini Induk Trah Dusun Kuncen dan Gadingsari tidak banyak disinggung oleh karena minimalnya informasi. Silsilah Induk Trah Posong menampilkan sekilas petunjuk garis keturunan yang masih dapat diidentifikasi saat ini.

Dalam tulisan ini Penulis mengetengahkan keturunan yang terkait dengan generasi pertama dari Induk Trah Posong antara lain adalah Karto Wiryo yang diperkirakan hidup pada tahun 1880-an hingga 1930-an yang merupakan "cikal bakal" brayat  (keluarga besar) yang kemudian migrasi ke Dusun Margowangsan Dusun sebelah selatan Dusun Posong.

Induk Trah Posong mempunyai 9 orang anak yang akan dijelaskan pada tulisan berikutnya. Dengan semakin banyaknya anak keturunan yang mencari penghidupannya ke seluruh penjuru tanah air, maka tali silaturahmi dengan sendirinya semakin memudar.  Pudarnya tali silaturahmi tidak hanya faktor semakin banyaknya anak keturunan, tetapi juga karena dampak perkembangan sosial akibat kemajuan zaman yang menuntut profesionalisme dan individualistis, perbedaan tingkat kesejahteraan, keberpihakan kepada salah satu golongan dakam pencalonan pemimpin lokal (baca : pemilihan Kepala Desa/Lurah), tragedi politik nasional  dan keberpihakan kepada suatu golongan atau partai politik pada saat menjelang Pemilihan Umum. Adapun perbedaan keyakinan atau agama bukan merupakan sesuatu yang dipermasalahkan.

Sumber informasi adalah dari pelaku sejarah yaitu “mBah Sahli Slamet (alm)” yang berdomisili di Dusun Dampit, Mertoyudan, Magelang, mBah Udo Taruno (Amin) Dusun Bendan, Sawangan, Bapak saya Samidi, Pak Suharto Ngaglik nDuwur, Bapak Turmudi (Jakarta) dan lain-lain yang ditulis mulai tahun 2001 - 2007. Tulisan ini masih perlu penyempurnaan melalui klarifikasi dan konfirmasi dengan sumber-sumber yang masih ingat dan faham terhadap garis keturunan ini. Mohon dapat hubungi kami jika pembaca memiliki informasi untuk melengkapi tulisan ini.

Kepada Sesepuh dan Pinisepuh serta sumber informasi yang tidak dapat disebutkan satu per satu disampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan bagi mereka yang merasa memiliki data akurat tetapi belum tertampung, Penulis mengharapkan dapat membantu melengkapi guna perbaikan dan penyempurnaan lebih lanjut.

Catatan :
  1. Situs Batu Nisan tinggi menjulang sekitar 2 M di Pekuburan Mudal yang bertuliskan nama : R. Joyo Negoro alur silsilahnya tidak ditulis secara runut. Keluarga Ibu Saljum Margowangsan dan Ibu Mari Sawangan adalah beberapa keturunan R. Joyonegoro.
  2. Situs Batu Nisan di Pekuburan Mudal yang terbuat dari batu persegi, bentuknya sederhana dan lebih panjang (± 2,5 M) dari batu nisan di sekelilingnya, dipercaya oleh masyarakat sebagai kuburannya Nyi Sunti Aking, istri dari R. Dirgonegoro yang keduanya pernah tinggal di Dsn Margowangsan pasca Perang Diponegoro tahun 1830.

Bersambung ke tulisan berikutnya.

Referensi :
1. Anonim, 1985, Wikipedia, Perjanjian Gianti
2. Soedarisman Poerwokoesoemo, KPH, 1985, Gadjah Mada University Press.






 POSONG SAGOTRAH (2)
ASAL-USUL INDUK TRAH POSONG DAN IDENTIFIKASI KERABAT DARI KETURUNAN PERTAMA


1.       Maksud

Penulisan silsilah Posong Sagotrah  bermaksud ingin menelusuri alur keturunan langsung mBah Setro Saiman yang diambil dari pelaku sejarah dan sumber lain yang masih ingat dan faham garis keturunan. 

2.       Tujuan

Tujuan penulisan silsilah Posong Sagotrah dan khususnya Keturunan I pada Jalur Trah Karto Wiryo yang menurunkan a.l Setro Saiman di Dusun Margowangsan adalah untuk menelusuri jejak keturunan secara keseluruhan. Diharapkan tulisan ini dapat menjadi bahan penelusuran bagi generasi sekarang dan yang akan datang bilamana suatu saat berkeinginan menjalin kembali tali silaturahmi yang lebih akrab dan lebih indah. Sukur-syukur bisa membangun sebuah “Forum atau Lembaga” yang mengurusi tali silaturahmi Posong Sagotrah.  

3. Rererensi

Rererensi Silsilah Posong Sagotrah didapat dari :

Pelaku sejarah yang faham dan kuat ingatannya yaitu Mbah Slamet Sahli yang lahir di Margowangsan tahun 1929 dan wafat tahun 2005. Beliau bermukim di Dampit - Mertoyudan yang merupakan Buyut dari Kartowiryo, Cucu Setro Saiman dan anak Keempat dari 6 bersaudara dari Setro Saiman. Selama investigasi dengan beliau dari tahun 2003 sampai 2005, dicatat cukup banyak informasi dari Induk Trah, Canggah, Buyut, sampai beberapa generasi yang ada saat itu (2005). Namun, investigasi tidak menemukan nama Induk Trah, hanya disebut bahwa Induk Trah masih dari lingkaran Mataram.

Pelaku sejarah yang lain yang faham dan masih kuat ingatannya adalah keluarga saya sendiri yaitu Bapak saya Pak Samidi, Paklik Sugeng, Pakde Turmudi.

Disamping Mbah Sahli, sumber saksi hidup yang lain adalah catatan Pak Harto Ngaglik Nduwur tahun 2011. Data sama persis dengan investigasi dari Mbah Slamet Sahli. Menurut Pak Harto, sebagian tulisan bersumber dari Mbah Slamet Sahli.

Anonim, tamu yang datang ke rumah dan saya temui sendiri (tidak menyebutkan namanya) bahwa Induk Trah Posong adalah lingkaran Mataram yang menetap di pedesaan sebagai rakyat jelata, tidak ingin menampakkan sebagai keturunan darah biru.

Counter check, setelah digambarkan kedalam pohon silsilah, dimintakan konfirmasi kepada sanak famili bahkan yang tertulis bersangkutan apakah namanya, urut-urutan, tempat tinggal dan lain sebagainya sudah sesuai, atau ada kesalahan fatal dalam rangka perbaikan bagan silsilah.

Informasi lain terkait dengan sejarah Trah, adalah study keterkaitan situs leluhur berupa nisan-nisan di Pekuburan Margowangsan, Posong dan Mudal.


4.       Penuturan Pinisepuh Sekitar Induk Trah


Silsilah Posong Sagotrah ditulis bedasarkan informasi dari berbagai sumber pelaku sejarah dan sumber terpercaya lainnya yang mempunyai nilai-nilai adat dan karakter suatu keturunan. Implikasinya terhadap anak keturunan yang peduli terhadap arti Keluarga Besar atau Brayat adalah bahwa dokumen keturunan merupakan salah satu perangkat untuk menemukan mata rantai sanak saudara dan kerabat yang sudah tercerai berai tidak diketahui serta mengetahui siapa dan dari mana seseorang berasal.

Penulisan silsilah ini tidak ada maksud sedikit pun untuk melakukan dekomunitasi atau pemahaman yang  menjurus kepada kondisi ekslusif keluarga dengan menonjolkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh seseorang bahkan keinginan mengaku-aku sebagai keturunan Darah Biru. Sebaliknya improvisasi  penulisan juga bukan untuk memojokkan kekurangan seseorang yang mengarah kepada bentuk pembunuhan karakter terhadap anak keturunan seseorang.

Pencantuman Nama Individu, Brayat dan Keluarga Besar dalam tulisan ini adalah sekedar gambaran dari salah satu kelebihan yang dimiliki oleh yang bersangkutan sebagai sample suatu tindakan dengan harapan dapat menjadi pelajaran bagi kita semua sebagai generasi penerus.

Dikisahkan secara turun-temurun dari generasi kepada generasi berikutnya, bahwa peristiwa Perjanjian Gianti adalah kesepakatan yang dilaksanakan antara Pemerintah Penjajah Belanda (VOC) dengan Kerajaan Mataram yang diwakili oleh Paku Buwono-II dan Pangeran Mangkubumi pada masa pemerintahan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo VII (KGPAA-VII) atau Pangeran Samber Nyowo yang dilaksanakan di pedukuhan kecil Giyanti pada tahun 1775 M. Pada saat penandatanganan PB-II sudah dalam keadaan sakit dankemudian digantikan PB-III.
Pangeran Mangkubumi yang semula bersama KGPAA-VII menentang VOC berbalik mendukung VOC dan KGPAA menjadi musuh PB-III dan P. Mangkubumi.

Konon, mendengar salah satu isi perjanjian yang berisi keberpihakan Pangeran kepada Pemerintah Belanda (VOC), penyerahan pesisir utara Jawa Tengah dan juga penentuan Bupati dan Gubernur ada ditangan VOC, maka sebagian pengikut P. Mangkubumi yang tidak setuju terhadap sikap Pangeran memilih tidak ikut pulang ke kerajaan dan “mlesit”  tersebar di pedukuhan yang diinginkan.

Namun, mlesitnya Sang Laskar Mataram ke daerah Lembah Merbabu yang subur makmur itu dikisahkan hanya sekedar istirahata sejenak menenangkan pikiran untuk sementara, walaupun pada kenyataannya tinggal di Dusun Margowangsan sampai wafat. Yang menarik perhatian publik di sekitarnya adalah tidak diketemukannya barang wasiat miliknya yang menunjukkan seseorang adalah anak keturunannya. Yang ada adalah masyarakat di sekitar Pekuburan seperti Sawangan, Mudal, Maren, Butuh, Kebokuning dan Margowangsan tetap "nguri-uri" melestarikan ritual "Nyadran" setiap menjelang bulan Puasa Romadhon. Mereke yang datang adalah dari semua kelompok agama (Muslim & Kristen) duduk bersama memanjatkan doa (Islam) kepada Tuhan YME dengan menghadap "nasi tumpeng" dan seabreg kue basah. Tidak ketinggalan anak-anak dari Dusun sekitarnya ikut meramaikan acara "nyadranan", menambah ramainya acara ritual. 

Logika mlesitnya para Laskar Mataram pada Perpecahan dalam tubuh Kerajaan Mataram dibenarkan oleh W. van der Molen, 1997 dalam bukunya Twaalf eeuwen Javaanse literatuur dan R. Ng. Yasadipoera , 1892 dalam bukunya Babad Surakarta ingkang ugi nama Babad Gijanti bahwa sepanjang tahun 1746 – 1775 pasca dikabulkannya permintaan Van Imhoff (VOC) kepada Sunan Pakubuwana II untuk menguasai 2/3 pesisir utara Jawa dan keputusan Kerajaan untuk menunjuk Bupati  harus seizing VOC. Tercatat selama 9 tahun mulai dari peristiwa tahun 1746 tersebut diatas sampai Perjanjian Gijanti dan berakhir dengan Perjanjian Salatiga tahun 1775 terjadi Perang Saudara dalam Kerajaan Mataram dan 50 % penduduk Jawa tewas oleh saudaranya sendiri.  


      5. Bukti Petilasan 

Petilasan Para Kerabat dan Laskar Mataram yang "mlesit" dari lingkungan kerajaan adalah :

  1. Pangeran Dirgonegoro dikebumikan di Pekuburan Mudal dekat Sumber Mata Air "Mudal" dengan Nisan cukup besar dan diletakkan pada tatakan Nisan yang cukup tinggi (± 2 M).
  2. Nyai Suntiaking (perempuan) dikebumikan di Pekuburan yang sama dengan P. Dirgonegoro, namun posisi Nisannya terpisah terletak di pojok barat pekuburan dengan bentuk Nisan panjang, di sampingnya ditanam Pohon Kamboja.
  3. Mbah Posong (Pm), Mbah Gadingsari dan Mbah Kuncen, semuanya tidak diketahui namanya berturut-turut dikebumikan di Pekuburan Dusun Posong dan Gadingsari dan  menjadi satu dengan pekuburan masyarakat biasa. 


  1. Induk Trah
Ada petunjuk bahwa Induk Trah Posong adalah satu dari beberapa Laskar Mataram yang mlesit dari lingkungan Kerajaan (mohon periksa Bagan 1 pada tulisan sebelumnya Posong Sagotrah (1). Kisah selanjutnya, bahwa selama mlesit mereka tidak menunjukkan sebagai tokoh kerajaan, tetapi justru menjalani hidup sebagaimana orang awam dengan segala perlikau sebagai masyarakat kecil di pedesaan. Dalam kondisi hidup di pedesaan, hubungan baik dengan lingkungan Kerajaan tetap dipelihara dengan baik dengan melaksanakan ritual ‘sebo” ke Kasunanan di Solo (bukan Mataram Ngayogjokarto Hadiningrat) hingga tahun 1930-an (dikisahkan Mbah Mangun, Bengan Kidul, 1970).  Namun, ritual ini tidak pernah diceriterakan asal-muasal ritual, maksud dan tujuannya, keterkaitannya dengan kerabat Kasunanan. Ritual sebo tidak terrekam,  dan dipelihara sehingga lambat laun acara tersebut tidak dilanjutkan oleh generasi berikutnya.

Ibarat  atau pepatah “legi rembesing madu” kira-kira artinya bahwa  ketokohan yang melekat pada seseorang pada suatu generasi yang redup pada generasi berikutnya, diyakini pada suatu saat akan muncul  generasi  yang  mewakili ketokohan leluhurnya.

Alkisah, ada 3 (tiga) orang bersaudara yang dikenang sebagai asal-usul “Induk Trah” tinggal di Dukuh Posong, Gadingsari dan Kuncen. Mereka bertiga selalu melakukan kontak komunikasi. Dikisahkan, bahwa alat komunikasi  yang digunakan bilamana suatu saat akan bertemu untuk merencanakan sesuatu, cukup mengetuk “dingklik” tempat untuk duduk berjemur, maka mereka bertiga segera berkumpul untuk membicarakan sesuatu.  Namun, hingga sekarang siapa nama-nama Induk Trah tidak ada yang ingat dan tidak ada bentuk rekaman yang bisa menjadi bahan penelusuran untuk didokumentasikan. Saya pernah sowan kepada Mbah Parto Posong (1970-an), menanyakan siapa nama Mbah Posong yang sering disebut-sebut induk trah, beliau hanya ngendiko “pokoke Mbah Posong, aku ora ngerti”  Yang beliau ingat, bahwa Setro Saiman adalah keturunan pertama yang berdomisili di Margowangsan dan Mbah Parto adalah cucu dari adiknya Setro Saiman “anak enom, anak tuwa”.



  1. Generasi Pertama 

Bilamana ditelusuri, dari tahun 1775 sampai tahun 2000 sudah 225 tahun atau melewati 3 generasi kalau dihitung rata-rata umur generasi 70 tahun.  Generasi pertama, yang tercatat dengan baik adalah jalur Posong yang menurunkan 11 anak. Sedangkan  jalur Gadingsari dan Kuncen tidak banyak diketahui.

Ilustrasi silsilah Induk Trah (Bagan 1) dan Generasi pertama (Bagan 2), bisa dilihat bahwa jumlah dan penyebaran domisili anak keturunannya sudah sulit untuk ditelusuri. Jika pola pembinaan tali silaturahmi seperti halnya arisan, paguyuban dan sejenisnya sudah sulit dilakukan, maka upaya minimal adalah mengembangkan wacana “kunci petunjuk” dari suatu keluarga terhadap keluarga besar.  

Kunci Petunjuk penelusuran ini dimaksudkan untuk mempermudah pengenalan dengan menyebut tokoh keluarga yang lebih dikenal atau ditokohkan oleh masyarakat sekitarnya. Tentunya penyebutan tidak mengesampingkan tokoh lain yang bisa jadi lebih senior atau status sosialnya lebih tinggi. Diharapkan dengan petunjuk kerabat ini, bagi keluarga yang akan menelusuri lebih jauh kepada keluarga dekatnya, dapat mendekati langsung kepada tokoh yang bersangkutan. Sebagai gambaran, seseorang yang sudah jauh baik tempat maupun tali silaturahmi, suatu saat ingin mendekatkan diri kembali kepada sanak saudara dekatnya, namun yang ia kenal hanya nama nenek/kakek atau personal lainnya. Dengan adanya petunjuk penelusuran ini akan mempermudah identifikasi dan meyakinkan langkah pendekatan. 

Tahun 2010, keturunan yang masih bisa diidentifikasi adalah cucu dari Keturunan Pertama yang masih sugeng sudah berusia diatas 70 tahun-an atau buyut pada usia 50 tahun-an.

Berikut Kerabat Trah Jalur Induk Posong dan Kuncen yang masih bisa diidentifikasi. Sedangkan Jalur Gadingsari belum ditampilkan di Blog ini karena sangat kurang informasi.




Jalur Induk Trah Posong :


Bagan 2. Silsilah Induk Trah Posong 9 Keturunan, 35 Cucu + Pm (Thn 1800 -1930)
Jalur Induk Posong, oleh karena saya ada pada posisi jalur tersebut, maka pencatatan yang diperoleh dari mBah Sahli Slamet Dampit Mertoyudan dan rekam Bapak Suharto Ngaglik nDuwur tahun 2007 dapat diperiksa Bagan 2 Silsilah Induk Pertama Posong Sagotrah pada tulisan sebelumnya. 

Daftar Identifikasi Kerabat saat ini dari Jalur Induk Posong dan Kuncen pada tahun 2010, disajikan sbb :

1. Kerabat Canggah Karto Wiryo (Margowang-san/Gangsan)
   
    Canggah KartoWiryo punya 6 org anak 
(1)          Buyut Selar (Gangsan) : 

 Keluarga Buyut  Mbah Isah (Margowangsan/Gangsan), Mbah Marjono (Gangsan),Mbah Marsan (Gangsan)
(2)          Buyut Darmin (Gondang Lor) :

Buyut Dramin : 
- Keluarga Mbah Harto, Mbah Suyono (Gondang Lor); Keluarga Pak Sarmadi (Wonolobo)
(3)          mBah Sri (Talaman) : Keluarga mBah  Jamal (Talaman), Mbah Sri Help (Rambeanak - Paremono)
(4)          mBah Setro Saiman (Gangsan) : Keluarga Pak Guru Samidi (Gangsan), Suratmi, alm (Pondok       Gede Jakarta).
(5)          mBah Rus (Gangsan) : Mbah Kasan Tirto (Semarang), Mbah Sumini (Salatiga)
(6)          mBah Tambeng/Supo (Gangsan) : Keluarga mBah Supo Taruno /mBah Minem (Gangsan).




2. Kerabat mBah Joyo (Posong)
(1)  Mbah Kuncung (Bendan) : Keluarga mBah Pak Santoso Bendan.
(2)  Mbah Mardi (Butuh Kulon) :Keluarga Mbah Parto (Butuh Kulon)
(3)  Mbah Cokro Kamto (Butuh Kulon) : Keluarga Pak ngGolo (Santan)
(4)  Mbah Sumini (Kebokuning) : Keluarga Pak Sukardi (Kebokuning)





3. Kerabat mBah Kartorejo (Posong)
(1)          Mbah Darmi (Bantul) : Keluarga mbah Supar/Bu Supiah putra putri  Mbah Wiro Gangsan (Bajang - Bantul)
(2)          Mbah Karto Atmojo (Magelang) : Keluarga Pak Muh (Dekil - Magelang)
(3)          Mbah Kus (Purworejo) : Mbah Kus (Butuh - Kec. Bayan, Purworejo) 
(5)          Mbah Niti (Posong) : Keluarga Pak Sutarto, Pak Widodo (Butuh Kulon) 

4. Kerabat mBah Rusmin (Popongan) :
Keluarga Pak Kontho Alm (Popongan)



5. Kerabat mBah Karto Diryo (Posong)
(1)          Marinem (ngLampu/Pager) : Keluarga Mbah Kimpul, Pak Tarman (Nglampu, Gn. Kuli) 
(2)          Mbah Mangun (Butuh Kln) : Kel. Bu Kusdiyah/Pak Nasikin (Butuh Kln) & Pak Kustoyo (Kbkuning)
(3)          Mbah Mul (Mungkidan) : Keluarga mBah Warno, Pak Pri  (Mungkidan)
(4)          Mbah Madi (Transmigrasi ke Sumatera) : Tidak diketahui
(5)          Mbah Parto (Posong) : Keluarga mBah Sutrisno (Yogyakarta)
(6)          Mbah Sardi (Purworejo) : Keluarga Pak Tris/Bu Theresia , Bu Adri (semarang) 
(7)          Mbah Murman (Posong) : Keluarga Bu Titik (Smg), Carolina (Bekasi), Romo Iwan, Romo Riyo
(8)          Mbah Muryam/kembaran mBah Murman (Kebokuning) : mBah Harjo Surono (alm)          
(9)          Mbah Samini (Tampir Kulon) : Keluarga Pak Guru Rubiyoto, Ibu Sulisah (Tampir Wetan).
(10)        Mbah Parinem (Posong) : Keluarga Pak Harijanto (Smg), Bu Tatik (Posong), Pak Muk (Smg)
(11)        Mbah Suminem (Posong) : Keluarga mBah Projo (Posong).    

6. Kerabat pm (Mawungan)
Belum dikonfirmasi hubungannya dengan Mbah Sastro Rame Gunung Lemah



7. Kerabat Mbah Niti (Plalangan, Sawangan)
Keluarga Mbah Sareh (Plalangan)


8. Kerabat Mbah Pawiro (Gadingsari)
(1)          Mbah Wongso Sudiro (Jetis Kaliwungu) : Keluarga Pak Tomo (Jeris Kaliwungu)
(2)          Mbah Mul (Senden) : Tidak diketahui
(3)          Mbah Dalilah (Gading) : Keluarga Pak Koco (Gadingsari)
(4)          Mbah Saparman (Bengan Lor) : Keluarga mBah Guru Saparman (Bengan Lor)
(5)          Mbah Mardi (Yogyakarta) : Keluarga Pak Mardi (Mlati - Sleman)
9. Kerabat mBah Karto Dimejo/Mbah Lurah (Posong)
(1)          Mbah Pawiro Gempol/Mbah Pucung (Ngaglik Ngisor) : Keluarga Pak Suherman (alm) (Ngaglik      Ngisor), Keluarga Pak Suparman, Mas Eddy  (Bulu)
(2)          Mbah Karto Karsini (Ngaglik nDuwur) : Keluarga bapak Suharto, alm (Ngaglik nDuwur)





Jalur Induk Kuncen :

1.       Kerabat mBah Ireng (Kuncen, Bengan Lor)
(1)         mBah Darsi (Bengan Lor)


2.       Kerabat mBah Bagong
(1)          Keluarga Mbah Bagong (Gangsan, tinggal di Surabaya), Sri/Slamet (Gangsan)

(2)          Keluarga Bu Darsi (Kuncen)

 

Sumber Referensi Pustaka :

2)   Raden Ngabehi Yasadipura, 1885-92, Babad Surakarta ingkang ugi nama Babad Giyanti, Soerakarta : Toef & Kalf
3)   Raden Ngabehi Yasadipura, 1937-39, Babad Giyanti, Batawi-Centrum : Balai Pustaka
4)   Poerbatjaraka, 1952, Kepustakaan Djawa, Amsterdam/Djakarta : Djambatan
5)   W. Van der Nolen, 1997, Twaalf eeuwen Javaanse literatuur, Leiden.




Bersambung pada tulisan berikutnya 







POSONG SAGOTRAH (3)



Silsilah Canggah Kartowiryo & Daftar Kerabat Kartowiryo Saat Ini


1.    Maksud

Penulisan  Kerabat Kartowiryo dalam "Pohon Keturunan" silsilah Posong Sagotrah  bermaksud ingin mengemukakan Nama-nama dan Domisili Kerabat yang ada saat ini (2010). Secara factual kerabat Kartowiryo relatif lebih jelas dan sering ketemu baik di Dusun Margowangsan maupun di Jakarta pada acara Lebaran dan atau Natalan.

 

2.    Ruang Lingkup

 Penelusuran jejak keturunan secara keseluruhan dalam Kerabat Kartowiryo sudah dalam tingkat “Canggah”. 

Kendala kesulitan terjadi pada identifikasi detail terhadap keluarga yang secara kebetulan merantau ke P. Sumatera, sehingga data tidak bisa secara utuh menyajikan data keluarga sampai pada anak cucu “canggah/anak buyut”.

Diharapkan tulisan ini dapat menjadi bahan penelusuran bagi siapa saja yang menjumpai Blog ini untuk menjalin tali silaturahmi yang lebih akrab dalam kerangka pembinaan keakraban antar keturunan Trah Posong.

 


3.    Referensi

         Penelusuran Kerabat Kartowiryo dilakukan dengan wawancara kekeluargaan terhadap Mbah Sahli Slamet Dampit – Mertoyudan (2006). Beliau ini terlihat sangat kuat ingatannya dalam merekam peristiwa-peristiwa masa lalu dan merupakan Pelaku Sejarah yang disegani dalam kerabatnya. Nama-nama pelaku sejarah untuk referensi pendataan adalah sbb :
a)    Mbah Sahli Slamet, Dampit Mertoyudan (2006)
b)    Bapak saya Pak Guru Samidi, Margowangsan (2009)
c)    Pak Lik saya Pak Sugeng, Purwokerto (1991)
d)    Pak Turmudi, Tangerang (2013)


4.    Penuturan Pinisepuh Sekitar Kerabat Kartowiryo 

Silsilah Trah Karto Wiryo, 1890 - 1940

 Canggah Kartowiryo adalah Anak sulung dari 9 bersaudara. Beliau bermukim di Dusun Margowangsan, sebelah selatan Dusun Posong.  


Ada apa dengan ilmu kanuragan?
       Jika zaman sekarang ketokohan ditunjukkan dari derajat formal sebagai Pejabat Negara, Pajabat Perusahaan Negara atau Swasta serta kesuksesannya dalam kewirausahaannya, maka kala itu ketokohan seseorang ditunjukkan dari kemampuannya oleh kanuragan dan kepiawaiannya menggaet Artis Tradisional (Ledek). Dikisahkan, bahwa suatu saat Mbah Karto menonton wayang kulit di Surabaya yang sebagian besar penontonnya adalah orang Madura. Pada saat Ki Dalang menampilkan Raja Mandura (Baladewa), maka adat orang Madura jika Baladewa dimainkan, maka seluruh penonton yang semula pada berdiri harus duduk, menghormati Sang Wayang Idolanya. Nah, Mbah Kartowiryo tidak mau duduk, maka seketika itu dihakimi massa dengan menggunakan senjata aslinya Clurit. Berkat keampuhan ilmunya, maka Mbah Karto tidak lecet sedikitpun dan massa pada mundur melihat manusia yang dikeroyok massa dengan senjata tajam kok tidak mati. Masih banyak lagi kisah-kisah yang tidak ditulis disini menyangkut sepak terjang peri kehidupannya Mbah Kartowiryo dan anak-anaknya yang masih menyukai ilmu kanuragan tersebut diatas. Silahkan disimak Bagan 4. Kerabat Kartowiryo.




Mbah Setro Saiman mempunyai 6 anak yaitu :
 Mbah Irah/Ngadinem (Gangsan) yang menurunkan Samidi (Gangsan), Kuru (Dampit), Sugeng (Purwokerto):
  1. Mbah Urip (Banyakan, Mertoyudan) tidak ada keturunan;
  2. Mbah Djuweni (Lampung), menurunkan Sukri (Lmpg), Sukir (Lmp), Suroso (Lmp)
  3. Mbah Slamet Sahli (Dampit), menurunkan Melik (Dampit, Melok (Purwokerto), Siswono (Purbalingga) dan Siswanto (Jakarta).
  4. Mbah Amin Udotaruno, menurunkan Siti (Jakarta), Suyatmi (Jakarta), Sukarni (Jakarta), Sarmini (Jakarta), Suyono (Bendan), Sudari (Padang) dan Sugi (Bendan)
  5. Kimpul, menurunkan Sudadi (Jakarta)


Keluarga Mbah Kartowiryo ini tersebar mulai dari Dusun Gangsan, Bendan, Mertoyudan, Lampung dan keluarga terbesar di Jakarta dari keluarga Mbah Amin Udotaruno. 
Silsilah Trah Setro Saiman 1930 - 1960
Pada tahun 2010, dari 6 bersaudara tersebut diatas yang masih sugeng tinggal Mbah Amin pada usia sekitar 90 tahun (kelahiran tahun 1920). Dengan "agemanipun" dan falsafah hidup "simply living" narimo ing  pandum" beliau diberi kesehatan dan usia cukup panjang. Namun, semuanya adalah upaya dan takdir Allah, semoga dalam usianya yang panjang tetap didampingi dengan kebahagiaan bagi seluruh anggota keluarganya, amin.  


Kami mengharapkan adanya masukan tanggapan terhadap diagram tersebut. Bisa jadi ada yang belum tercover atau kurang lengkap. Llebih indah lagi jika ada keluarga yang memberikan masukan model IT yang bisa meningkatkan penampilan atau memudahkan akses komunikasi kepada seluruh keluarga besar.

Kerabat lainnya dari Kerabat Setro Saiman seperti Silsilah Mbah Selar dan Mbah Tambeng (Istri Mbah Supo Taruno) akan ditampilkan pada Tulisan berikutnya.

Catatan :
Adapun Kerabat Setro Saiman yang masih gelap belum bisa ditampilkan adalah Kerabat Mbah Darmin Gondang Lor Kec. Mungkid.


Berlanjut ke Tulisan berikutnya




POSONG SAGOTRAH (4)

PENELUSURAN TRAH SELAR

Penelusuran Posong Sagotrah pada Trah Selar sama dengan Petunjuk penelusuran Trah Kartowiryo yang sebagian besar berdomisili di Dusun Magowangsan. Trah Selar berasal dari Jalur Induk Posong yang merupakan anak sulung dari 6 (enam) orang anak Mbah Setro Saiman.

Saya tulis ulang, generasi pertama Jalur Induk Posong :
Jalur Kerabat mBah Setro Saiman (Margowangsan/Gangsan)
(1)      mBah Selar (Gangsan) : Keluarga mbah Isah, Pak Guru Tris (Gangsan)
(2)     mBah Darmin (Gondang Lor) : Keluarga Sarmadi bapaknya Hermanto (Wonolobo)
(3)     mBah Sri (Talaman) : Keluarga Pak Marno  (Talaman)
(4)     mBah Kartowiryo (Gangsan) : Keluarga Pak Guru Samidi (Gangsan)
(5)     mBah Rus (Gangsan) : Hilang pada jaman perang kemerdekaan
(6)     mBah Tambeng (Gangsan) : Keluarga mBah Supo/mBah Minem (Gangsan)

Trah Selar menempati keluarga paling besar di dusun Margowangsan dan Kecamatan Sawangan, yaitu Famili Mbah Ali/Isah adalah Keluarga Pak Guru Sutrisno, Bu Guru Sadiyah (almh), Bu Saidah (almh), Pak Guru Sukasah, Pak Sarno, Pak Suparto, periksa pohon keturunan (silsilah). Dari Famili Mbah Marsan adalah Pak Guru Sumadi, Pak Turmudi (Jkt), Pak Rahmat (alm) dan Nedi. Dari Famili Mbah Marjono adalah Pak Suwito (Bdg). Lainnya, berdomisili di Kiyudan, Talaman, Banjengan (Dukun).

Keluarga Mbah Isah (Gangsan)

Di Jakarta, Trah Selar meliputi brayat Mbah Marsan yaitu keluarga Pak Dulrahman (alm) di Bintaro, famili Pak Turmudi di Komplek Merpati Mas, Tangerang. Famili dari Mbah Ali adalah Tri Yanjono (Guru SMA Kemurnian, Cengkareng).

Bersambung ke tulisan berikutnya.





 POSONG SAGOTRAH (5)
Penelusuran Trah Selar (Sulung) & Trah Tambeng
Penelusuran Posong Sagotrah pada Trah Selar dan Trah Tambeng kuranglebih  sama dengan Petunjuk penelusuran Trah Kartowiryo yang sebagian besar berdomisili di dusun Magowangsan. Trah Selar berasal dari Jalur Induk Posong yang merupakan anak sulung dan Trah Tambeng adalah anak bungsu dari 6 (enam) orang anak Mbah Setro Saiman.

Saya tulis ulang, generasi pertama Jalur Induk Posong :

Jalur Kerabat mBah Kartowiryo (Margowangsan/Gangsan)
(1)      mBah Selar (Gangsan) : Keluarga mbah Isah, Pak Guru Tris (Gangsan)
(2)     mBah Darmin (Gondang Lor) : Keluarga Mbah Guru Suharto (Gondang Lor), Pak Sarmadi (Wonolobo)
(3)     mBah Sri (Talaman) : Keluarga mBah Jamal (Talaman), Mbah Sri (Gangsan) dari suami kedua Rambianak dan (pm, Kiyudan) dari suami pertama.
(4)     mBah Setro Saiman (Gangsan) : Keluarga Pak Guru Samidi (Gangsan)
(5)     mBah Rus (Gangsan) : Hilang pada jaman perang kemerdekaan
(6)     mBah Tambeng/Isteri Mabh Supo Taruno (Gangsan) : Keluarga mBah Supo/mBah Minem (Gangsan)

  1.  Trah Selar :
 
Trah Selar, Margowangsan











Trah Selar menempati keluarga paling besar di Kec. Sawangan. Mbah Selar mempunyai 3 (tiga) orang anak dan 18 (delapan belas) cucu, meliputi :

a)    Famili Mbah Ali/Isah, mempunyai 10 orang anak meliputi :
1.     Isah (Talaman), tidak ada anak
2.    Dulsujak (Talaman), 7 anak (Jilin, Trimah, Tinah, Sarno, Ning, Heru, Kun)
3.    Nah (Sukorini), Pm
4.    Yaminah (Dukun), Pm
5.    Suparto (Gangsan), 4 anak (Haryanto, Sri, Tutik, Tari)
6.    Sutrisno (Gangsan), 4 anak (Heny, Yanjono, Agus, Rahmat)
7.    Marsidah (Gangsan), 2 anak (Sis, Sus)
8.    Sadiyah (Gngsan, almh), anak tunggal (Kantri)
9.    Sukasah (Gangsan), 2 anak (Gunawan, Rini)
10. Marisah (Sawangan), 3 anak (Anto, Wawan, Uut)

b)   Famili Mbah Marjono, mempunyai anak tunggal yaitu Pak Suwito (Bdg).

c)    Famili Mbah Marsan (Mbah Mah), mempunyai 7 orang anak meliputi :
1.     Ahmad (Gangsan), 6 anak (Waliyah, Bitri, Budi, Wiwin, Ambar, Agus)
2.    Turmudi (Gangsan), 5 anak (Widaryadi/Ti, Budi, Junaedi, Ning, Joko)
3.    Sumadi/Sadiyah (Gangsan), anak tunggal (Kantri)
4.    Din (Sumbar), anak tunggal (Sumi)
5.    Dulrahman (Bendan), 3 anak (Arif, Nia, Rahman)
6.    Sumrihati (Kiyudan), 3 anak (Ita, Agus, Risa)
7.    Ari (Banjengan), 3 anak (Rin, Nanang, Andi)

Periksa pohon keturunan (Silsilah Trah Selar).
 Keluarga Mbah Buyut Selar dengan 3 anaknya ini sekarang sudah sangat banyak dan ntersebar mulai dari Dusun Gangsan sendiri, Talaman, Kiyudan, Banjengan (Dukun) dan Jakarta.













B. Trah Tambeng/Supo Taruno
Nama Tambeng diambil dari anak sulung yang bernama “Said” tetapi keluarga menyebutnya “Tambeng”, sehingga orangtuanya dipanggil Mbah Tambeng.

Anak bungsu Mbah Setro Saiman ini mempunyai 6 (enam) anak dan sebagian besar merantau keluar dari Dusun Margowangsan, meliputi :

a)    Famili Mbah Said atau Tambeng (Lampung) mempunyai 3 anak (Surti, Semarang), Sir (Semarang), Surahmat (Purwokerto), Siti (Semarang)
Keluarga Mbah Said, jarang menengok kampong halamannya di Gangsan, sehingga dalam tulisan ini belum tertulis.
b)   Famili Mbah Hilal (Muntilan), 2 anak (Din, Jumrodah) keduanya di Muntilan.
c)    Famili Mbah Minem (Gangsan), anak tunggal (Teguh) di Madiun
d)   Famili Mbah Tamyis (Salatiga), 3 anak yaitu Sumi (Gangsan), Tamyis (Salatiga), Dalmini (Gangsan).
e)   Famili Nap (Madiun), 3 anak yaitu Tatik/Teguh (Madiun), Agus (Madiun), Singgih (Muntilan).

Periksa pohon keturunan (Silsilah Trah Tambeng).

Demikian penampilan Posong Sagotrah (5), kepada pemirsa yang secara kebetulan membaca dan ada sesuatu yang kurang sempurna pada tulisan dan Diagram Pohon Keturunan tersebut diatas, mohon koreksi untuk kesempurnaan tulisan. 


Dari diagram Trah diatas, kami sangat berharap ada tanggapan yang bisa jadi salah tulis, kurang lengkap, dan lain-lain untuk menyempurnakan tulisan lebih lanjut.

Kepada Bapak saya (Pak Guru Samidi), Pakde Turmudi di Tangerang, Mbah Minem di Gangsan dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penyusunan diagram silsilah, saya dan keluarga menyampaikan apresiasi yang tinggi dan mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.

Semoga bermanfaat.
Jakarta, September 2010  






Kumpul Brayat Lintas Generasi di Semarang, 
27 Desember 2014




Kumpul Brayat Trah Posong di rumah mbak Antin Jln. Imam Bonjol bulan Desember 2014 di rumah mbak Antin (Sundari) Semarang adalah kumppul brayat yang ke-4 (kurang faham). Luar biasa, kumpulan dihadiri sesepuh yang sudah sepuh-sepuh, generasi ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5 dari Induk Trah Posong subhanallah.

Mbah Buyut Murman (putri) adalah  satu-satunya  generasi ke-2 dari Induk Trah yang masih sugeng. Saya menyebut mBah Buyut dengan beliau (foto disamping), alhamdulillah pinaringan yuswo 95 tahun dan kondisinya masih segar bugar dan paningalipun jernih. Beliau melahirkan 8 (delapan) putra dan putri  dan hadir pada kumpul-kumpul ini, sbb :
  1. Bu Titik (SMg)
  2. Bu Carolina (Bekasi)
  3. Romo Iwan (Smg)
  4. Bu Murtiningsih (Kebumen)
  5. Romo Riyo Mursanto (Smg)
  6. Bu Muryanti (Antin) (Smg)
  7. Pak Indro (Yogya)
  8. Mbah Muk dan Saya
  9. Bu Wulandari (Bu nDari,  Jkt) 
Kumpul brayat Posong kali bisa dikatakan kumpul Canggah Kartodiryo Generasi-I dari Induk Trah. Mengulang kembali tulisan terdahulu, Canggah Kartodiryo adalah anak ke-4 dari Induk Trah yang mempunyai 11 anak sbb :
  1. Mbah Buyut Rumini (Lampung)
  2. Mbah Buyut Mangun ndalan (Butuh)
  3. Mbah Buyut Mul (Mungkidan)
  4. Mbah Buyut Madi (Gunung Sewu -Tanggamus - Lampung)
  5. Mbah Buyut Parto (Posong)
  6. Mbah Buyut Sardi (Purworejo)
  7. Mbah Buyut Murman (Mgl)
  8. Mbah Buyut Muryam (Kebokuning)
  9. Mbah Buyut Samini (Tampir Kulon)
  10. Mbah Buyut Parinem/Mbah Guru (Posong)
  11. Mbah Buyut Suminem (Posong)
 Kumpul brayat di Semarang yang hampir lengkap kedua adalah Brayat Mbah Parinem, kecuali keluarga Mbah Widiyanto (alm) di Malang. Keluarga Mbah Parinem mempunyai 5 keturunan sbb : 
  1. Mbah Widiyanto (alm) Malang
  2. Keluarga Mbah Hariyanto (Smg)
  3. Keluarga Mbah Hartatik (Posong)
  4. Keluarga Mbah Hari (Smg)
  5. Keluarga Mbah Harjanto Slamet /Muk (Smg) 
 
Mbah Carilne & Kerabat Mbah Guru Parinem











Kembali ke pembicaraan ke Sorosilah Induk, bahwa Induk Trah Posong adalah 3 bersaudara dengan Induk Trah Kuncen dan Gading. Induk Trah Posong mempunyai 9 keturunan meliputi :
  1. Canggah Kartowiryo, 6 keturunan (Margowangsan, Gondang lor, Talaman)
  2. Canggah Joyo,  4 keturunan (Bendan, Butuh, Kebokuning)
  3. Canggah Kartodiryo, 11 keturunan (tsb diatas)
  4. Canggah Kartorejo, 5 keturunan (Posong, Bantul, Magelang, Purworejo)
  5. Canggah Popongan, 1 keturunan (Popongan)
  6. Canggah Mawungan, (belum terkonfirmasi sambungan dgn Mbah Sastro Rame Gunung Lemah)
  7. Canggah Niti Plalangan, (belum terkonfirmasi keberadaannya)
  8. Canggah Pawiro (Gading), 6 keturunan (Jetis Kaliwungu, Gading, Bengan Lor, Yogya) 
  9. Canggah Kartodimejo/Mbah Lurah, 3 keturunan (Ngaglik nduwur, Ngaglik ngisor, Talun)

Kumpul brayat tangggal 27 Desember 2014 di Semarang dihadiri 3 Canggah :
  1. Canggah Kartowiryo diwakili saya sendiri dari Brayat Canggah Kartowiryo - Buyut Setro Saiman, Mbah Ngadinem - Margowangsan.
  2. Canggah Mawungan (Pm Pak Sastro Rame - Gunung Lemah)
  3. Canggah Kartodiryo diwakili oleh 6 Buyut sbb :
  • Buyut Murman seperti tersebut diatas, 
  • Buyut Mul diwakili oleh Sapto (Mungkidan),
  • Buyut Parto : Keluarga Mbah Tris (Yogya), Nana, Joko (Jkt), 
  • Buyut Parinem : Keluarga Mbah Yan, Mbah Hari dan Mbah Muk (Smg), 
  • Buyut Samini :  Keluarga Mbah Rubiyoto(Tampir Kulon) dan 
  • Buyut Suminem : Keluarga Mbah Projo (Posong).

Semoga upaya "ngumpulke balung pisah" Trah Posong dapat terwujud, amin.


 Alon-alon sambil membina tali silaturohim, sambil mencari bentuk komunitas.

Keluarga Mbah Buyut Mul (Sapto), Buyut Setro Saiman (saya), dll

Keluarga Mbah Tris dan Mabh Suti Posong




Mbah Sutrisno & Mbah Hari



Foto Lintas Generasi, Buyut, anak, cucu,cicit


Keluarga MbahBuyut Parinem









Keluarga MbahBuyut Samini/Mbah Rubiyoto


Keluarga Mbah Sulisah/Pak Tikno Mertoyudan







 


Bulik Nana (Jkt), Nunu (GnLemah), dll

Catatan : 
  • Tulisan ini pasti banyak yang belum masuk, jauh dari lengkap. Sumonggo dipun koreksi untuk mnyambung dan mempererat tali silaturahim.
  • Kisah-kisah leluhur kalau ada yang punya, silahkan tentunya yang baik-baik saja. Seperti diketahui bersama bahwa Brayat Kartowiryo Margowangsan pernah mengalami masa heroik pada zamannya walaupun termasuk agak kurang etis ditampilkan (pernah saya singgung pada Tulisan sebelumnya).



Kumpul Brayat di Cilandak, Juni 2014



Kumpul Brayat Trah Posong baru dimulai beberapa bulan di tahun 2014. Saya bergabung dalam kumpul brayat dari anak keturunan Karto Diryo Posong yang mempunyai 11 anak. Posisi saya diluar brayat tsb karena saya berasal dari brayat Karto Wiryo Gangsan anak pertama dari Induk Trah Posong.

Kumpul Brayat di Cilandak kali ini sebagian besar dihadiri dari Brayat Karto Diryo Posong. Brayat lain yang hadir ada dari Brayat Kartowiryo Gangsan, Karto Dimejo Posong (Mas Eddy mBulu turunan Mbah Pawiro Gempol Ngaglik ngisor), Brayat Mbah Parinem, Mbah Parto, Mbah Murman, Mbah Muryam.

Kegiatan dalam bentuk Arisan yang dilaksankan setiap 3 (tiga) bulan sekali. Foto diatas diambil pada saat  kumpulan di Rumah Bapak Riyadi / Mbak Nana putra mbak Suti wayah Mbah Parto Posong di Cilandak - Pasar Minggu tgl. 22 Juni 2014 yang dihadiri oleh 35 orang. 

Terus terang saya mengucapkan banyak terimakasih atas diundangnya saya dalam Kumpul Brayat kali ini. Betapa tidak, saya tidak faham satu dengan lainnya yang hadi kecuali dengan Mbak Nana dan Mas Edy Mbulu. Mungkin karena merasa satu darah, maka pertemuan yang dimulai dengan perkenalan seperti mengenal orang asing pun berubah menjadi percakapan "rinaketan sedulur cedak". Percakapan mulai dari mengurut nama orang tua, mbah-mbah, paman, sesepuh yang masih di kampung, tempat tinggal, posisi rumah di kampung, pekerjaan, saudara dan perkembangan kampung saat ini.  

Pembicaraan untuk pertama kali bertemu pasti masih memilih dan memilah mana yang sekiranya enak didengar dan santun diutarakan. Ada satu kata yang tersimpan dalam benak masing-masing yaitu niat ingin menyatukan sanak keluarga sedarah yang sudah terserak kemanpun arahnya "ngumpulke balung pisah" yang semula sudah tidak tahu dimana dan kemana mereka hidup dalam mencari penghidupan masing-masing. Tentunya hidup menuruti nasib adalah kehendak Yang Kuasa. Ada yang menjadi Pemimpin dan Tokoh Agama, ada yang menjadi Pejabat, ada yang berprofesi sebagai guru, pekerja atau karyawan dan lain sebagainya. Syukur alhamdulillah diantara mereka tidak ada yang merasa "aku" yang lebih baik darimu, tetapi aku adalah sedarah, nunggal Induk, Trah Posong.


Semoga dapat ngremboko dan dilestarikan oleh generasi sekarang dan berikutnya.

Amin. 



KEMPAL BRAYAT 14 JUNI 2015
DI RUMAH MBAK BUDI (LAMPUNG) DI BEKASI  

Kempal Brayat kali ini dilaksanakan di Rumah mBak Budi (Lampung) di Komplek Perumahan Pondok Pekayon Indah XI/30. Posisi rumah bisa ditempuh dari Tangerang melalui Tol dalam kota lanjut Tol Cikampek, keluar di pintu Bekasi Barat.  Begitu keluar tol ketemu prapatan di depan Mal Bekasi Raya belok kekanan melangkahi jalan Tol Cawang - Cikampek. Dari posisi itu ketemu prapatan belok kekanan lurus ketemu Naga Mall, lurus sekitar 200 M di sebelah kanan ada Gerbang Pondok Pekayon Indah. 

Begitu masuk komplek perumahan, jalan mentok ketemu Jln Ketapang XIII belok kekanan dan diurut sebelah kanan akan ketemu Ketapang XI, posisi rumah di Pojok Ketapang XI.   
 

Anggota yang hadir cukup banyak sekitar 30 orang.

Putro-wayah Brayat Kartowiryo : Saya sendiri

Putro-wayah Brayat Kartodiryo yang hadir :
Buyut Parto Posong         :  Keluarga Mbak Nana, Mas Joko (Jkt)
Buyut Murman Semarang : Keluarga Kanjeng Mami Carolina (Bekasi selatan); Mas Indro (Jakarta)
Buyut Mangun Butuh Kulon : Keluarga Supriadi (Tangerang)
Buyut Samini Tampir Kulon : Mbak Tutik dan Cs (Bogor)
Buyut Madi Lampung          : Mbak Budi (pemilik rumah)

Acara cukup meriah dengan acara pokok arisan, sekedar sarana pengikat saja.

Pada masa perintisan dengan misi "ngumpulke balung pisah", perlu kehati-hatian mengingat sebelumnya satu dengan yang lain tidak saling kenal. Bersyukur bahwa masing-masing menyadari tanpa paksaan berasal dari Trah Posong.

Ada modal dasar yang cukup kuat untuk dapat dikembangkan menjadi lebih besar dan bermakna dalam menjalin tali silaturahim, yaitu "pengakuan diri berasal dari Trah Posong". Tentunya  konsolidasi sampai ke tahap "terorganisasi" akan memakan waktu cukup lama. Acara guyon, sekedar ketemu, salaman kehadiran dan salaman selamat jalan adalah sederhana namun mempunyai makna yang cukup besar. Forum perlu mengambangkan "spirit hadir" pada setiap acara serupa dan acara-acara penting lainnya yang terjadi pada masing-masing warga.
 Sumonggo pelan-pelan, sambil memperbaiki sistem komunikasi lewat media sosial WhattsApp, Group BBM dan saling sapa per telepon, kita berdo'a semoga perkumpulan akan berkembang semakin besar dan lebih bermakna lagi. Insya allah.
Rahayu ingkang pinanggih wonten ing kempal brayat ingkang bade dhateng, wulan September 2015. 
Nuwun 


Kanjeng mami, Mbak Nana serius



Mbak Budi dan tamunya terlibat pembicaraan arisan















Mas Indro dan Pemilik rumah sdg negosiasi bisnis


























KEMPAL BRAYAT 27 SEPTEMBER 2015
DI RUMAH MBAK TUTIK/MAS YOYOK DI JL.PLUTO S-9/9 BOGOR



Kebersamaan Trah dalam Kumpul Brayat di Kompl. Griya Bogor Raya
   Kempal Brayat kali ini dilaksanakan di Rumah mBak Tutik / Mas Yoyok di Komplek Perumahan Griya Bogor Raya Jln. Pluto S-9/9 Bogor.
      Dilihat dari jarak tempuh dari Tangerang dan Jakarta, lokasi Komplek Griya Bogor Raya Bogor  cukup jauh. Jika menggunakan kendaraan pribadi jarak Tangerang - Bogor ditempuh dalam waktu sekitar 2,5 jam dan dari Jakarta sekitar 1 jam. Jika menggunakan kereta dan angkutan umum lumayan rumit, karena harus nyambung angkutan kota sekitar 40 menit dari stasiun kota dan atau terminal bus besar Baranangsiang.

Namun, jarak tempuh dan rumitnya perjalanan tidak menyurutkan niatnya untuk bertandang dan silaturahim mempererat tali persaudaraan "nunggil sak-gotrah" Pepunden Posong. Atas perkenan Tuhan YME dan niat baik masing-masing, pertemuan trah terlaksana dengan penuh kebersamaan, penuh candaria saling tukar pengalaman dan informasi yang sebelumnya belum pernah didengar. 

Sesepuh generasi ke-2 pun hadir Mbah Rubiyoto Tampir Kulon (ayah mbak Tutik) dn Mbah Sarwadi Posong, bungsu dari mbah buyut Mulyodimedjo Mungkidan (ayah mbak Cicilia Dwi Kurniawati). Karena dari awal tahun 2013 judulnya kembal brayat Kartodiryo Posong, sudah jelas sebagian besar yang hadir adalah putro wayah Canggah Kartodiryo yang tinggal di Jakarta dan sekitranya. 
Brayat dari canggah Kartowiryo Gangsan diwakili oleh buyut Setro, Mbah Irah (saya) dan Mbah Udotaruno (Tokan). 

Hal-hal Baru Hasil Tukar Informasi     

Berdasarkan sharing "larah-larah" trah dengan pemberitaan yang simpang siur, hanya katanya-katanya, antara saya dengan Mbah Sarwadi, konfirmasi dengan bapak saya Pak Samidi dan lain-lain, maka saya catat dalam pikiran saya sbb : 
  • Mbah Pandansari - Mertoyudan yang sering disebut sebagai Bulik-nya Pak Sugeng Gangsan (adiknya Pak Samidi)  adalah istri kedua Mbah Setro Gangsan yang memunyai anak : (1)  Umi  (2) Tunggak (3) Tuminah. Jadi sudah benar kalau Pak Sugeng Gangsan menyebut mbah Pandansari "bulik".

  • Mbah Urip Banyakan - Mertoyudan, adalah adik dari mbah Irah (mbah saya). Kebetulan beliau tidak ada keturunan.
Terlihat Mbah Rubiyoto Tampir, Tokan, Pak Ri dll
        Konfirmasi dengan Paklik Ahmad Suryadi putra Mbah Said Tambeng Lampung yang sekarang jumeneng di Purwokerto, terkait dengan berita dari Mbak Budi Bekasi dapat disimpulkan bahwa Mbak Budi adalah wayah Mbah Supo dari anak sulung Mbah Supo yang bernama Mbah Sumini. Dalam perjalanan kekeluargaannya, Mbah Sumini mempunyai 4 org anak dan cerai dengan suaminya. Kemudian beliau kembali hidup bersama keluarga Mbah Supo di Gangsan dan tidak lama kemudian menempuh hidup meninggalkan kampung halaman menuju Lampung.  

        Mbah Sumini bersuami dengan seseorang dari Dusun Gondangan. Suami Mbah Sumini ini masih satu darah dengan Mbah Supo dari Trah Kuncen. Adik-beradik suami mbah Sumini tinggal di Gunung Lemah dan Gondang. 



Mbah Sarwadi, Ragil Buyut Mulyodimedjo Mungkidan





       
Mbah Rubiyoto, Ibu Caroline, Mas Koko, dll












Ora sah isin ngaku wae wayahe Mbah Mangun Butuh

  






































































                                 
                        
                                                                                  
KEMPAL BRAYAT 13 DESEMBER 2015
DI APARTEMEN  BEST WESTERN KEMAYORAN 
KEDIAMAN MBAK WULANDARI SASTROWARDOYO
Best Western, 13 Desember 2015, hadir Eyang Buyut Murman, Paklik Suryadi Ahmad Purwokerto, Bpk. Sularso Gondang, putro wayah
     Kempal Brayat Spesial. Spesial karena tempatnya yang biasanya di rumah kali ini di Restoran. Lebih spesial lagi, karena kempal brayat kali ini sekaligus mangayubagyo Mbak Wulandari yang punya kersa barusan sembuh dari gerah dan sudah keluar dari Rumah Sakit. Wabil khusus, acara kali ini rawuh Mbah buyut Murman putri khusus dari Semarang bersama putra mbajeng Mbak Murti (Mbak Titik) dan Mbak Antien.

      Selain dihadiri Mbah Murman putri hadir pula Paklik Suryadi Ahmad dari Purwokerto representasi putro wayah Mbah Supotaruno dan Bapak Sularso dari Cilegon representasi dari keluarga Gondang.

      Kempal Brayat dihadiri 70 orang berikut bapak/ibu dan anak-anak yang ikut meramaikan acara.

      Acara kempal brayat ngumpulke balung pisah ini disamping arisan rutin juga penunjukan pengganti Ketua yang sebelumnya dipegang oleh alm Mas Wawan. Adapun pengurus yang lain, tetap.

      Menghubungkan tali persaudaraan yang sudah lama terpisah tidaklah mudah. Perlu tahapan yang harus dilalui untuk mencapai kondisi gesang kekadangan dalam sistem sosial yang saling berinteraksi, sih-kinasihan, sayugo-sajugo, mukti siji-mukti kabeh (tiji-tibeh).

Wawasan Tentang Komunikasi
      Interaksi menjadi suatu kebutuhan mutlak untuk kesinambungan sistem sosial atau terjalinnya hubungan baik antar warga komunitas paguyuban trah. Untuk bisa berinteraksi perlu kesamaan visi yang sama yaitu hidup mengerti dan dimengerti orang lain “semedulur antar sesama kerabat”.

      Untuk kelancaran interaksi perlu pengantar yaitu “bahasa”, perlu bahan yang akan dibicarakan atau “materi” dan i'tikad baik bahwa kita berniat untuk melakukan komunikasi atau “keberanian” berekspresi. Sudah barangtentu bahwa setelah hal tsb diatas ada pada diri kita untuk melakukan komunikasi, budaya dalam komunikasi akan mengikutinya. Suatu komunitas bisa berbeda dengan komunitas lainnya biarpun masih dalam satu lingkup daerah yang sama. Ada istilah lain padang lain belalang lain lubuk lain ikannya. 


       Namun, dengan tersebarnya suatu generasi keluar daerah asal, maka akan terjadi akulturasi yang dahsyat, sehingga budaya yang sifatnya lokal akan terimbas dengan budaya dari lain daerah. Olehkarenanya, visi pengelolaan trah "patembayan" akan menempatkan  "asal-usul satu darah" sebagai kompas penunjuk arah sasaran visi kedepan. Perbedaan domisili, keyakinan dan asal-usul pasangan adalah sesuatu yang harus diterima dan tidak perlu harus diseragamkan dalam satu pola budaya dimana induk darah berasal.
       
     Materi bicara diperlukan untuk memfokuskan pembicaraan agar terjadi komunikasi yang seimbang kedua arah, antara komunikan yang diajak bicara dengan komunikator yang berbicara.

      Keberanian berekspresi diperlukan agar terjadi komunikasi antara satu orang dengan orang lain, satu orang dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok lainnya.

     Kelangsungan interaksi dalam trah perlu “figur” yang berfungsi sebagai pemantik “triger” agar dapat memulai komunikasi dan “motivator” untuk mendorong agar setiap individu mau berpartisipasi dalam sebuah komunikasi.

      Semoga sekilas wawasan "komunikasi" tersebut diatas dapat mendorong kita semua untuk berinteraksi antar sesama anggota trah untuk kelestarian silaturahmi seluruh Trah Posong, sukur-sukur akan menyambung dengan Trah Gading dan Trah Kuncen.

       Semoga bermanfaat.




























     
                       











 


KEMPAL BRAYAT DI DEPOK TIMUR
KEDIAMAN MAS CATUR BIN HARDJONO (SURABAYA) BIN HARDJOSURONO
(KEBOKUNING - SAWANGAN), DEPOK TIMUR 5 MARET 2016

Hadir sebanyak 57 warga besar kecil tua muda Trah Kartodiryo dan Kartowiryo. Seperti pertemuan sebelumnya, acara kempal brayat di Rumah Mas Catur dihadiri oleh sesepuh yang sekaligus penggagas berdirinya Kumpulan Trah yang pada awalnya hanya dari putra wayah tedak turun Mbah Kartowiryo. 

Hadir peserta baru dari Brayat Mbah Selar Gangsan yaitu Mas Yanjono bin Sutrisno. Kehadirannya membawa warna tersendiri karena ybs dikenal sebagai Guru Bahasa Indonesia dan di kampung lebih terkenal sebagai Dalang Kethoprak Humor yang sering mementaskan anak-anak muda Gangsan melakonkan kisah-kisah keseharian peri kehidupan "Wong Gangsan" dalam pentas seni. Kekayaan bahasa dan wawasan yang dimiliki terlihat dari komunikasi antar warga Grup Whatsapp Kartodiryo dengan berbagai bentuk candaan, bullying, berita trending dan lain sebagainya. 

Hadir pula dari Bandung Mas Sigiono bin Mulhardjo bin Hardjosurono beserta garwo dan 2 (dua) putra-putrinya. Semangat...saya praktis sudah 35 tahun tidak ketemu sejak tahun 1980-an semasa saya masih di bangku kuliah, dia masih di SMA.


Rajin, semangat, Mas Yusup dari  Bawen dan Mas Gion sekeluarga dr Bandung

















Mas Yanjono, Mas Adi, Mas Hengky, Mas Yoyok serius




















Ketemu-ketemu hampir pangsiun Mas Sugiono (Gion)

















Mas Catur, yang punya rumah





































KEMPAL BRAYAT BESAR DI TAMPIR KULON, 9 JULI 2016

Kempal brayat kali ini bertepatan dengan  Lebaran 1437 H, sehingga banyak yang hadir sekaligus silaturahmi lebaran "ujung". Sedulur yang hadir sekitar 200 orang datang dari : Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Mertoyudan, Jetis, Nglampu, Kenteng, Sawangan.

Acara seperti biasa memperkenalkan diri dari Brayat mana berasal. Sedulur yang sebelumnya belum pernah hadir adalah Brayat Mbah Suminem Nglampu yang sudah sumrambah sampai Kabanaran, Sajen, Trenten dsb. 

Juga dari Brayat Wongso Sudiro Jetis Kaliwungu (Mas Tomo) yang diketemukan secara manuver dari kawan yang berasal dari Jetis Kaliwungu. Juga Bulik Melik, brayat dari Mbah Slamet Sahli Dampit Mertoyudan.  

Acara saling sapa, saling kenal banyak mewarnai acara kempal brayat kali ini. Emosional saatu darah keturunan terasa dalam pertemuan besar.

Acara diakhiri dengan foto bersama.

 




























































Kartodiryo bersama Istri (Repro, Triana Saptowati 1990)


























Sorosilah atau silsilah, silsilah keluarga, bagan silsilah, atau diagram silsilah adalah suatu bagan yang menampilkan hubungan keluarga dalam suatu struktur pohon sehingga disebut juga pohon keluarga (family tree). Data keturunan atau genealogi ini dapat ditampilkan dalam berbagai format. Salah satu format yang sering digunakan dalam menampilkan silsilah adalah bagan dengan generasi yang lebih tua di bagian atas dan generasi yang lebih muda di bagian bawah.
Bagan leluhur, yang merupakan suatu pohon yang menampilkan pepunden atau leluhur seorang individu, memiliki bentuk yang lebih menyerupai suatu pohon, dengan bagian atas yang lebih lebar daripada bagian bawahnya. Beberapa bagan leluhur ditampilkan dengan seorang individu berada pada sebelah kiri dan leluhurnya di sebelah kanan.
Bagan atau catatan gambaran keturunan dari seseorang sampai kepada keuturunan tertentu yang dibuat dalam bentuk "Pohon Keluarga" atau family tree. 

Sorosilah Posong Sagotrah adalah pohon keluarga yang menggambarkan anak-beranak dari Pepunden Induk Trah yang bermukim di Dusun Posong, Desa Butuh, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, menurunkan 9 orang anak hingga generasi sekarang tahun 2015. Induk Trah berjumlah 3 (tiga) bersaudara, 2 orang saudara lainnya bermukim di Dusun Gadingsari dan Kuncen.

Ketiga orang adik beradik tersebut diatas diceritakan oleh sesepuh bahwa mereka masih kerabat kerajaan Mataram tidak meninggalkan nama aslinya. Bahkan nama kesehariannya pun tidak banyak yang kenal hingga sekarang. Mereka mulai menempati pedusunan yang berada di kaki Gunung Merbabu pda pasca peristiwa Perjanjian Giyanti tahun 1779 dan anak keturunannya berinteraksi dengan  peperangan Pangeran Diponegoro tahun 1825 hingga 1830. Era perang Diponegoro inilah gelombang kedua prajurit Mataram banyak yang berinteraksi dengan pendatang gelobang pertama bahkan bermukim di daerah ini hingga akhir hayatnya. Situs nisan di beberapa makam di daerah Sawangan sebagai saksi bisu yang menunjukkan keberadaan para Tokoh Mataram bermukim dan meninggal di sini.

Bagi yang tertarik ingin mempelajari lebih jauh silahkan menelusuri situs-situs berupa Nisan-nisan di Pekuburan Posong, Mudal, Margowangsan, Gadingsari dan Kuncen. 
 
Narasumber (Mbah Slamet Sahli, 2003) ngendika keturunan pertama Pepunden Posong jumlahnya 10 orang dan yang teringat baru 9 (sembilan) orang dan diantara 10 orang ada anak kembar. Masukan demi masukan informasi akhirnya bisa digambarkan pada Bagan Sorosilah dibawah. Masukan terakhir adalah Kartoduryo Butuh Kulon, namun masih perlu dikonfirmasi labih jauh keberadaan Kartoduryo apakah kembaran dari Kartodiryo, apakah bukan, apakah masuk kedalam Trah Pepunden Posong atau bukan.

Tercatat sementara, dari 9 (sembilan) orang anak menurunkan sekitar 45 (empatpuluh lima) cucu  dan menurunkan lebih dari 100 buyut. Dari 100 buyut sudah menjadi (n) canggah dan dari n canggah menjadi (nn) Wareng dan (nnn) Udheg-udheg. Pada tahun 2015 sudah ada beberapa keturunan yang sudah sampai Udheg-udheg. 

Sebagai indikasi keberlangsungan generasi, pada tahun 2015 anak pertama pepunden sudah menginjak generasi ke-7 sedangkan putra bungsu sudah menginjak generasi ke-5 dengan usia balita hingga paruh baya. 

Silahkan periksa Bagan Sorosilah dibawah walaupun masih banyak yang belum teridentifikasi dan masih perlu direvisi, bilamana ada sumber shahih yang mengusulkan untuk direvisi. Semoga bermanfaat.

Sumber :
1. Pak Samidi, Margowangsan - Sawangan, 2003
2. Mbah Slamet Sahli, Dampit - Mertoyudan, 2003
3. Mbah Suharto, Ngaglik Nduwur - Sawangan, 2007
4. Pak Turmudi, Tangerang, 2013
5. Pak Sutrisno, Margowangsan - Sawangan, 2013
6. Pak Suryadi Ahmad, Purwokerto, 2015   
7. Yosodipuro, Babad Gijanti, 1755 (Wikipedia)

















KEMPAL BRAYAT CILANDAK, 27 NOVEMBER 2016


Kempal Brayat di ndalem Mbak Nana Riyadi kali ini adalah subtitusi dari kempal Brayat yang seharusnya di rumah kami Tangerang awal bulan Oktober 2016, karena ada sripah mertua kami Bapak Abuyono (alm) Patosan pada tgl.20 Oktober 2016, sehingga acara dipindah ke tempat lain "ora ilok". Kami mewakili keluarga mertua mohon maaf atas ditundanya kempal brayat di rumah kami dan mohon kepada seluruh brayat agar alm Bapak Abuyono diterima disisiNya, diampuni dosa-dosanya, amal ibadahnya diterima disisiNya dan mendapat tempat disisiNya, Amin.

Juga pada kesempatan ini kami menyampaikan amanah Brayat Kabuyutan Mangun Butuh, yaitu dari Mas Tyo atas nama Keluarga Pak Nasikin memohon agar seluruh brayat kersa paring do'a kepada almarhum Pak Nasikin, semoga arwahnya diterima disisiNya, dimaafkan seluruh kesalahan dan dosanya selama hidup di dunia. Semoga arwahnya mendapat tempat disisiNya, amal ibadahnya diterima Allah, Amin.

 Disamping acara rutin arisan, dengan melihat perkembangan bahwa pengurus yang ada sudah kurang relevan dengan perkembangan kempal brayat yang sudah rutin dilakukan di wilayah JABODETABEK, maka forum membentuk kepengurusan baru (diupload menyusul).

Pada kesempatan ini hadir Trah Gading Bapak ... dan wayah Brayat Mbah Rusmin Popongan : Joko Supriyanto, anak kedua dari Sukontho Basori.

Ada masukan dari Paklik Sugeng Purwokerto yang masih perlu konfirmasi dengan keluarga terdekat, bahwa pepunden Posong adalah pasangan dari (Ngadinem dan Udo Pawiro) yang menurunkan 10 orang anak. Yang perlu dikonfirmasi lagi adalah anak pertama adalah Setro Saiman nama lain  Kartowiryo. Kalau menurut ngendikanipun Mbah Parto, bahwa Mbah Setro Saiman itu "kakang tuwo" Mbah Parto. Maksudnya ayahnya Mbah Setro Saiman (?) adalah kakaknya (bapaknya) Mbah Parto (Mbah Kartodiryo). Biarkan informasi bergulir sampai menemukan kepastian.

Trah Kartoduryo, Mawungan dan Plalangan masih blank, belum ada masukan lebih lanjut.







Insert Pertemuan di Cilandak, 2017


Generasi ke-7 dari Induk Pepunden Posong

















Romo Iwan







                            
















KEMPAL BRAYAT KE 17 DI GLOBAL MANSION - TANGERANG, 
19 MARET 2017


Kempal brayat  dilaksananakan di rumah saya Global Mansion Blok B5/3 Kelurahan/kecamatan Periuk, Jln. M. Toha Km-4 Tangerang. Pelaksanaan kempal brayat di Tangerang dipersiapkan secara bersama-sama brayat Posong di Tangerang (Mas Adi, Mas Yanjono dan saya sendiri) secara sukarela. Kontribusi snack, sayuran dan lain-lain dari semua yang hadir melengkapi kemeriahan acara kempal brayat yang terasa semakin akrab dan semakin mengeluarga satu dengan yang lain.

Kempal brayat di Tangerang dihadiri oleh 50 orang dari 9 Keluarga terdiri dari:

1. Bapak Abdul Kadir/Ibu Murtiningsih dari Kebumen beserta anak-cucunya yang tinggal di Cisarua - Bogor dan Cireundeu.
    2. Bapak Ako/Mbak Budi Suprihati beserta anak-anaknya dari Pekayon - Bekasi
3. Bapak Riyadi/Mbak Nana dari Cilandak - Jaksel.
4. Mas Joko BS dari Pondok Indah
5. Mas Sugiyono/Mbak Musliani dan Mbak Atik beserta suaminya dari bandung.
6. Mas Yoyok/Mbak Tutik Rubiyoto dan keluarga dai Bogor.
7. Mas Yanjono
8. Mas Supriyadi (Adi)/Mbak Nina dan keluarga dari Tangerang.
9. Pendatang baru dari brayat Pakde Ramhat bin Marsan bin Selar Gangsan beserta anak dan menantunya yang tinggal di Perumnas IV - Tangerang.     

Foto bersama di TamanGlobal Masion - Tangerang










 











  








Mas Budi bin Rahmat, istri, anak dan menantunya (Wayah Mbah Marsan bin Selar - Margowangsan)













Mbak Atik binti Mulhardjo Bekuning (adiknya Mas Gion)



Bpk Abdul Kadir dan Keluarga dari Kebumen


















Pak Riyadi Cilandak, Mas Anto Kebon Jeruk dan Mas Yanjono -Tng


















Mbak Nana, Bu Murti, Mas Anto serius..

















Bapak Abdul Kadir dan keluarga



















Mbak Nina, Gendis, Mbak  Musliani, Mbak Tutik


















Mas Adi, Mas Anto, mas yan, Mas Gion, Mas Yoyok dan Pak Riyadi

















Pak Ako

Si Kembar anaknya Mas Anto/Mbak Tutik Rubiyoto

































Shinta, Rara,Gendis dan Desta

















Ibu Hidayat dan Ibu Ani























KEMPAL BRAYAT 29 JUNI 2018




Pinisepuh Trah Pepunden Posong Generasi ke-2 dan ke-3










Setelah kumpul brayat yang dirintis mulai dari tahun 2015 oleh Brayat Kartodiryan, pada halaman ini kami sajikan Kumpul Brayat di Rumah Ibu Sri Hartatik Dusun Posong, Desa Butuh, Kec. Sawangan, Kab. Magelang - JAWA TENGAH pada tanggal 28 Juni 2017 hari lebaran ke-4.

Sekilas latar belakang dilaksanakannya kempal brayat di Posong ini merupakan rentetan kumpul brayat yang dilakukan sejak tahun 2015 oleh Brayat Kartodiryan yang dipandegani oleh para anak cucu dari 11 orang anak dari Mbah Kartodirjo. Tempat dan waktu ditentukan berdasarkan kesepakatan pada kumpul brayat  di rumah saya Global Mansion Tangerang pada tanggal 11 Maret 2017.  Mbak Erry sebagai salah satu cucu Mbah Guru Parinem binti Kartodirjo, Mbak Nana cucu Mbah Partodimedjo bin Kartodirjo, dll serta disanggupi oleh Pemilik Rumah "ingkang hamengku damel" yaitu Ibu Sri Hartatik beserta anak-anak dan menantunya a.l. Mbak Retno dan Mas Yusup. 

Dalam acara ini saya tidak bisa menghadiri pertemuan oleh adanya satu dan lain hal yang mengakibatkan saya tidak bisa keluar dari Tangerang.

Panitia Lokal yang ditunjuk yaitu Paklik Sapto dan Mbak Atik telah bekerja luar biasa mulai dari awal pra pertemuan sampai paska pertemuan mengurusi perlengkapan pertemuan jelas super..super berat. Saya dan seluruh brayat menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Panitia Lokal beserta Mas Yusup yang telah berupaya sangat luar biasa. Untuk mensukseskan pertemuan, Mbak Erry berinisiatif membuat panitia kecil dimasukan dalam Grup WA Khusus yang membahas rencana detail pertemuan yang beranggotakan Mbak Erry, Mbak Nana, Mbak Atik, Paklik Sapto dan Saya sendiri. 

Grup Khusus ini mendiskusikan untuk diimplentasikan di lapangan mulai dari updating konfirmasi kehadiran, memonitor kesiapan perlengkapan pertemuan, menawarkan kontribusi, mengatur tata acara, menunjuk pelaksana "pambiwara" pembawa acara, pembuka acara, pembaca doa dan menyiapkan alternatif bilamana pelaksana lapangan tidak berkenan hadir atau tidak berkenan membawakan acara (Plan-B), merevisi daftar acara dan menentukan acara definitip menjelang dilaksanakannya pertemuan.

Alhamdulillah acara dihadiri lebih dari 120 (seratus duapuluh) orang, ingkang hamengku damel mongkok ing penggalih, bahwa acara bisa terlaksana dengan baik dan lancar, yang hadir merasakan senang dan puas bisa bertemu dengan family yang sebelumnya tidak kenal mengenal.

Semoga kempal brayat, 28 Juni 2017 dapat berlangsung lestari lintas generasi.Amin, Insya Allah.


Kumpul brayat bersamaan dg wiyosan Mbah Sutrisno






     
















KEMPAL BRAYAT DI CIREUNDEU, JANUARI 2018

Kempal Brayat Mas Hidayat rencananya akan dilakukan di Cipanas tempat lokasi kerja Agribusiness Mas Dayat beraktifitas. 

Lokasi kumpulan di Kolam Renang Cireundeu. Cukup berkesan banyak yang hadir, anak-anak pada mandi tidak mau mentas. Mas Dayat booking satu Los khusus untuk kumpulan. Luar biasa.

Makanan berlebih dan puas walaupun suara orang berwisata di Kolam Renang cukup riuh hampir suara warga yang kumpulan kalah dengan riuhnya suara lingkungan.

Mbak Nana, Mbak Erry, Mas Freddy rajin mengikuti kumpulan, luar biasa..

Dokumentasi kempal brayat :
 








































KEMPAL BRAYAT DI KEBON JERUK 

Kempal Brayat tanggal 28 Januari 2018 dilakukan di Rumah Mas Anto/Mbak Meka, Kebon Jeruk - Jakarta Barat.

Alamat sulit diketemukan walaupun sebenarnya aksesibilitasnya sangat mudah dijangkau. Bagi yang membawa kendaraan roda 4 dan belum pernah ke alamat ini pasti kesulitan karena akan masuk lewat gang sempit. Padahal sudah disediakan Tempat Parkir di tepi jalan raya. 

Hadir juga Bapak Abdul Kadir beserta Istri Ibu Murtiningsih Murman,  putranya Mas Hidayat Abdulkadir dan istri dan anaknya.

 Mas Guru Yanjono hadir juga walaupun terlambat karena sebelumnya ada acara dengan Kolega di sekolahan tempat beliau bekerja.

Semuanya OK.


Dokumentasi kumpulan sbb :






Bersama si Kembar, anaknya Mas Yoyok/Mbak Tutik Bogor












KEMPAL BRAYAT DI SLIPI, 29 APRIL 2018

Kempal Brayat di Slipi ingkang hamengku damel yaitu Mas Indro Murman yang dalem di Tomang. Kempal Brayat dilaksanakan di RM Dapur Solo. Sangat meriah dengan pendatang baru, Mayor Sugeng Budihardjo CPM Guntur - Jakarta. Hadir sekitar 50 orang

Panoto Adicoro Mas Yanjono membuat suasana menjadi lebih hidup dengan gurauan ala seorang "Guru" yang terbiasa berhadapan dengan para muridnya.

Sesepuh Trah Bapak Adbul Kadir suami Ibu Murtiningsih Murman jauh-jauh hadir dari Kebumen menengok anaknya Mas Hidayat Abdulkadir cukup menginspirasi anak-anak muda generasi seumuran kami semua. 

Catatan diskusi menghasilkan antara lain : 
1. Perkenalan Warga baru Pak Bambang dari Keluarga Mbak Budi Lampung
2. Penentuan kempal brayat berikutnya dengan alternatif : Brayat Nglampu, Baryat  Mbah Sutrisno, Mbak Nana atau Brayat Mbah Harjosurono - Mbak Laras Kenteng - Penggaron - Mangunsari 
3. Hari H kempal brayat lebaran.
4. Nominal arisan tetap double (Rp.200.000,-) untuk mempercepat waktu siklus

Berikut dokumentasi :

















Bapak Abdul Kadir/Ibu Murtiningsih Murman
























Mas Yoyok serius mendengarkan Sambutan Pinisepuh

Mbak Budi, Mbak Erry, Ibu Murtiningish Mbak Meka, Bu Freddy dan anak2














Mas Guru Yanjono bersama Pak Bambang Lampung sedang perform


Mas Yusup Suwargono bersama seluruh warga dan anak cucu










KEMPAL BRAYAT AGUNG 
SILATURAHMI LEBARAN DI KENTENG - PENGGARON, 17 JUNI 2018 

Kempal brayat sekaligus silaturahmi Lebaran Juni 2018 dilaksanakan di kediaman Pak Sarjono (alm)/Ibu Wahyati dalah puyra wayah a.l Mbak Larasati, Mas Wahyu Hadi Purwoko (Mas Koko), Mbak Katik sak Putro wayah-nya. 
Acara sangat meriah karena dihadiri oleh banyak Brayat a.l : 
  • Putro wayah Swargi Mbah Parto Posong (Mbah Sutrisno sekeluarga, Mbak Nana sekeluarga, Mas Freddy sekeluarga, Mbak Titik Wonosobo sekeluarga)
  • Putro wayah Swargi Mbah Irah Setro Saiman (Pak Samidi sekeluarga, Bulik Melik Dampit sekeluarga)
  • Putro wayah Swargi Mbah Nitimihardjo Posong (Pak Widiyanto mantan Lurah Butuh)
  • Putro wayah Mbah Muryam Harjo Surono (putro-putro Mbah Mulharjo Kebokuning seperti Mas EKo Malang sekeluarga, Mas Gion Bandung sekeluarga, Mas Heri Kebokuning sekeluarga, Mas Catur Depok sekeluarga, dll). Brayat Mbah Harjo Surono hampir 40 % dari seluruh tamu yang hadir.
  • Putro wayah Swargi Mbah Murman (Ibu Alberta Pudya Pandansari sekeluarga, Mas Soni, Mas )
  • Putro wayah Swargi Mbah Mul Mungkidan (Paklik Supriyanto dan Paklik Sapto Sangidi Mungkidan sekeluarga).
  • Putro wayah Swargi Mbah Karto Karsini (Mas Pipit, Mas Santo dan Mbak Titik Ngaglik Nduwur sekeluarga).   
  • Putro wayah Swargi Mbah Guru Posong (Bu Tatik Posong, Mas Yusup Ungaran sekeluarga) 
Yang spesial pada kempal brayat kali ini adalah "Penanaman Pohon Kenangan" Sawo oleh sesepuh Trah (Mbah Sutrisno). 
Maksud penanaman pohon Sawo adalah untuk mengingatkan kepada Pepunden Trah untuk menandai (tetenger) bahwa ybs adalah kerabat dekat Pangeran Mangkubumi dalam melawan Kumpeni pasca Perjanjian Giyanti yang diteruskan dengan Perang Diponegoro  yang merupakan Laskar Mataram yang suatu saat ada beberapa keluarganya melakukan gerilya, disitulah bisa disinggahi tanpa harus ragu karena masih kerabatnya. Dalam situasi Perang Melawan Belanda, mengetahui siapa kawan siapa lawan sangat penting untuk menghindari salah pendekatan.
Hal ini dibenarkan oleh Bagian Arsip Keluarga Mataram di Yogyakarta yang dipelihara hingga saat ini.
Kenapa Sawo? Karena Pohon sawo tahan penyakit, tahan kekeringan, berumur panjang dan berbuah tanpa mengenal musim sehingga sangat bermanfaat untuk buah keluarga.  
Pak Samidi Gangsan dan Keluarga
















Mas Eko, Mas Gion, Mas Catur dan keluarga



















Mbak Alrberta Pandansari dan Keluarga
















Mas Widiyanto Mantan Lurah Butuh





















Brayat Mbah Samini Tampir (Mas Anto, Mas Hoho, Mbak Ersi)
















Mbak Titi Wonosobo sekeluarga

















Brayat Mbah Harjosurono, paling banyak...




Brayat Mbah Harjosurono, paling banyak...










Penanaman Pohon Sawo oleh Mbah Sutrisno Jogja



















KEMPAL BRAYAT DI JONGGOL
RUMAH MBAK NIA/MAS NANANG, SEPTEMBER 2018

Dalam pertemuan ini Mbah Sarwadi yaitu Bapak dari Mbak Nia masih dalam kondisi sehat wal afiat dan memberikan cerita masa lalu yang cukup memberikan wawasan dalam membina tali silaturahmi, khususnya dalam internal Brayat Kartodiryo - Trah Posong.

Alhamdulillah putro wayah Trah pepunden semuanya rendah hati dan saling asih kinasihan, doyo-dinayan dalam membina keakraban antar sesama Warga yang tergabung dalam wadah Brayat Kartodiryo.  


Mbah Sarwadi, Posong


















Mas Untung dan Mbak Vivi sibuk dg anaknya











Mas Yanjono kalau tdk ngantuk, ya makan terus
















Mas Basuki dan Mas Anto semangat



Gatot, tiwul, cethil meramaikan acara



















Keluarga Besar Trah Kartodiryo Bersama Mbah Sarwadi bapaknya Mbak Nia

Narapandan, Ibu Agus, Pak Agus, Mbak Tutik, Mbak Nia dan Adiknya

Mas Hoho baru serius sama Mbah Sarwadi

Mbak Nia dan Adiknya sdg menyiapkan uborampe kumpulan

Mas Triyanjono ngamem tdk ada udut

Mas Nanang, santai didatengi sedulur...

Mas Basuki, Mas Anto, Mas Yoyok, Mas Triyanjono serius bab mulang

Mengawali acara kempal brayat, nggedabus ttg sorosilah

Mbak Nia bersama adik-adik dan anaknya Mas Untung

Mbak Nana, Mbak Erry dan Mbak Retno, mikir rencana Arisan yg akan datang

 
Keluarga Mas Hidayat dan Agus Pr, sdh kenyang santai

Tidak ada komentar: