29 Jan 2015

Syair Kidung Rumekso Ing Wengi Karya Sastra Mistis Kanjeng Sunan Kalijaga

Sketsa Kanjeng Sunan Kalijaga
Kidung dalam budaya Jawa berarti salah satu bentuk karya sastra dalam bahasa Jawa Tengahan yang digubah dalam bentuk puisi menggunakan metrum Jawa Tengahan atau tembang tengahan (sekar madya).
 

Kidung yang terkenal adalah karya sastra Kanjeng Sunan Kalijaga dalam perjalanan syiar agama Islam yang kala itu masyarakat Jawa sebagian besar masih menganut kepercayaan Hindu Budha pada tahun 1500-an. Isinya logis berupaya mencari keselamatan diri, namun oleh karena diamalkan dengan cara khusus agamis dan lekat dengan budaya Jawa, maka dampaknya luar biasa  acceptable (bisa diterima) dan applicable (mudah diamalkan), "kidung rumekso ing wengi".

"Kidung Rumeksa ing Wengi" sangat dan sangat mistis.  Bahkan di kalangan pesantren yang masih menjunjung budaya Jawa, kidung tersebut diperkenalkan, diamalkan untuk dihafal dengan dibarengi "laku tirakat" dengan kondisi perut kosong di malam hari dan berpuasa agar menambah khusu' dalam membaca "rafal" juga akan lebih terhayati dalam mengucapkan baris demi baris. Bagi sebagian masyarakat Jawa, mengamalkan Kidung tersebut  sebagai laku islam kejawen. Maksudnya dalam membaca syair dalam bahasa Jawa, kebathinannya menghadap kepada Allah SWT.   

Doa pengamalan Kidung tsb diatas adalah agar Tuhan berkenan memberikan keselamatan kepada kita semua dan senantiasa terhindar dari malapetaka dengan mengamalkan hidup beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Allah SWT.

Dengan tersebarnya orang-orang Jawa di seluruh pelosok Nusantara, mereka membawa serta adat budaya leluhur. Kidung tersebut diatas masih juga terbawa di lokasi tempat tinggalnya di luar jawa, sehingga boleh dikatakan Kidung Rumekso Ing Wengi dikenal oleh masyarakat Jawa di seluruh pelosok Nusantara. Kadangkala, masyarakat mensosialisasikan lewat media sosial pertunjukan seni mis : Laras Madyo, Wayang Kulit, Jathilan, dsb.  

Bagi Tokoh agama atau tokoh adat yang secara kebathinan sudah pada tingkat "muttaqin", dekat dengan Sang Kholiq, maka pengamalan kidung dipercaya akan dikabulkan. Oleh karenanya pengamalan kidung kadang dilakukan oleh beberapa orang bersama-sama  menyanyikannya dengan sangat merdu, syahdu dan sangat khusu' agar kidung insya allah akan terkabu.

Adapun fungsi pembacaan rafal kidung a.l :
1. Untuk menyembuhkan segala macam penyakit;
2. menghindari "pageblug" (penyakit endemik);
3. mempercepat jodoh bagi perawan/perjaka;
4. penolak bala dari seseorang yang akan bertindak jahat;
5. memenangkan peperangan;
6. mengabulkan usaha untuk mencapai cita-cita luhur.


Inilah syair Kidung Rumekso ing Wengi Kanjeng Sunan Kalijaga : 


Ana kidung rumeksa ing wengi
Teguh hayu luputa ing Lara
Luputa bilahi kabeh
Jim setan datan purun
Paneluhan tan ana wani
Miwah panggawe ala
Gunaning wong luput
Geni atemahan tirta
Maling adoh tan ana ngarah ing mami
Guna duduk pan sirna
Sakehing lara pan samya bali
Sakeh ngama pan sami miruda
Welas asih pandulune
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Songing landhak guwaning wong lemah miring
Myang pakiponing merak
Pagupakaning warak sakalir
Nadyan arca myang segara asat
Temahan rahayu kabeh
Apan sarira ayu
Ingideran kang widadari
Rineksa malaekat
Sakathahing Rasul
Pan dadi sarira Tunggal
Ati Adam Utekku Baginda Esis
Pangucapku ya Musa
Napasku Nabi Ngisa linuwih
Nabi Yakup Pamiyarsaningwang
Yusup ing rupaku mangke
Nabi Dawud Suwaraku
Jeng Suleman kasekten mami
Nabi Ibrahim nyawaku
Edris ing Rambutku
Baginda Ngali kulitingwang
Getih daging Abubakar singgih
Balung Baginda Ngusman
Sungsumingsun Patimah linuwih
Siti Aminah Bayuning Angga
Ayup ing Ususku mangke
Nabi Nuh ing Jejantung
Nabi Yunus ing Otot mami
Netraku ya Muhammad
Pamuluku Rasul
Pinayungan Adam sarak
Sammpun pepak sakatahe para
Nabi dadya sarira Tunggal.
Wiji sawiji mulane dadi
Apan apencar dadiya sining jagad
Kasamadan dening Dzate
Kang maca kang angrungu
Kang anurat kang anyimpeni
Dadi ayuning badan
Kinarya sesembur
Yen winacakna toya
Kinarya dus rara gelis laki
Wong edan dadi waras
Lamun ana wong kadhendha kaki
Wong kabanda wong kabotan utang
Yogya wacanen den age
Nalika tengah dalu
Ping sawelas macanen singgih
Luwar saking kabanda
Kang kadhendha wurung
Aglis nuli sinauran mring hyang
Suksma kang utang puniku singgih
Kang agring nuli waras
Lamun arsa tulus nandur pari puwasaa sawengi sadina,
Iderana gelengane
Wacanen kidung iku
Sakeh ngama sami abali
Yen sira lunga perang
Wateken ing sekul
Antuka tigang pulukan
Musuhira rep sirep tan ana wani
Rahayu ing payudan
Sing sapa reke bisa nglakoni
Amutiya lawan anawaa
Patang puluh dina wae
Lan tangi wektu subuh
Lan den sabar sukuring ati
Insya Allah tinekan
Sakarsanireku
Tumrap sanak rakyatira
Saking sawabing ngelmu pangiket mami
Duk aneng Kalijaga.
(Serat Kidungn Warna-warni, Surakarta, Boedi Oetomo, 1919)

Terjemahannya:
Ada nyanyian kidung yang menjaga di malam hari
Kukuh selamat terbebas dari penyakit
Terbebas dari semua malapetaka
Jin setan jahat pun tidak berkenan
Guna-guna pun tidak ada yang berani
Juga perbuatan jahat
Ilmu orang yang bersalah
Api dan juga air
Pencuri pun jauh tak ada yang menuju padaku
Guna-guna sakti pun lenyap
Semua penyakit pun bersama-sama kembali
Berbagai hama sama-sama habis
Dipandang dengan kasih sayang
Semua senjata lenyap
Seperti kapuk jatuhnya besi
Semua racun menjadi hambar
Binatang buas jinak
Kayu ajaib dan tanah angker
Lubang landak rumah manusia tanah miring
Dan tempat merak berkipu
Tempat tinggal semua badak
Walaupun arca dan lautan kering
Pada akhirnya, semua selamat
Semuanya sejahtera
Dikelilingi bidadari
Dijaga oleh malaikat
Semua rasul
Menyatu menjadi berbadan tunggal
Hati Adam, otakku Baginda Sis
Bibirku Musa.
Napasku Nabi Isa As
Nabi Yakub mataku
Yusuf wajahku
Nabi Dawud suaraku
Nabi Sulaiman kesaktianku
Nabi Ibrahim nyawaku
Idris di rambutku
Baginda Ali kulitku
Darah daging Abu Bakar Umar
Tulang Baginda Utsman
Sumsumku Fatimah yang mulia
Siti Aminah kekuatan badanku
Ayub kini dalam ususku
Nabi Nuh di jantung
Nabi Yunus di ototku
Mataku Nabi Muhammad
Wajahku rasul
Dipayungi oleh syariat Adam
Sudah meliputi seluruh para nabi
Menjadi satu dalam tubuhku
Kejadian berasal dari biji yang satu
Kemudian berpencar ke seluruh dunia
Terimbas oleh zat-Nya
Yang membaca dan mendengarkan
Yang menyalin dan menyimpannya
Menjadi keselamatan badan
Sebagai sarana pengusir
Jika dibacakan alam air
Dipakai mandi perawan tua cepat bersuami
Orang gila cepat sembuh
Jika ada orang didenda cucuku
Atau orang yang terbelenggu keberatan hutang
Maka bacalah dengan segera
Di malam hari
Bacalah dengan sungguh-sungguh sebelas kali
Maka tidak akan jadi didenda
Segera terbayarkan oleh Tuhan
Karena Tuhanlah yang menjadikannya berhutang
Yang sakit segera sembuh
Jika ingin bagus menanam padi
Berpuasalah sehari semalam
Kelilingilah pematangnya
Bacalah nyanyian itu
Semua hama kembali
Jika engkau pergi berperang
Bacakan ke dalam nasi
Makanlah tiga suapan
Musuhmu tersihir tidak ada yang berani
Selamat di medan perang
Siapa saja yang dapat melaksanakan
Puasa mutih dan minum air putih
Selama empat puluh hari
Dan bangun waktu subuh
Bersabar dan bersyukur di hati
Insya Allah tercapai
Semua cita-citamu
Dan semua sanak keluargamu
Dari daya kekuatan seperti yang mengikatku
Ketika di Kalijaga.


Sumber Pustaka :
  1. Budiono Hadisutrisno, 2009, Islam Kejawen, Eula Book, Yogyakarta
  2. Anonim, 2009, Wikipedia
  3. Ahmad Ubaydillah, 2013, Mengutip dari Islam Kejawen Kidung Wengi Sunan Kalijaga 2009.
  4. Sumber gambar b.p.blogspot.com/-GdG2pYLT7Q/UYMmLqhGieI/AAAAAAAAEvE/DavLOI4z_64/s1600/Kanjeng+Sunan+Kalijaga.jpg

15 Jan 2015

Kumpul Brayat Lintas Generasi Trah Posong di Semarang, 27 Desember 2015


Mbah Murman & Mas Yusup Ungaran
Kumpul Brayat Trah Posong di rumah mbak Antin Jln. Imam Bonjol bulan Desember 2014 di rumah mbak Antin (Sundari) Semarang adalah kumppul brayat yang ke-4 (kurang faham). Luar biasa, kumpulan dihadiri sesepuh yang sudah sepuh-sepuh, generasi ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5 dari Induk Trah Posong subhanallah.

Mbah Buyut Murman (putri) adalah  satu-satunya  generasi ke-2 dari Induk Trah yang masih sugeng. Saya menyebut mBah Buyut dengan beliau (foto disamping), alhamdulillah pinaringan yuswo 95 tahun dan kondisinya masih segar bugar dan paningalipun jernih. Beliau melahirkan 8 (delapan) putra dan putri  dan hadir pada kumpul-kumpul ini, sbb :
  1. Bu Titik (SMg)
  2. Bu Carolina (Bekasi)
  3. Romo Iwan (Smg)
  4. Bu Murtiningsih (Kebumen)
  5. Romo Riyo Mursanto (Smg)
  6. Bu Muryanti (Antin) (Smg)
  7. Pak Indro (Yogya)
  8. Mbah Muk dan Saya
  9. Bu Wulandari (Bu nDari,  Jkt) 
Kumpul brayat Posong kali bisa dikatakan kumpul Canggah Kartodiryo Generasi-I dari Induk Trah. Mengulang kembali tulisan terdahulu, Canggah Kartodiryo adalah anak ke-4 dari Induk Trah yang mempunyai 11 anak sbb :
  1. Mbah Buyut Rumini (Lampung)
  2. Mbah Buyut Mangun ndalan (Butuh)
  3. Mbah Buyut Mul (Mungkidan)
  4. Mbah Buyut Madi (Gunung Sewu -Tanggamus - Lampung)
  5. Mbah Buyut Parto (Posong)
  6. Mbah Buyut Sardi (Purworejo)
  7. Mbah Buyut Murman (Mgl)
  8. Mbah Buyut Muryam (Kebokuning)
  9. Mbah Buyut Samini (Tampir Kulon)
  10. Mbah Buyut Parinem/Mbah Guru (Posong)
  11. Mbah Buyut Suminem (Posong)
 Kumpul brayat di Semarang yang hampir lengkap kedua adalah Brayat Mbah Parinem, kecuali keluarga Mbah Widiyanto (alm) di Malang. Keluarga Mbah Parinem mempunyai 5 keturunan sbb : 
  1. Mbah Widiyanto (alm) Malang
  2. Keluarga Mbah Hariyanto (Smg)
  3. Keluarga Mbah Hartatik (Posong)
  4. Keluarga Mbah Hari (Smg)
  5. Keluarga Mbah Harjanto Slamet /Muk (Smg) 
 
Mbah Carilne & Kerabat Mbah Guru Parinem











Kembali ke pembicaraan ke Sorosilah Induk, bahwa Induk Trah Posong adalah 3 bersaudara dengan Induk Trah Kuncen dan Gading. Induk Trah Posong mempunyai 9 keturunan meliputi :
  1. Canggah Kartowiryo, 6 keturunan (Margowangsan, Gondang lor, Talaman)
  2. Canggah Joyo,  4 keturunan (Bendan, Butuh, Kebokuning)
  3. Canggah Kartodiryo, 11 keturunan (tsb diatas)
  4. Canggah Kartorejo, 5 keturunan (Posong, Bantul, Magelang, Purworejo)
  5. Canggah Popongan, 1 keturunan (Popongan)
  6. Canggah Mawungan, (belum terkonfirmasi sambungan dgn Mbah Sastro Rame Gunung Lemah)
  7. Canggah Niti Plalangan, (belum terkonfirmasi keberadaannya)
  8. Canggah Pawiro (Gading), 6 keturunan (Jetis Kaliwungu, Gading, Bengan Lor, Yogya) 
  9. Canggah Kartodimejo/Mbah Lurah, 3 keturunan (Ngaglik nduwur, Ngaglik ngisor, Talun)

Kumpul brayat tangggal 27 Desember 2014 di Semarang dihadiri 3 Canggah :
  1. Canggah Kartowiryo diwakili saya sendiri dari Brayat Canggah Kartowiryo - Buyut Setro Saiman, Mbah Ngadinem - Margowangsan.
  2. Canggah Mawungan (Pm Pak Sastro Rame - Gunung Lemah)
  3. Canggah Kartodiryo diwakili oleh 6 Buyut sbb :
  • Buyut Murman seperti tersebut diatas, 
  • Buyut Mul diwakili oleh Sapto (Mungkidan),
  • Buyut Parto : Keluarga Mbah Tris (Yogya), Nana, Joko (Jkt), 
  • Buyut Parinem : Keluarga Mbah Yan, Mbah Hari dan Mbah Muk (Smg), 
  • Buyut Samini :  Keluarga Mbah Rubiyoto(Tampir Kulon) dan 
  • Buyut Suminem : Keluarga Mbah Projo (Posong).

Semoga upaya "ngumpulke balung pisah" Trah Posong dapat terwujud, amin.


 Alon-alon sambil membina tali silaturohim, sambil mencari bentuk komunitas.

Keluarga Mbah Buyut Mul (Sapto), Buyut Setro Saiman (saya), dll

Keluarga Mbah Tris dan Mabh Suti Posong




Mbah Sutrisno & Mbah Hari



Foto Lintas Generasi, Buyut, anak, cucu,cicit


Keluarga MbahBuyut Parinem









Keluarga MbahBuyut Samini/Mbah Rubiyoto


Keluarga Mbah Sulisah/Pak Tikno Mertoyudan







 


Bulik Nana (Jkt), Nunu (GnLemah), dll

Catatan : 
  • Tulisan ini pasti banyak yang belum masuk, jauh dari lengkap. Sumonggo dipun koreksi untuk mnyambung dan mempererat tali silaturahim.
  • Kisah-kisah leluhur kalau ada yang punya, silahkan tentunya yang baik-baik saja. Seperti diketahui bersama bahwa Brayat Kartowiryo Margowangsan pernah mengalami masa heroik pada zamannya walaupun termasuk agak kurang etis ditampilkan (pernah saya singgung pada Tulisan sebelumnya).